↱ 09 ೄྀ࿐

196 25 1
                                    

i   g o t   y o u ;

"kamu yakin cuma pesen itu aja? nggak makan?"

"shit men. itu pertanyaan yang sama buat ke-19 kalinya," ruri cuma nyengir sambil mengangguk canggung. canggung parah.

kalau yang ada di depannya ini adalah eita, pasti ruri tidak akan ragu untuk mengupil atau mengumpat. dia bisa jadi dirinya sendiri di hadapan eita. tidak perlu pura-pura sok jadi cewek bangsawan.

iya sih etika. tapi ruri tidak nyaman dengan ayato yang terus menerus menatapnya seperti polisi sedang mengintrogasi maling.

"iya.." untuk ke-19 kalinya, ruri menjawab dengan kata yang sama.

"udah makan nasi? takutnya sakit perut kalo langsung minum soda," ayato tak terlihat akan berhenti bertanya ini-itu.

"iya, udah." ruri betulan jengah. dia langsung memalingkan wajahnya ke arah lain. takut kalau ayato akan bertanya lagi.

"kamu.. aku dengar udah punya pacar ya..?" ayato bertanya lagi. kali ini bukan soal makanan.

"kenapa emangnya?" ruri menjawab tanpa senyuman di wajahnya. setiap ingat eita, dia jadi ingin meninju wajah cowok itu bertubi-tubi.

"betulan ada..?" gelagat ayato jadi sedikit aneh.

"hah.. kenapa nanya? emangnya kamu bakal batalin lamaran itu kalo tau aku punya pacar?" ruri menghela napas.

"hm.. nggak."

"anjing.."

"jadi bener ya? udah punya pacar —,"

"kenapa emangnya kalo udah?" kalimat yang satu ini bukan berasal dari mulut ruri. juga bukan berasal dari ayato tentu saja.

ketika ruri memutar kepalanya ke belakang, sosok eita yang berdiri di samping kursinya membuat seluruh tubuhnya membeku.

"e-eita.." dan tanpa sadar ruri bergumam. perasaannya campur aduk. mau marah, mau sedih juga.

"pacarnya?"

"iya," eita menjawab dengan wajah kecut. bukan karena harus bilang dia pacar ruri. tapi mengingat kalau ayato jauh berada di atasnya, rasanya eita malu melakukan ini.

tapi kalau tidak, dia tidak tahu seberapa jauh ruri akan pergi darinya nanti. eita takut, jarak itu tidak bisa digapainya sampai dia harus menerima fakta ruri tidak akan pernah kembali padanya lagi.

"ruri," eita menoleh pada ruri yang duduk dengan wajah kakunya.

"a-apa?"

"lo mau nikah sama dia?" eita bertanya langsung. tak pakai basa-basi karena itu bukan stylenya.

"..."

"jawab yang jujur," eita merendahkan tubuhnya dan mensejajarkan wajahnya dengan wajah ruri yang menunduk.

kemudian, cewek itu menangis kecil.

".. enggak-lah, bego.." dan mengumpat sebagai bentuk kebahagiannya atas kedatangan eita.

eita tersenyum dengan jawaban khas ruri. dia menegakkan kembali tubuhnya dan menatap ayato yang duduk dengan tenang.

"tuh, dia gak mau nikah sama lo. kalo mau ngelamar, minimal liat dulu yang lo lamar mau gak sama lo," eita menggenggam tangan ruri dan membuat cewek itu berdiri.

"maaf ya. ruri-nya gue ambil balik. soalnya lo gak bikin dia bahagia," eita tertawa canggung sebelum membawa ruri yang masih menangis keluar dari restoran itu.

"cup cup. jangan nangis dong. kan udah diselametin sama pangeran," eita mengusap-usap kepala ruri yang masih menundukkan kepalanya dan menangis di parkiran.

"kenapa baru dateng sekarang, sialan!" kepribadian iblis ruri keluar. matanya masih basah, tapi dia mencengkram kerah jaket kulit eita dengan tenaga super.

"e-eh.." eita gelagapan. "kan, kan. setannya muncul."

"lo pasti hampir balikan sama cewek-cewek lo, kan, hah!??" ruri melotot.

"engga, yang. suudzon banget. padahal selama ini gue lagi galau karena lo," eita menyentuh pinggang ruri dan membawanya mendekat. memeluk tubuh gadis itu, sepertinya untuk pertama kalinya.

ruri yang terkejut, menghentikan tangisnya, kemudian berangsur-angsur melingkarkan tangannya ke leher eita. memeluk si lelaki erat-erat.

tenang saja. ini perkiran belakang yang sepi. paling yang melihat mereka hanyalah jangkrik dan belalang sembah.

"eita bego!" jangan salah paham ya. ini cara ruri mengekspresikan rasa sayangnya.

"iya, iya. gue emang bego. jadi bego buat lo mah gue rela," eita terkekeh. mengelus punggung ruri dengan gerakan lembut.

"tapi.." ruri mengusap matanya yang basah. melepas pelukan mereka.

"tapi apa?"

"gue tadi lagi pesen mangga soda. itu menu baru yang mau gue cobain dari bulan lalu."

kira-kira beginilah ekspresi ruri saat menjelaskan sedikit kekesalannya: 😥🖕

"besok gue beliin. atau sekarang, di cabang lain. asal gak ketemu sama si.. ayato," eita masa bodo soal ekspresi ruri. dia kembali mengeratkan pelukannya. kali ini, curi-curi sedikit mencium rahang ruri dan mengendus wangi yang eita rasakan saat pertama kali bertemu dengan ruri.

***

mereka memilih kencan di taman kota. suasana sore hari yang sedikit mendung tidak membuat suasana hati ruri memburuk.

justru karena eita bersamanya, dia jadi senang.

"eh yang, sini dah," eita menarik tangan ruri yang hendak melangkah lebih dulu di depannya.

"hm, apa?" ruri menoleh, ada setipis senyuman yang jarang dia perlihatkan di depan eita. habisnya cowok ini selalu menguras kesabarannya.

"apa ya?"

"😑"

melihat wajah jengkel ruri, eita tertawa pelan. dan serta-merta mengecup bibir ruri sekilas.

ekspresi ruri langsung berubah drastis.

"h-h-heh!" dia tidak bisa menahan untuk tidak salah tingkah. peduli setan wajahnya memerah. kalau eita menggodanya, ruri akan menenggelamkan wajahnya ke sungai buaya.

"tau nggak artinya apa?" eita nyengir.

"lo mesum."

"yang bener," eita gemas, menarik hidung ruri sampai gadis itu mengeluh.

"ya nggak tau. emang apa?"

"artinya, mau nggak jadi pacar gue?"

ruri mematung seketika di tempatnya berdiri. "emang apa bedanya sama kemarin-kemarin yang bukan pacaran?"

"statusnya lebih jelas. terus juga.." eita menggantung kalimatnya. dia mengambil tangan kiri ruri dan memakaikan cincin di jari manis si gadis.

"abis ini gak boleh ada yang seenaknya ngelamar lo lagi," kata eita.

entah kenapa mendengar kalimat serius cowok itu bikin ruri merinding. dia menatap lekat-lekat cincin yang melingkar di jari lentiknya. hanya menatap. karena pikirannya kosong sejak eita mencium bibirnya.

"ini bukan ngelamar sih. jadi gue bilangnya, simulasi nikah."

"apa coba simulasi nikah," ruri balik badan dan berlari menjauh. dia takut eita akan mendengar detak jantungnya yang berdebar gila-gilaan. sumpah dia takut.

"eh yang, kalo udah puas lari jangan lupa balik ke sini lagi!" eita berteriak sambil menatap punggung ruri yang menjauh.

biarlah. mungkin dia mau beli minuman. begitulah isi pikiran eita yang 100% salah besar.

***

[✔] [9] flirt ; otoya eitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang