Part 43

8.7K 379 48
                                    

Wajah Fayni kembali memerah, saat mengingat peristiwa beberapa menit yang lalu. Ia diam mengamati sang kekasih yang tengah menelpon seseorang. 

"Duduk di sini, sebentar lagi makanannya datang," ujar Revan mengajak Fayni duduk di sofa yang ada di ruangannya. 

Fayni bergerak mengikuti Revan. "Kamu saat tidak ada jadwal di rumah sakit, berarti berada di tempat ini?" 

"Hmm."

"Kapan kamu istirahat?"

"Aku punya waktu tidur yang cukup, tidak perlu khawatir."

"Tapi hidup tidak hanya tidur dan kerja, Van. Kamu bukan robot."

"Memang bukan, Fay."

"Kamu butuh refresing, melakukan hal apapun yang kamu suka."

"Saat ini aku sedang merefesh otakku, Fay, dan berapa menit lalu sedang melakukan kegiatan kesukaanku," ujar Revan dengan nada lirih diujung kalimatnya, hal itu berhasil membuat wajah Fayni memerah. 

"Aku serius."

"Aku juga tidak sedang bercanda."

Suara ketukan pintu mengintrupsi pembicaraan mereka." Masuk," ujar Revan tegas. 

Sosok wanita cantik dengan tubuh bak model muncul dari balik pintu. Wanita itu memberi senyum sopan. "Ini makanannya."

"Letakan di meja."

Fayni  mendelik tajam ke arah Revan, ia merasa tidak enak dan langsung bergerak mengambil makanan yang dibawa wanita cantik itu. "Terima kasih," ucap Fayni sopan, wanita itu menganguguk dengan senyum tak kalah sopannya. 

"Cantik, sopan, dengan senyum menawan."

"Apa?"

"Gadis yang mengantar makanan ini."

"Jangan mulai, cepat makan!"

Meski sedikit mendumel, Fayni tidak membantah Revan, gadis itu mulai menyantap makanan lezat di hadapannya.

"Kamu tidak makan?"

"Aku tadi sudah makan."

Fayni hanya mengangguk sambil mengunyah makanan. Namun tatapan gadis itu tidak beralih dari sang kekasih yang kini tengah melihat tablet canggihnya.

Memikirkan lelaki ini besok turut hadir di acara keluarganya, mendadak Fayni teringat sesuatu. Fayni segera meletakkan alat makannya, segera ia meneguk air mineral, berharap dapat membantu meringankan ketegangan, ia tahu bahasan yang akan ia utarakan terbilang sensitif.

"Van...," panggil Fayni pelan.

"Hmm...,"

"Kemungkinan besok kita bertemu papa."

"Lantas?" Revan meletakan tablet canggihnya dan menatap Fayni dalam.

"Aku hanya cemas."

"Apa yang kamu takutkan?"

"Banyak."

"Jangan pikirkan apapun, untuk mendapatkan restu orang tuamu itu tugasku."

Mata Fayni terbelalak tak percaya, Revan akan mengatakan hal itu. Kali ini, ia harus percaya pada ucapan lelaki ini, dengan segenap hati membuncah ia merengkuh Revan. Lelaki datar itu membalas pelukan Fayni tidak kalah eratnya.

"Aku akan mendapatkan restu orang tuamu!" Apapun caranya.

Tentu saja Revan tidak akan mengutarakan pada Fayni cara yang ditempuh untuk mendapatkan restu papanya.

Bring My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang