3,🍓 permohonan🍓

274 16 0
                                    

"Btw... Gue bawa strawberry." Ucap Alvin.

"Asik" seru arvi, dia menatap dengan binar, kearah bakul yang dibawa ditangan Alvin.

"Btw... Gimana bisa Lo... Koma selama sebulan?"

Arviana tersenyum, lalu dia menjawab, "biasa kecerobohan gue, kebentur kena mobil!. Untung gak amnesia gue!" Ucap arvi santai sambil cengengesan.

"Ngeri njir, Lo ngomong nya santai bener dah!" Ucap Rafi meringis. Temannya ini memang lain dari yang lain.

"Tapi Lo oke kan?" Tanya Evan.

"Sanz gue oke." Ucap arvi, yang tak berhenti memakan buah strawberry nya.

"Yaelah pelan makannya, gabakal ada yang minta." Ucap Rafi, menusuk Nusukan jari telunjuknya, dipipi arvi yang bergerak gerak karena mengunyah buah merah favoritnya.

Fari menyengir kuda.

"Arvi..." Panggil Evan, terdengar dari suaranya nampak menyiratkan kekhawatiran.

"Hm?" Balas arvi berdehem, dia melihat teman temannya yang menatapnya sendu.

"Soal masalah Lo dan keluarga Lo..." Ucap Alvin menunduk.

Arvi mengangguk, dia tersenyum lebar. "Gausah dipikirin! Gue ngerti ko, kalian masih kecil, jangan ikut ikut urusan orang dewasa..." Ucap arvi terkekeh.

"Sorry, kita gabisa bantu Lo buat berentiin mereka berlaku semena mena sama Lo," Rafi menundukan kepalanya, tak ingin menatap arvi yang semakin membuatnya merasa bersalah.

"Jangan..." Ucap arvi, membuat yang lainya menatap kearah arvi. Mereka tertegun melihat senyuman arvi yang nampak tak ada beban di hidupnya. "Jangan ngerasa bersalah... Ini bukan salah kalian, dan lagi. Kata siapa kalian gabisa bantu gue?" Arvi terkekeh, dia mengusap sudut bibirnya yang terkena cairan dari buah strawberry.

Dia tersenyum lebar, menatap kearah sahabat sahabat nya. Matanya menyipit, sangat indah...

"Kalian banyakkkk! Banget bantu gue, dengan berdirinya kalian kayak gini aja. Udah bantu gue, gue seneng, gue bahagia, gue bener bener berterima kasih sama kalian yang selaluuuu ada buat gue." Ucap arvi tersenyum, melebarkan tangannya. Untuk menyambut teman temannya kedalam pelukan.

"Uuuu soswitt! Makasih banyak, kalian sahabat gue terbaik!" Ucap Evan.

"Emh! Makasih udah ada di hidup gue." Rafi semakin mengeratkan pelukannya. Membuat arvi yang berada di tengah mereka sesak nafas.

"Gila Lo pada! Mau bunuh gue!" Ucap arvi, wajahnya sudah memerah. Pipinya menggembung lucu, membuat teman temannya tertawa.

"Laknat emang! Malah ketawa!" Ucap arvi semakin kesal, namun. Tawa para sahabatnya menular kepada arvi, dan kini mereka tertawa berjamaah.

✨Arviana✨

Dua jam berlalu.

Afia dan edzard masih terduduk di depan ruangan arvi, sebenarnya mereka sudah duduk disana selama satu jam, mereka datang untuk melihat arvi. Namun mendengar tawa arvi yang nampak bahagia bersama teman-temannya, membuat mereka mengurungkan niatnya.

Cklek...

Pintu terbuka, membuat afia dan edzard berdiri, mereka melihat para remaja yang keluar dari ruang rawat putranya.

"Ah... Tante om, selamat sore..." Ucap Rafi, membungkukkan tubuhnya, diikuti yang lainya.

"Ah iya, gimana arvinya?" Tanya edzard.

"Dia lagi tidur om." Balas Alvin.

Edzard dan afia mengangguk, selama beberapa detik. Suasana terasa canggung.

"Om, Tante. Kita mau ngomong sesuatu sama kalian, boleh minta waktunya ga?" Tanya Evan, membuat mereka saling melirik.

✨ Arviana ✨

Saat ini, afia, edzard, dan ketiga teman arvi sedang duduk di dalam sebuah restoran mewah, mereka menyewa tempat VVIP yang sangat tertutup, tentu saja yang membayarnya adalah afia dan edzard.

"Sebelumnya, kami sudah tau bagaimana perlakuan kalian, kepada arvi." Ucap Rafi, mencoba mengeluarkan kata yang baik, walau dia merasa emosi dan ingin mengeluarkan semua unek uneknya. Namun dia juga tau, dia tidak ingin mengambil resiko. Bagaimana pun juga, orang didepannya ini orang yang sangat berpengaruh di negara, dan dunia perbisnisan.

Edzard dan afia tidak mengelak, walau wajah mereka terlihat biasa saja. Namun dihati mereka benar benar berasa tak karuan, banyak perasaaan penyesalan yang ada dalam hati mereka.

"Kami tidak bisa berbuat apa apa untuk arvi, namun kami mohon... Saya mohon, jangan buat arvi menderita... Saya... Saya... Sudah-" Evan tak bisa melanjutkan perkataannya, kata kata terasa tertelan. Dia selalu mengingat, bagaimana sahabatnya itu sering muncul dengan banyak luka di sekujur tubuhnya. Menangis, meraung sedih, dan bahkan trauma.


"Saya tau... Saya sangat menyesal atas perbuatan saya dulu... Namun saya juga tau, bahwa ini tidak akan bisa di perbaiki sepenuhnya." Ucap edzard, dia merasa bahwa di memang sangat menyesal, hatinya bahkan merasa sangat ingin banyak mengatakan kata maaf untuk arvi.

"Saya sangat berharap bahwa itu benar..." Ucap Alvin, "saya juga sedikit lega karena kalian memang merasa bersalah. Namun sebenarnya kalian bukan hanya jahat, namun juga brengsek!" Ucap Alvin yang sudah terlanjur emosi, Evan yang berada disampingnya meremat ujung kemeja alvin, dan Rafi yang mengelus punggung Alvin. Takut takut, Alvin kehilangan kendali.

Evan merasa aura dari kedua orang tua dihadapannya menggelap, dia meneguk salivanya gugup.

"Saya tau, bahkan tidak cukup untuk kata brengsek untuk saya! Saya adalah orang tua tidak becus jahat, brengsek, busuk dan... Dan... Bahkan kata kata keji sudah sangat cocok untuk saya sebagai seorang ibu." Afia meremat meja dihadapannya, ingin rasanya menangis, mengeluarkan air matanya.

Rafi, Evan dan Alvin, terkejut atas pengakuan afia, karena selama ini edzard dan afia benar benar tidak tau diri. Mereka menyalahkan arvi, dan merasa bahwa arvi yang sangat bersalah.

"Saya tidak tau bahwa saya bisa atau tidak untuk mendapatkan kesempatan, agar bisa memperbaiki ini semua." Ucap edzard, "maka... Kami mohon." Ucap edzard. Bahkan seorang Edzard Desmon Charles, memohon dan bersujud kepada mereka bertiga. Bahkan afia pun ikut bersujud.

"Tolong bantu kami untuk bisa memperbaiki semua ini." Ucap edzard.

"Saya sangat memohon bantuan kalian, selama ini hanya kalian yang selalu ada untuknya, dan kalian lebih tau banyak tentangnya!" Ucap afia, rafi dkk sudah kalang kabut.

Dan mereka malah mengikuti afia dan edzard yang sedang bersujud. Lalu Rafi, Alvin dan Evan pun ikut bersujud dihadapan mereka.

"Om jangan sujud om! Saya jadi ngerasa aneh." Pekik Evan, namun terdengar suara Isak tangis, membuat kata katanya tak jelas.

"Om gak perlu sampai sujud." Ucap Rafi.

.
.
.
.

Setelah selesai dengan sujud mereka, kini mereka tengah duduk dengan hening, sambil memakan makanan yang tersaji. Suasananya terasa canggung.

"Emh... Tante, om saya mau ngomong." Ucap Rafi.

Afia mengangkat wajahnya, dia mengangguk. "Silahkan,"

"Sebenarnya, mental arvi sudah tidak baik baik saja... Saya yakin Tante dan om sudah tau tentang hal itu." Ucap Rafi. Dibalas anggukan oleh keduanya.

"Saya mohon, untuk kalian jangan berlebihan... Saya mendukung kalian dan akan membantu kalian untuk memperbaiki hubungan kalian dengan arvi." Ucap Evan.

"Dan untuk permohonan kami... Saya yakin, bagaimana respon arvi ketika berdekatan dengan kalian. Trauma... Ketakutan... Kesedihan... Kemarahan... Dan... Kekecewaan." Ucap Alvin, membuat afia dan edzard membeku.

.
.
.
.

Tbc

arviana 🍓(On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang