t i m e ;
dalam seumur hidupnya, eita belum pernah merasakan jantungnya yang sangat sangat berdebar karena seorang wanita menatapnya dengan tatapan seperti elang yang hendak mencabik daging mangsanya dengan cakar.
hanya karena satu kalimat;
"kana, besok kita bukan siapa-siapa lagi, ya? aku mau tobat."
boom!
kana langsung menjatuhkan es krimnya yang sisa setengah ke tanah. pikirannya langsung campur aduk. dia kesal, meskipun tidak mengerti arti kalimat eita.
alun-alun kota sore itu terasa sangat dingin dan mencekam, tapi bukan karena cuacanya mendung. melainkan karena tatapan menusuk kana.
"gini-gini, biar dijelasin dulu," eita menggaruk tengkuknya.
"aku mau nikahin ruri abis wisuda—,"
"EITA!!"
"eh, aseli cuy. rill no fek fek. makanya kita udahan aja ya? walaupun gak pernah dimulai sih, tapi aku mau ngakhirin hari ini juga."
mata kana mulai berkaca-kaca. "apa maksud eita..?"
"aku gak bisa terus nemenin kamu. aku gak mau ruri marah."
".. jadi.. jadi eita pilih ruri?"
si lelaki celingak-celinguk sebentar sebelum mengangguk samar.
"kenapa, eita? padahal aku kan lebih cantik!! aku lebih baik dari ruri, kok!" serius. kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibir si gadis.
"aduh, kana." eita mengeluh, mengusap rambutnya. "ini bukan perihal siapa yang paling cantik atau siapa yang paling baik. mau aku ketemu bidadari pun, kayaknya emang bakal tetep ruri yang aku suka."
"kenapa?!!"
eita terlonjak di tempat karena seruan menggelegar kana.
"ruri itu.. kenapa ya? susah juga sih jelasinnya. tapi yang pasti, sama ruri rasanya lebih enak daripada sama kana," eita nyengir tanpa dosa.
yang kemudian secara otomatis, membuat kana meledakkan tangisnya yang tak kunjung berhenti sampai eita mengantarnya ke rumah, dan kisah mereka yang tak punya prolog, langsung lompat ke epilog.
belum mulai, sudah berakhir.
di tengah jalan, eita sibuk menghela napas.
tidak pernah dia merasa selega ini. akhirnya dia bisa fokus pada ruri. meskipun sebetulnya masih banyak sih korban kata-kata manisnya di luar sana. tapi kana adalah yang paling mengusiknya.
jadi kalau eita tak mampu mengakhiri hubungannya dengan kana, maka bisa dipastikan dia juga tidak dapat mengakhiri hubungannya dengan gadis lain selain ruri.
eita tak fokus pada berapa lama laju albert menuju rumah ruri, karena tahu-tahu dia sudah sampai di depan rumah gadis impiannya.
tapi ada yang sedikit lain di sini.
sebuah mobil ahvanza terparkir di halaman rumah ruri. mobil yang tidak pernah eita sadari eksistensinya sejak mengenal ruri.
di antara pintu yang terbuka sedikit, eita mengintip ke dalam lewat jarak yang cukup jauh untuk bisa dibilang 'mengintip'
ada ruri di sana. di sampingnya adalah seorang laki-laki, eita tidak kenal siapa. tapi sepertinya masih muda.
ada sepasang orang tua, dan ibu ruri kemudian pria yang duduk di sampingnya yang eita yakini sebagai ayah ruri.
seperti dua keluarga sedang berkumpul untuk membicarakan adat nikah saja.
"sayang loh ruri kalo nggak diterima."
"iya. padahal ayato udah siap banget mau jadi suami kamu katanya."
"hehe. tapi aku masih sekolah, tante, om." SUARA RURI!!
"loh ya gak apa-apa. kan setelah lulus nikahnya."
.. HAH? dalam hati eita berteriak, kaget. dia sedikit skeptis dengan kalimat awal yang didengarnya, tapi begitu mendengar kata nikah, dia sudah tahu kemana arah pembicaraan ini.
RURI SEDANG DILAMAR SESEORANG!!!
saat eita sibuk dengan keterkejutannya, dia tak sadar kalau ruri keluar dari rumah dan menyadari kedatangannya. sebenarnya dia cuma mau mencari angin segar, tapi justru bertemu dengan hal mengejutkan.
"eita!" ruri memanggil, menyadarkan eita dari lamunannya.
".. eh, yo—,"
"eita! lo harus bantuin gue. harus!!" ruri mencengkram lengan atas eita yang dibalut jaket bomber.
"lo dateng disaat yang tepat! gue mau dilamar sama orang, njir. udah sinting kali ya tuh cowok. ayo lo masuk, biar mereka percaya kalo gue udah punya pacar." ruri menggoyangkan tubuh eita dengan ekspresi panik.
"hah?"
"kok hah? ayolah. masa lo rela ada orang mau ngelamar gue?" kata ruri, emosi.
"ya terus gimana?"
ruri bergeming. cengkraman tangannya melonggar.
"lo mau gue kayak gimana?" eita bertanya lagi.
"masuk, dan bilang lo pacar gue. bilang kalo lo gak terima gue dilamar." ruri menjawab lugas.
eita terkekeh pelan. "kita aja gak pernah pacaran, kan? bohong dosa."
alis ruri menukik tajam. "yaudah sih! ayo pacaran!"
"lo nembak gue?"
"jangan banyak nanya!! waktunya mepet."
eita tertawa kalem. "aneh aja permintaan lo. lo mau gue masuk ke rumah, tatap muka sama orang tua lo, diliat sama keluarga cowok yang mau ngelamar lo, dengan tampilan begini? jaket bomber sama celana jeans?"
"..?"
"dunia bakal bilang apa coba? gue depan-depanan sama cowok pake jas, bau duit kayak gitu."
ruri menunduk.
"gue bukannya gak mau. gue jelas gak terima lo dilamar. tapi kayaknya itu cowok baik. apa salahnya nyoba? kalo lo cocok, kan gak perlu sama gue lagi yang banyak kurangnya." walah. baru kali ini eita merendahkan dirinya sendiri di depan perempuan.
"jadi lo gak mau?"
"bukan gak mau. tapi gak bisa."
"bilang aja emang lo yang mau pergi dari gue, kan? gak bisa kan lo mutusin kana? vivi, atau siapapun cewek lo? lo emang brengsek. gak berguna," ruri melangkah mundur dengan matanya yang berair.
eita terkejut luar biasa. tapi begitu dia ingin turun dari motornya dan menghampiri ruri, gadis itu sudah masuk kembali ke dalam rumahnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] [9] flirt ; otoya eita
Fanfiction✦ · · · ────────────── · · · ✦ ⌗FLIRT -⨾ೄྀ [9] OTOYA EITA ꒰ ☘︎┊「 otoya eita at the end of his long journey. it's time to dock 」꒱ ˚ˑ༄ؘ ˚ ͙۪۪̥◌⭟ otoya eita x fem!oc. ˚ ͙۪۪̥◌⭟ ninth, from the blue lo...