Berbeda dengan Arkan yang pulang sekolah langsung ngantor sepulangnya Sena, ia langsung mandi dan beres-beres rumah yang hari ini cukup berantakan. Ibunya belum pulang sore ini, mungkin akan lembur. Sena hanya perlu membereskan ruang tamu dan dapur yang terdapat beberapa sampah dan cucian. Setelah itu, ia berniat membuat nasi goreng untuk menu makan malamnya hari ini.
"Di kulkas ada bahannya nggak ya?", gumam Sena sembari membuka kulkas.
Ternyata ia masih beruntung. Di dalam kulkas terdapat beberapa siung bawang-bawangan yang bisa dipakai dan cabai rawit yang sepertinya sebentar lagi akan layu. Bergegaslah ia mengambil cobek untuk mengulek bumbu nasi goreng.
Saat sedang asyik dengan kegiatan memasaknya, dering telepon di ponselnya menghentikan gerakan tangannya. Diambilnya ponsel tersebut dan tertera nama orang yang meneleponnya.
Arkan is calling...
Setelah berdehem sebentar, ia mengangkat telepon tersebut.
"Halo?", sapa Sena.
"Lo udah dirumah kan?", sahut Arkan di seberang sana.
"Udah, lo?", tanya Sena balik.
"Udah. Na, kalau misal ada orang yang mencurigakan di sekitar lo, langsung bilang sama gue ya. Kunci pintu dan pastikan kalo ada orang yang mau bertamu, lo kenal atau enggak. Kalau enggak, gausah dibuka", terang Arkan panjang lebar.
"Emm oke. Tapi, kenapa lo tiba-tiba aja bilang begitu?", tanya Sena yang terpikirkan alasan mengapa Arkan menelponnya semalam ini hanya untuk mengingatkan dirinya hal seperti itu.
"Gapapa, udah dulu ya",
Tut
Telepon diputuskan sepihak oleh Arkan. Sena yang masih bingung hanya menatap ponselnya dalam diam. Tumbenan sekali Arkan meneleponnya. Biasanya jika hanya ingin tanya kabar, Arkan memilih untuk mengiriminya pesan daripada menelpon.
"Dia kenapa?", gumamnya sambil meletakkan ponsel.
Sena kembali melanjutkan aktivitasnya yang tertunda. Mengulek bumbu dan langsung membuat nasi goreng simple ala dirinya. Setelah bumbu ditumis sampai harum, Sena memasukkan dua butir telur. Lanjut di orak-arik dan dimasukkan nasinya. Setelah itu tinggal disesuaikan rasanya, kalau Sena sih suka nasi goreng pakai kecap ya.
"Emm enak", ucap Sena setelah mencicipi masakannya.
Sekarang dia piring nasi goreng sudah tersaji di meja depan televisinya. Ia berencana untuk menelepon ibunya. Sena ingin bertanya kapan kira-kira ibunya pulang, mana tau nanti kemalaman jadi nasi gorengnya dingin kan bisa dihangatkan terlebih dahulu.
Terlihat di layar ponselnya tertera tulisan memanggil. Padahal tidak biasanya ponsel ibunya seperti ini. Saat panggilan kedua, ketiga dan seterusnya, tetap saja tulisannya memanggil. Firasat Sena langsung jelek tentang hal ini. Bergegas ia mengambil sweater untuk dikenakan. Ia berencana menyusul ibunya di tempat laundry.
Sena juga membawa tas selempang kecil untuk membawa ponsel dan sedikit uang. Mana tahu keduanya diperlukan nanti. Berjalan menyusuri gang kecil di daerah rumahnya, perlu 10 menit sampai di jalan raya. Ia bingung harus bagaimana. Malam-malam begini pasti tidak ada angkot sebagai alat transportasinya. Sena juga tak bisa jika harus menggunakan ojol bolak-balik kesana kemari. Uangnya tidak cukup.
Hingga akhirnya ia memutuskan berjalan menuju jalan raya yang lebih ramai lagi. Disana ada banyak pada anak-anak yang sekedar menongkrong atau sedang mabar. Banyak juga siulan laki-laki dipinggir jalan yang membuat telinga Sena risih. Padahal ia sudah memakai pakaian selonggar mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA SENA [END]
Ficção AdolescenteSena Putri Renjana, gadis pendiam dari SMA Garuda. Takdir menggariskan ia untuk bertemu dengan laki-laki Badung dan freak bernama Arkan Eliano Hartas, cucu pemilik sekolah mereka. "Lagi ngintip apa lo?", tanya Arkan dari arah belakang. Bagai adega...