2 🍓my best friend 🍓

313 15 0
                                    


Edzard dan afia termenung di depan Mela yang sedang memakai kacamata min ala ala Korea, dengan stetoskop yang bergantung di lehernya.

Mela menjelaskan bahwa arvi mengalami trauma yang mungkin sulit untuk di ajak beradaptasi, dan Mela juga menyarankan untuk mengajak arvi rutin ke psikiater untuk mengurus mentalnya.

"Sepertinya, arvi mengalami hal yang berat, seperti kekerasan... mungkin disekolah nya dia dibully," ucap Mela.

Edzard dan afia hanya menunduk kaku, dengan perasaan yang bergemuruh di hatinya. Karena dirinya lah yang telah membuat arvi seperti ini.

Karena dirinya lah arvi harus merasakan trauma yang mendalam, dan karena dirinya lah, arvi mempunyai penyakit yang sangat menyakitkan.

Intinya ini semua salah mereka yang berperan sebagai orang tuanya, namun tak melakukan perannya dengan benar.

"Baiklah, itu saja yang bisa saya sampaikan," ucap Mela.

"Terimakasih atas waktunya dan kami permisi," ucap afia dan dibalas senyuman dan anggukan oleh Mela.

"Silahkan..." ucapnya.

Mereka berjalan ke arah kamar arvi di rawat, namun saat di depan pintu kamar rawat arvi, afia mendudukan dirinya. Rasanya energinya benar benar terkuras.

"Ini semua salahku..." lirihnya, dia mendudukan dirinya dan menyandarkan punggungnya ketembok di ikuti oleh edzard.

"Seandainya, aku memperlakukan nya sebaik mungkin, sebagaimana seorang ibu merawat anaknya, ini semua salahku, salahku salahku!!" Ucapnya sambil memukul dirinya sendiri.

Edzard menghentikan tangan istrinya yang menyiksa dirinya sendiri itu, "ini semua bukan salah kamu, itu salah aku... walaupun kau memang salah, tapi aku yang paling banyak salah" ucap edzard sambil memeluk tubuh istrinya itu.

"Perkataan mu selalu membuat ku bingung, hiks, bahkan disaat yang seperti ini..."

"Aku tidak tahu, lidahku yang salah.."ucap edzard, namun pikirannya benar benar penuh akan penyesalan terhadap arvi, dia akan memperbaikinya, walau tidak akan seutuh sebelumnya.

✨ Arviana ✨

Keesokan harinya.

Arvi saat ini tengah termenung, melihat ke arah jendela kamar yang memperlihatkan para burung yang beterbangan bebas di langit, kamar rawat arvi saat ini berada di lantai 3.

Cklek

Seseorang membuka pintunya, dan terlihatlah seorang pria, sepertinya dia baru saja pulang bekerja, dilihat dari setelan baju nya, yang masih mengenakan pakaian jas formal. Ala ala CEO. (Emang CEO sih..)

"Eh ada ayah..." ucapnya dengan senyuman hangatnya. Membuat edzard ikut tersenyum, melihat senyuman itu membuat hatinya tenang, rasanya sangat menyesal, saat dia memperlakukan si pemilik senyuman menenangkan itu dulu..

Arvi bangkit dan menurunkan dirinya dari kasur rumah sakit, lalu berjalan ke arah tasnya yang berada di atas sofa, sambil mendorong tiang infusnya.

Terlihat arvi mengambil amplop berwarna coklat dari tas nya, dia mendekati edzard.

"I-ini yah, arvi cuman bisa bayar segini dulu, soalnya arvi cuman punya uang segini, ntar arvi cari lagi..." cicitnya sambil memberikan amplop coklat itu kepada edzard.

Namun, bukan menerimanya, edzard malah menatap datar amplop yang berada di tangan putranya itu, bahkan ia sampai mengepalkan tangannya. Sebegitu asingnnya kah dirinya dalam hidup arvi, sampai sampai, arvi menganggap bahwa semua yang diberikan olehnya pada arvi, adalah sebuah hutang bagi arvi, apa yang dia perbuat dulu sampai membuat arvi menjadi seperti ini...

arviana 🍓(On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang