5. Ada yang beda

149 13 9
                                    

Lanjut.....

~Hidup hanya sekedar perjalanan singkat sebelum menuju kematian~

Pagi sudah tiba, mentari juga sudah bersinar dengan terangnya untuk menyinari bumi. Tampak Devan yang kini sudah rapi dengan seragam sekolahnya, tapi sepertinya ada yang kurang menurut Devan, hemm apa ya? Ah itu dia, bekas luka lebam di ujung bibir dan juga pipi nya, Devan harus menyembunyikan bekas luka lebam itu. Devan pun mengambil bedak di dalam lemarinya lalu menggunakannya di sekitar bekas luka lebam nya, ini dia lakukan supaya teman-temannya tidak pada bertanya tentang apa yang terjadi pada dirinya.

"Sip, udah," ucap Devan ketika sudah selesai menutupi bekas luka lebamnya, caranya menutupi bekas luka lebam itu sangat baik, sangat terlihat benar-benar natural seolah dirinya tidak menggunakan bedak, mungkin ini karena dirinya sudah biasa melakukannya.

"Hadeh, andaikan gue ga di pukul, gue ga bakalan seribet ini sebelum ke sekolah," ucap Devan dengan perasaan yang sedikit kesal karena dirinya selalu saja harus melakukan hal ini sebelum berangkat ke sekolah, sangat membuang-buang waktu.

Devan meletakkan bedak nya tadi ke dalam lemari lagi, lalu beralih mengambil kunci motor di atas nakas nya, setelah itu dia berjalan menuju keluar kamar. Setiap berangkat sekolah Devan pasti sangat santai dan tenang melewati ruang tamu karena papa nya sudah berangkat kerja lebih dulu setiap harinya sebelum Devan berangkat sekolah. Itu sebabnya Devan merasa aman, karena jika papa nya ada dia akan terluka dan jika papa nya tidak ada dia akan tenang, aman tanpa cacian juga pukulan dari sang papa.

Setelah melewati ruang tamu, kini akhirnya Devan sudah berada di garasi, dia mengambil motor kesayangannya untuk digunakannya berangkat sekolah. Devan menarik gas nya secara perlahan supaya motor nya mau melaju keluar gerbang, lalu langsung menarik gas nya lagi hingga kecepatan motor nya kini sudah maksimal.

***

Sesampainya di sekolah, seperti biasa nya, Devan selalu bertemu dengan Vano di parkiran, karena mereka memang selalu ke dalam sekolah bersama, ah iya jangan lupa dengan Calista juga, walaupun dirinya diantar oleh supir pribadi nya untuk ke sekolah, tapi dia selalu menunggu Devan di parkiran juga bersama Vano. Setelah Devan selesai dengan urusan motornya, mereka bertiga pun langsung berjalan ke dalam sekolah.

Di lorong sekolah sudah terlihat sangat ramai, banyak siswa yang sedang berdiri, berjalan bahkan mengobrol disana. Tapi ada satu hal yang seharusnya kalian tau, Calista terus memandangi wajah Devan, seolah-olah sedang meneliti sesuatu. Devan tidak sadar akan hal itu, tapi Vano jelas sadar sekali, karena jika dikatakan, dirinya memang sudah memperhatikan tingkah diam Calista sedari tadi. Di pikirnya, Calista selama ini tidak pernah diam, apalagi jika mereka bertiga bersama, tapi kali ini? Kenapa dia diam?

"Weh, lo kenapa ngelihatin Devan mulu?" tanya Vano kepada Calista hingga membuat Devan menyadari pandangan Calista yang mengarah pada dirinya.

"Woy Calista, jalannya di depan bukan di muka Devan," ucap Vano lagi ketika Calista tidak juga melepas pandangnya dari wajah Devan.

"A-ah? Apa?" tanya Calista bingung, mungkin dirinya tidak menyadari ucapan Vano saking fokusnya melihat wajah Devan.

"Gue ganteng ya, Lis?" Kini Devan yang bertanya dengan sedikit menggoda Calista karena dari pertanyaan pertama Vano dirinya sudah langsung menyadari tatapan Calista padanya.

"Hah? Mak-"

"Alah, gue tau gue ganteng, tapi ga usah sampe gitu juga kali ngelihatinnya," ucap Devan memotong ucapan Calista dengan percaya dirinya hingga membuat Vano terkekeh kecil .

Devano Dan Takdirnya || Revisi S1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang