BAB 2

6.5K 568 15
                                    


Jeno selesai mandi, tubuh tegapnya kini dibalut kaos hitam dan celana selutut. Nampak cocok di tubuh kekarnya. Ia berjalan ke arah ranjang dimana renjun menggulung dirinya. Tatapan jeno jatuh kepada sepiring nasi yang terlihat tak banyak disentuh.

Ia mendecak kesal, 7 bulan mengenal renjun, jeno jadi tau kalau renjun adalah sosok yang rapuh. Namun ada satu lagi, sifat renjun yang menjengkelkan. Ia rapuh, namun keras kepala dan susah diatur. Itu membuat jeno susah untuk mengambil tindakan agar tak menyakiti si mungil.

Ia menarik pelan selimut itu, namun renjun menahannya. "Jangan. . ." suaranya nampak bergetar, membuat jeno bertanya-tanya apalagi kali ini? Apalagi kesalahannya hingga renjun membalut seluruh tubuhnya dengan selimut.

Jeno memilih duduk disamping ranjang, mengusap lembut kaki jenjang renjun yang tertutup selimut. "Bangun dan makanlah, aku tidak akan mengganggumu. Sebaliknya, jika kau tak segera bangun dan tetap keras kepala tak mau makan, aku akan melakukan sesuatu yang membuatmu menyesal" jeno kembali menarik sedikit selimut itu, hingga menampakkan surai renjun.

Surai lembut itu jeno kecup lama, kemudia poni yang menutupi dahi mulus si manis ia sibak. Kembali, kecupan sayang ia sematkan di dahi si manis. "Maafkan aku membuatmu takut akan tindakanku, angel. Tapi kau harus tau, aku tidak akan pernah melakukan itu kepadamu. Aku tidak mungkin menyakitimu disaat aku begitu mencintaimu" jeno berujar dengan wajah yang begitu dekat dengan renjun, hingga ia bisa melihat bagaimana binar indah itu bergetar.

Renjun, memberanikan diri menatap balik iris gelap jeno. "Bohong. . . kau tidak akan melakukan itu jika mencintaiku, kau. . . hanya iblis yang tak punya hati. Jangan menyebut kata cinta seolah kau tau artinya. . ." suaranya bergetar, menahan rasa takut saat iris jeno mengeluarkan tatapan bengisnya.

Jeno tidak tahan, renjun meragukan cinta jeno tanpa tau apa yang jeno rasakan. Ia bahkan tak pernah mengalah atau membujuk seseorang. Tapi untuk renjun, jeno melakukannya. Hatinya terasa sakit saat renjun sakit ataupun saat melihat iris indah itu menjatuhkan airmatanya. Jeno sebisa mungkin menghindari agar tak menyakiti renjun, walau susah.

Tapi renjun tak menghargainya. Jeno tau, renjun ketakutan atas kesalahan yang ia lakukan, tapi kenapa submisive itu begitu keras kepala bahkan hal yang menyangkut kebaikan dirinya sendiri. Ia tak mau makan, dan terus menangis hingga membuatnya jatuh sakit. Padahal jeno sudah tak berlaku kasar, atau menyakitinya lagi. Itu membuat jeno merasa sia-sia menahan diri untuk tak menyakiti renjun, pada akhirnya renjun tetap menolak cintanya.

Jeno, bukan seseorang yang sabar, apalagi dalam hal mencintai yang belum pernah ia rasakan. Cintanya untuk renjun begitu menggebu-gebu dan berkoar, tidak bisa jeno tahan. Ia tidak sesabar itu untuk menunggu renjun membalas cintanya, apalagi si manis begitu  keras kepala dan seolah buta akan perhatian dan kelembutan yang jeno beri.

Selimut itu jeno tarik sepenuhnya hingga tubuh mungil itu terlihat dengan balutan piyamanya. "Baiklah, mari wujudkan apa yang kau pikirkan sayang. Aku iblis yang kejam bukan? Maka kau akan mendapatkan itu" jeno menyukai paha renjun yang begitu halus dan pas saat ia remas, jeno juga suka saat memandangnya. Oleh karena itu, bebargai macam piyama yang renjun pakai, tetap dengan bawahan celana pendek. Kain satin, begitu pas membungkus tubuh renjun. Celana piyama itu hanya menutupi setengah paha itu, Membuat jeno dapat menjangkaunya dengan mudah.

Tubuh renjun mulai bergetar, namun amarah jeno yang dipetik membuatnya lupa sesaat apa yang ia lakukan. Ia lupa bagaimana usahanya meluluhkan renjun selama ini, jika ia sampai ia mengulanginya, entah sekeras apa jeno harus berusa kembali, jeno tidak mengingat itu.

Kedua tangan renjun jeno satukan diatas kepalanya. Rahang kecil itu ia cengkram pelan, bibir manis yang menjadi candunya ia cium. Lidahnya bermain lihai diatas bilah lembut si manis, menghisapnya dengan kuat hingga membuat tubuh renjun semakin bergetar ketakutan.

Kedua pipi gembil renjun ditekan oleh tangan besar itu, hingga mulutnya terbuka. Si dominan langsung memainkan lidahnya di dalam hangatnya mulut sang kekasih hati.

Lidah itu ia belit, kemudia mengabsen deretan gigi rapi si mungil hingga tubuh yang ia kukung menggeliat ribut. Jeno mencumbu bibir manis itu dengan begitu lihai hingga submisivenya kewalahan. Ia selalu menahan diri, agar Tidak bertindak jauh seperti yang lalu-lalu. Namun gairahnya selalu terbakar saat bersama renjun, susah untuk jeno menahannya. Apalagi, renjun yang begitu keras kepala.

Ciuman itu ia lepaskan, hingga isakan renjun terdengar. "Haruskah aku melakukannya lagi? Sayang, aku selalu menahan diri sekuat mungkin. Tapi kau sangat menggoda dan selalu mengujiku" jeno memperhatikan wajah pias renjun, kekasih hatinya itu menggeleng pelan.

"Tidak? Tapi kau mengatakan aku kejam, tidak punya hati, bukan begitu? Jadi tidak masalah bukan jika aku melakukannya lagi?" pipi renjun yang basah jeno elus pelan, tatapannya begitu tajam seolah siap memangsa renjun saat itu juga. "Kau tidak percaya bukan, jika hatiku ini berdetak kencang untukmu, kau hanya menganggap ini hanya kegilaanku, bukan begitu sayang?" tangan mungil berhiaskan tanda lahir itu jeno kecup.

"Maaf. . . tolong jangan paksa aku. . . aku akan menuruti semua perkataanmu"  suaranya tersendat-sendat. Wajahnya benar-benar terlihat memohon kepada jeno. Ia sudah cukup takut dengan semua yang ia lihat, rasanya berada dalam dekat saja dengan jeno membuatnya tidak nyaman. Renjun benar-benar tak ingin jeno kembali melakukan itu kepadanya.

Jeno meneguk ludahnya kasar, ia sudah berjuang jauh agar renjun tidak terlalu takut kepadanya setelah beberapa hal yang dilihatnya. Ia tak ingin menghancurkan semua itu, tapi renjun yang keras kepala selalu membuatnya tak bisa menahan diri.

Jeno menyingkir dari tubuh yang masih bergetar itu, ia membawa tubuh renjun ikut duduk kemudian memeluk tubuh mungil itu. Renjun akan memberontak, namun jeno berujar tajam "jangan bergerak, aku hanya memelukmu" renjun diam, ia membiarkan jeno mengusap bahu sempitnya dan mencium pucuk kepalanya. "Jangan takut kepadaku, aku bersumpah tidak akan pernah memperlakukanmu seperti mereka. Jadi, menurutlah dan jangan bertingkah. Maka kau akan merasa bahagia disini" jeno berujar dengan tangan yang terus mengusap punggung renjun.

Submisive didalam dekapannya terkekeh, namun air matanya tak berhenti turun. "Aku——tidak akan pernah bahagia hidup disini" ia kembali terisak. Rahang jeno mengeras, renjun benar-benar keras kepala. Perkataannya selalu menguji jeno.

Namun si dominan berusaha sabar, walau sangat sulit untuknya tetapi tetap ia coba. Demi renjun, agar suatu saat renjun sadar betapa jeno mencintainya, dan renjun dapat menerima semua itu.

Jeno melepas pelukan mereka, menakup wajah renjun dengan tangan besarnya. Wajah renjun selalu sembab, jeno benci melihatnya. "Perhatikan kata-katamu sayang. Walau aku mencintaimu dengan sangat, tapi aku Tidak tau kalau kedepannya aku bisa menahan diri dengan mulutmu yang kadang susah diatur" jeno mengecup sekilas bibir bengkak itu lalu menggigitnya.

"Sekarang makan" jeno berujar tegas, ia tetap disana, memperhatikan renjun makan seolah akan menguliti si manis jika ia berhenti menyuapi makanan itu kedalam mulutnya.

Renjun makan dengan lambat, adanya jeno semakin mempersulitnya menelam makanan itu. Renjun berusaha untuk tidak muntah. Ia menghabiskan setengah dari piring makanan itu. "Aku. . . sudah tidak kuat" ia menoleh ke arah jeno yang kini berada disamping kirinya, bersandar pada headboard ranjang dengan laptop dipangkuannya.

"Kalau begitu sudah cukup, letakkan di nakas dan minun susumu" renjun menurut, ia melakukan yang jeno minta kemudian berbaring memunggungi si dominan.

Jeno menghela nafas, ia ikut berbaring dan menarik pinggang renjun agar berbalik kearahnya. "Berapa kali harus kukatakan, aku tidak suka dipunggungi" tubuh mungil itu ia rengkuh, kembali mengusap lembut pinggang ramping renjun. "Tidurlah, maaf untuk hari ini. Tidur yang nyenyak, setidaknya besok kau harus lebih baik"

Andai renjun tau, meminta maaf bukan hal yang biasa jeno lakukan. Apalagi untuk hal sepele semacam persoalan perasaan, tapi jeno berusaha sebisa mungkin untuk Membuat renjun nyaman didekatnya. Dengan segala cara.


















Lagi males, segitu aja. Jangan lupa voment, maaf kalo ada typo

devil's cage | Noren [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang