Setelah kejadian kemarin, Sena tetap mengikuti kegiatan pembelajaran seperti biasa. Latihan musik juga seperti biasanya. Tanpa Arkan. Semua anak musik juga sudah tahu dan memahami keadaan mereka. Anak-anak juga sudah memutuskan untuk menampilkan lagu yang sama meskipun akhirnya Sena menjadi vokalis satu-satunya.
"Na, katanya besok bazar band lo mau tampil ya?", tanya Raisa saat Sena baru duduk di kursinya.
Ya, sejak kejadian voli dan Sena yang berantem dengan Ego minggu lalu, Raisa, Tania dan juga Zulfa menjadi lebih dekat dengan Sena. Sena juga merasa nyaman dengan kehadiran mereka. Raisa dan kawan-kawan bukan tipe anak yang suka membully atau yang berteman hanya karena ada maunya. Jadi, hal ini membuat Sena lebih nyaman bersama dengan mereka.
"Iya, kalian kok tau?", tanya balik Sena.
"Kemarin liat ada poster di mading", sahut Zulfa.
"Denger-denger si Arkan juga ikut ya?", lanjut Raisa dengan wajah mupengnya.
Sena terdiam. Bingung harus menjawab apa. Masalah Arkan ini saja belum terselesaikan sepenuhnya secara internal. Masa iya, dirinya harus kasih tau ke temannya?
"Arkan nggak ikut kok, kan dia bukan anak musik", elak Sena mencoba mencari alasan.
"Tapi kemarin gue liat dia ke ruang musik pas hari Rabu. Emang dia nggak ikut latihan?", sahut Raisa tak mau kalah.
"Pas itu cuma minjem gitar. Udah ih kan bentar lagi mulai pelajarannya, pagi-pagi udah ngomongin orang aja", usir Sena yang tak mau ditanyai lebih lanjut.
Raisa hanya mencibir pelan. Baginya, Sena cukup mencurigakan jika ditanyai tentang Arkan. Padahal kemarin dirinya melihat Arkan masuk ke ruang musik sebelum Sena dan ia tak melihat Arkan bergegas keluar. Tapi, Raisa tetap menghormati privasi Sena dengan tidak memaksanya menceritakan yang tidak seharusnya diceritakan.
Lima menit kemudian, guru matematika masuk ke kelas mereka. Pelajaran dimulai dengan khidmat, banyak anak yang mencermati, tidur dan juga makan di pojok kelas. Sungguh aduhai sekali kelas XI MIPA 2 ini.
Di kelasnya, Arkan sedang duduk diam. Kedua temannya hanya menanyai alasan kenapa kemarin tidak berangkat. Arkan juga cuma menjawab seadanya. Ia memutuskan untuk menjaga jarak dengan Sena. Hal ini demi kebaikan Sena agar tidak diikuti terus oleh orang suruhan neneknya.
"Lo nape dah? Muka ditekuk mulu kek buku matematika", cibir Marko memulai percakapan.
"Diem lo", sahut Arkan singkat.
"Ni kunyuk satu sariwan ya, Den? Singkat amat jawabnya kaya hubungan gue sama dia", Marko memang ahlinya mencairkan suasana.
Raiden menganggap bahunya acuh. Ia tidak mau terlalu ikut campur dengan urusan Arkan. Lagipula, Arkan itu anaknya keras kepala. Susah dibilangin, jadi ya mending di diamkan aja sebelum Arkannya yang tanya-tanya duluan.
"Abis ini pelajaran apa?", tanya Arkan.
"Biologi, lo mau cabut?", tanya Marko.
Arkan menggelangkan kepalanya. Kakinya beranjak keluar menuju perpustakaan. Ia tak membawa buku biologi. Dengan inisatifnya yang tumbenan muncul, Arkan bergegas mencari buku biologi di rak bagian sains dan teknologi. Saat sedang serius mencari buku, badannya tak sengaja menyenggol tubuh mungil seseorang. Tenang, ini bukan Sena kok.
"Aduh! Maaf ya, gue nggak liat", yang disenggol siapa yang minta maaf malah anak ini.
Arkan berbaik hati mengulurkan tangannya untuk membantu gadis itu berdiri. Tingginya kurang-lebih sama seperti Sena. Hanya saja gadis ini berambut pendek, dan memakai kacamata. Nametag nya bertuliskan Keisya Anindita P. Sepertinya masih kelas X, soalnya seragamnya masih terlihat baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA SENA [END]
Fiksi RemajaSena Putri Renjana, gadis pendiam dari SMA Garuda. Takdir menggariskan ia untuk bertemu dengan laki-laki Badung dan freak bernama Arkan Eliano Hartas, cucu pemilik sekolah mereka. "Lagi ngintip apa lo?", tanya Arkan dari arah belakang. Bagai adega...