3. Hukuman

247 13 0
                                    

Lanjutt...

~Hadirku hanya sekedar pelampiasan yang tidak ku tau karena apa~

"Pasti itu, Nak! Tapi mama kamu udah tenang kan di atas sana, jadi ikhlasin ya, ada bibi disini, bibi bakalan jaga kamu layaknya anak sendiri," ucap Bu Mirna menenangkan Devan yang kini sudah menangis dalam dekapannya.

Mama Devan, bernama Kiara, Kiara sudah meninggal 18 tahun lalu, tepat 10 hari setelah melahirkan Devan karena kecelakaan yang dialami nya. Jadi karena itu Devan tidak tau rasanya disayangi oleh ibu sendiri, dan papa nya juga tidak sayang dengannya, entah karena apa hingga papa nya begitu membenci dirinya itu.

"Makan sekarang, kalau ngga, nanti bibi ga mau temenin kamu lagi," ucap Bu Mirna dengan sedikit ancaman kepada Devan agar Devan mau menurutinya, dan berhasil, Devan mengangguk mengiyakan ucapan Bu Mirna dan langsung mengelap bekas air mata di pipinya itu.

Devan pun makan dengan ditemani oleh Bu Mirna disana. Sesuap demi sesuap makanan sudah dimasukkan ke dalam mulutnya hingga kini tinggal suapan terakhir dan Devan sudah selesai makan. Bu Mirna langsung merapikan meja makan ketika Devan sudah selesai makan.

Devan yang sudah merasa kenyang pun berjalan menuju kamarnya, tapi...

Ting dongg!

Baru saja 3 langkah bel rumah Devan sudah berbunyi, tidak mau menunggu Bu Mirna yang sedang membereskan ruang makan pun Devan langsung berjalan membuka pintu rumah, ada sedikit rasa takut dalam dirinya ketika hendak membuka pintu rumahnya, dirinya takut jika yang datang adalah sang papa, bisa-bisa jika papanya melihat Devan berada di depannya, Devan akan dipukuli nya lagi karena sesuai dengan apa yang dikatakan Hendra, dirinya sangat benci melihat wajah Devan.

Ceklek!

Pintu rumah dibuka oleh Devan dengan kepala yang menunduk, dirinya mengikuti arah terbukanya pintu dan bersembunyi di belakang pintu, dia sangat takut jika itu adalah papanya, hingga akhirnya orang yang dibukakan pintu oleh Devan membuka suaranya karena tidak melihat orang disana.

"VAN! Devan," panggil seseorang itu. Devan yang mendengar suara orang itu memanggil nya pun langsung keluar dai belakang pintu karena dirinya merasa mengenal siapa pemilik suara yang telah memanggilnya.

"Oh lo, Lis. Ngapain?" tanya Devan yang baru melihat orang yang datang kerumahnya dan ternyata adalah Calista. Calista mengerutkan alisnya ketika melihat Devan keluar dari belakang pintu.

"Lo sembunyi?" tanya Calista tanpa menjawab pertanyaan Devan tadi, dan Devan yang mendapat pertanyaan itu pun langsung menggeleng, menyalahkan ucapan Calista yang padahal sebenarnya ucapan Calista itu benar.

"Masa iya? Gue tau, lo ngira papa lo kan yang datang? Ck! Aneh lo, juga papa lo kalo datang pasti langsung masuk, yakali segala isi tekan bel, kan ini rumahnya," ucap Calista panjang lebar dengan tepat menebak apa yang terjadi, tapi bukannya menjawab, Devan malah memutar bola matanya, malas mendengar ucapan Calista yang panjang lebar itu.

"Dih, lo di bilangin malah gitu," Calista merasa kesal ketika melihat ekspresi Devan yang malas mendengar ucapannya itu. Devan pun menatap Calista dengan tajam.

"Ya in dah, gue kira papa gue. Ya udah, lo mau apa kesini?" ucap Devan jujur sembari langsung bertanya juga pada Calista.

"Gue ma-" ucapan Calista terpotong ketika baru menyadari ada sesuatu yang berbeda di wajah Devan.

"Ini? Kok lebam?" tanya Calista khawatir sembari menyentuh ujung bibir Devan dan juga pipi Devan, Devan yang mendapat pertanyaan itu dan juga merasakan sentuhan tangan Calista di wajahnya pun langsung menepiskan tangan Calista secara lembut.

Devano Dan Takdirnya || Revisi S1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang