bab 2

77 35 23
                                    

- Happy reading -

Tari duduk ketika ia dipersilahkan untuk masuk ke dalam rumah. Sebelum itu, ia juga melaksanakan sholat maghrib terlebih dahulu, dengan meminjam kamar Adam.

"Ini diminun dulu nduk teh nya," Ucap bu Sulis, selaku ibunda Adam.

"Nggih bu, terimakasih," balas Tari sembari tersenyum.

"Asli mana toh nduk?" Tanya bu Sulis membuka topik, Taru menaruh secangkir teh yang baru saja ia seruput. Hangat, sehangat senyuman Adam.

"Saya bukan asli sini bu, saya merantau," balas Tari dengan senyuman.

"Oalah, berani ya nduk bisa ngerantau, gak kaya Adam itu, dia paling ga bisa buat ninggalin rumah," jelas bu Sulis sedikit sengaja mengeraskan suaranya, agar putranya itu mendengar.

Adam yang mendengar perkataan ibundanya itu tak terima, "bukannya ga berani buk, Adam khawatir kalo jauh dari ibu." Tari terkekeh mendengar jawaban Adam.

"Wong an ibuk disini ga bakal kemana-mana, kamu ne aja yang banyak alesan Dam!" Balas bu Sulis dengan Aksen jawa medhok nya.

Adam diam tak membalas, ia hanya tersenyum sambil mendengus. Mau bagaimanapun dirinya berdebat dengan sang Ibunda, tetap saja ujung dari perdebatan ini adalah menyuruh Adam untuk mengejar mimpinya diluar sana.

Adam, bang Andi, Tari dan bu Sulis berkumpul di teras. Tari dan bu Sulis duduk di kursi teras sambil bercerita, tentunya Adam dan bang Andi lah yang memperbaiki kebocoran ban Tari, hanya mendengar cerita sang Ibunda.

Kehangatan keluarga mereka begitu terasa di diri Tari, rasanya ingin memperpanjang waktu agar Tari dapat menikmati hangatnya keluarga Adam.

"Kamu kok bisa nyampe sini nduk? terus sampe maghrib gitu, emang abis dari mana?" Tanya bu Sulis.

"Tari itu bagian dari pemateri sosialisasi di desa bu, makanya bisa nyampe kesini, padahal dia jauh," balas Adam. Kini sepeda Tari sudah selesai diperbaiki.

"Oalah, kamu seng ngisi sosialisasi di desa itu toh, iya iya ibu paham wes."

Tari mengangguk tersenyum. Kembali melanjutkan perbincangan hangat mereka, bu Sulis juga bercerita tentang kehidupan di Desa yang jauh dari perkotaan.

"Makasih ya bu, bang, Adam sudah membantu Tari." Ucapnya Tari begitu tulus, bahkan senyumnya itu tak pernah luntur sejak tadi.

"Iya nduk, bukannya kita harus membantu sesama kan?" Balas bu Sulis. Sungguh, wanita paruh baya itu sangat hangat sikapnya, sama seperti Adam.

"Iya bu, kalau begitu saya izin pamit bu, sudah sangat larut malam, dan terimakasih lagi atas wejangannya tadi," Ucap Tari. Gadis itu bersalaman pada bu Sulis, sedangkan pada Adam dan Andi hanya tersenyum sambil menelungkupkan tangannya di dada.

Tari meninggalkan desa itu dengan senyuman yang tak pernah luntur, mengingat kejadian tadi membuatnya tak sabar menanti esok.

Sedangkan di kediaman Adam, lelaki itu sibuk mengotak-atik handphone nya. Mengingat materi tentang mengedit yang tadi ia dapat, duduk di teras rumah sambil menatap fokus handphone nya.

"Tak kira tadi itu cewek mu Dam," ucap Andi yang berjalan ke arahnya. Lelaki itu duduk di teras menemani Adam.

"Nggak lah! Yakali aku punya cewe modelan mbak Tari bang, kalah jauh," tutur Adam yang masih fokus dengan handphone nya. Lagipula, mana mungkin seorang reporter muda itu dapat Adam miliki, berbanding terbalik dengan profesinya yang tak menjamin.

"Tapi dia cewe kedua yang kamu bawa ke rumah," balas Andi.

"Setelah Erna," lanjutnya.

Deg!

36;40Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang