26

128 58 3
                                    

Kalau Sena sedang ketawa-ketawa sama Erigo, saat ini Arkan sedang duduk diam di pinggir danau yang letaknya tak jauh dari rumahnya. Suasananya sepi, hanya ada beberapa orang yang sedang piknik bersama keluarganya.

Pikirannya saat ini terpaku pada Sena. Ia sudah bolak-balik memikirkan bagaimana cara agar ia bisa memberi tahu yang sebenarnya kepada Sena. Sebaik apapun Arkan menuruti bangkai, baunya pasti akan tercium juga.

"Gue kudu gimana argh", decak Arkan mengacak rambutnya.

Saat matanya tak sengaja menatap ke arah danau kecil di depannya, Arkan menatap anak kecil yang sedang lari-lari ke arah danau tersebut tanpa pengawasan orang tua. Arkan berdiri panik, anak itu semakin dekat ke danau. Padahal walaupun dikiranya tenang, danau itu sangat dalam. Untuk seukuran orang dewasa saja kalau tidak bisa berenang bisa tenggelam begitu saja.

"Heh bocil!", teriak Arkan berlari ke arah anak itu.

Grep gubrak

Suara badan yang berbenturan dengan tanah berdebum cukup keras. Arkan mengerang perlahan, kakinya yang baru dioperasi kemarin malam terasa nyeri. Belum lagi punggungnya yang membentur kerasnya tanah, sepetinya aman muncul memar besok pagi.

"Huwaaa", anak kecil di depannya menangis kencang. Membuat Arkan mau tak mau beranjak dari acara rebahannya.

Ternyata anak perempuan. Rambutnya dikepang sepanjang bahu. Kulitnya putih bersih, dan ada noda kemerahan di hidungnya. Tanda jika anak ini sudah menangis sejak beberapa saat lalu.

"Huwaaa mama", tangis bocil itu semakin menjadi.

Arkan panik. Ia belum pernah kontak fisik secara langsung dengan anak-anak. Adik saja ia tidak punya, apalagi anak-anak seumuran bocil ini?

"Eh cup cup, jangan nangis dong. 'Kan gue udah nyelametin lo", ujar Arkan sambil berdiri membopong bocil perempuan itu.

Tangannya mengayun pelan. Setidaknya Arkan tau jika ada anak kecil menangis, mereka suka digendong ayun seperti ini. Bingo! Tangisan bocil ini berangsur mereda, digantikan wajah bingung menggemaskan yang sedang menatap intens ke arah Arkan.

"Mama kamu mana?", tanya Arkan sedikit lebih lembut daripada tadi.

"ALISYA!", jerit suara perempuan dari arah belakang. Sepertinya ia adalah ibu bocil bernama Alisya ini.

"Kamu darimana aja sayang?", tanya perempuan 30an awal dengan wajah khawatirnya.

Melihat sang ibu yang khawatir, Arkan bergegas menyerahkan Alisya ke ibunya. Bocil itu hanya cengengesan tanpa merasa bersalah sedikitpun kepada ibunya.

"Kamu darimana aja?", tanya ibu itu lagi.

"Tadi abis main, ma. Telus ada om ini talik aku bial nggak ke danau", sahut Alisya cadel.

Sekarang Arkan yang diliputi kekhawatiran. Takut kalau Alisya mengada-ada cerita atau ibunya salah paham akan cerita putrinya. Belum sempat menjelaskan, sang ibu sudah tersenyum lebar dan memberinya ucapan terimakasih.

"Terimakasih ya mas. Udah mau nolongin Alisya. Umur segini emang lagi aktif banget, mamanya aja sampe kehilangan jejaknya dia", ucap ibu itu tertawa pelan.

"Eh iya bu tidak apa-apa. Lain kali lebih diperhatikan ya, soalnya danau disini dalem Bu", sahut Arkan seadanya.

"Iya mas, terimakasih ya", ucap ibu tadi sambil berpamitan.

Baru saja sang ibu membalikkan badan, Alisya terlihat menatap ke arah Akran sambil menyengir lebar. Arkan yang tak paham maksud bocil itu, ia hanya bisa mengerutkan kening heran. Saat sadar apa yang Alisya tunjuk, Arkan langsung membungkam mulutnya yang nyaris mengumpat. Ternyata bocil itu sudah mengompolinya.

CERITA SENA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang