BAB 7

6.1K 746 119
                                    

Renjun dan jeno sudah sampai di santorini. Keduanya sekarang sedang menikmati makan malam di hotel yang menjadi pilihan mereka selama menghabiskan waktunya disantorini.

Jeno tak dapat menahan kurvanya, ketika renjun makan dengan lahap. Ekspresi submisive cantik itu juga terlihat lebih cerah, tidak seperti biasanya. Sejenak jeno berpikir, mungkinkah selama ini memang secara sepenuhnya cara ia memperlakukan renjun salah?

Berbulan-bulan renjun hanya terkurung di mansionnya, seharusnya jeno sadar lebih awal siapapun akan depresi jika dikurung terlalu lama. Ditambah jeno benar-benar membatasi pergerakan renjun, sampai sebuah handphone pun tak ia beri kepada si manis.

Tetapi jeno punya alasan untuk itu, ia takut renjun berusaha melarikan diri, walau jeno bisa saja kembali menemukannya dengan mudah.

"Sepertinya makanan disini benar-benar seleramu ya? Kau tidak pernah makan selahap ini saat di mansion" tangan jeno terjulur, menghapus sedikit jejak saus di bibir renjun. Namun belum bersih, si manis malah memundurkan kepalanya, memilih mengambil tisu dan membersihkannya sendiri. "Tidak bisakah terima saja sentuhanku? Aku hanya ingin membersihkan bibirmu" karna kembali lagi, selalu saja sikap renjun berhasil menyentil ego jeno.

"Aku bisa sendiri, dan ingat kembali bahwa aku tidak menyukai saat kau menyentuhku"  jawabnya ketus. Renjun masih tidak menyukai jeno, ia masih enggan bersama dominan itu. Namun renjun berusaha terbiasa, agar ia tak menjadi gila. Terlebih, sekarang nafsu makannya meningkat, renjun pun tak tau kenapa. Oleh karena itu ia bisa mengabaikan jeno dan kembali makan dengan lahap.

Jeno terkekeh kecil, "galak sekali" jeno ikut melanjutkan makan, sembari sesekali mencuri pandang kearah renjun.

Saat piring renjun bersih, jeno kembali bertanya. "Ada lagi yang kau inginkan? Makanan penutup? Ice cream disini cukup terkenal, mau?" jeno kembali tersenyum saat renjun mengangguk. Tak apa, setidaknya ia sudah maju selangkah.

Suasana hati jeno cukup baik, tak salah ia memilih membawa renjun bersamanya. Jeno harap, ini menjadi awal baik untuk hubungannya dengan simanis.

Walau renjun masih ketus dalam berujar, juga wajahnya yang dibuat sinis, tapi beberapa kali jeno menangkap binar bahagia dimata renjun. Itu cukup membuat jeno senang. Jarang pula jeno bisa menikmati waktu berdua dengan renjun tanpa pertikaian.

Setelah makan malam, jeno berpamitan sebentar untuk menemui mitra kerjanya, sementara renjun langsung menuju kamar hotelnya. Mengganti bajunya, ia bersantai sejenak. Membuka pintu kamar dengan desain kaca yang didepannya terdapat kolam renang dengan kursi santai.

Renjun mendudukan diri sebentar disana, menikmati indahnya santorini dimalam hari. Laut dibawah sana terlihat indah, dihiasi lampu-lampu yang menerangi. Tak bohong, walau ia membenci jeno, tetapi ia cukup senang dibawa ketempat impiannya, apalagi setelah sekian lama dikurung dan tak dapat melihat dunia luar.

Renjun merebahkan diri di kursi santai tersebut, menikmati sejuknya angin malam yang berhembus pelan. Malam ini begitu sempurna, bahkan bintang-bintang pun bertebaran. Seolah melarang renjun untuk bersedih.

Perasaannya bercampur aduk, renjun bertanya-tanya apakah yang terjadi padanya ini mimpi atau bukan. Bisakah ia kembali kepada kehidupannya yang lalu, mengejar gelarnya, pergi makan-makan di pinggir jalan dengan teman kuliahnya selesai mengerjakan tugas kelompok, bekerja paruh waktu, apakah renjun bisa mengulang itu?

Takdir sangat lucu, disaat renjun sudah menerima hidupnya yang sebatang kara dan harus berjuang sendiri, tiba-tiba jeno malah datang.

Siapa yang tak bahagia hidup dalam kekayaan dan kemewahan. Tapi segala perlakuan jeno, membuat renjun bersumpah ia akan lebih memilih kehidupannya yang lama.

Renjun tak pernah seketakutan saat melihat sosok anak yang sudah menjadi temannya dibunuh dengan keji didepannya. Terlebih ia harus tidur dengan si pembunuh itu setiap malam. Didalam otaknya pun, sudah tertanam kalau jeno itu adalah seorang pembunuh. Pekerjaan jeno adalah membunuh, renjun tak ingin hidup dengan dominan seperti itu.

Namun, hatinya yang kosong, tak mungkin tak tersentuh dengan janji manis serta segala usaha jeno. Kadang renjun melupakan siapa jeno, dan terpengaruh dengan kata-kata dominan itu. Seperti saat ini, ia sangat ingin berterimakasih kepada jeno, karna telah membawanya ketempat impiannya.

Pikiran renjun bercabang, antara benci, juga ingin menerima jeno.

Ia terus melamun, menikmati angin yang membelai lembut wajahnya. Ombak dilaut seolah menjadi lulabi penenang, mengantarnya kepada tidur indah.

Ketika renjun terlelap, beberapa saat kemudian jeno masuk. Cukup terkejut ketika jeno melihat renjun tertidur diluar, ia buru-buru menghampiri. Namun melihat renjun yang tertidur begitu nyenyak, membuat jeno diam untuk sesaat. Ia duduk didepan renjun, cantik sekali. Renjun terlihat sangat nyenyak tidurnya, tak terganggu dengan angin yang membuat rambutnya melambai-lambai.

Jeno bawa tangannya untuk membelai pipi halus renjun, mengagumi paras indah yang membuatnya jatuh cinta berkali-kali. Waktu mungkin akan terasa berhenti, jeno tidak menyadari seberapa lama ia bermain-main dengan pipi renjun, mengagumi renjun terus menerus.

Ketika renjun merasa pipinya dibelai sesuatu yang hangat, renjun merasa nyaman. Hangat, renjun tak ingin itu hilang. Irisnya perlahan terbuka, tangannya ikut menggenggam tangan yang berada di pipinya.

Jantung jeno mulai bergemuruh hebat. untuk pertama kalinya, renjun menatapnya tanpa binar permusuhan, atau binar takut. Submisive itu menatapnya dalam, membuat jeno tak tau harus berbuat apa.

"Aku membencimu tapi, terimakasih untuk hari ini, aku bahagia" matanya kembali ia tutup, menggenggam tangan jeno dengan erat. Renjun tak tau apa yang merasukinya, namun ia menuruti kata hatinya, mengabaikan logikanya.


Jeno tersenyum lembut, menyusupkan lengannya dibawah lutut dan leher renjun, menggendong renjun untuk ia bawa masuk. Ketika renjun menyandarkan kepalanya di dada jeno, si dominan tak dapat menahan kurva nya yang otomatis kembali tertarik.

Direbahkannya tubuh renjun diatas ranjang empuk itu, jeno melepas jam tangannya, jasnya, kemudian sabuknya. Tiga kancing teratas kemejanya juga ia lepaskan, sebelum ikut merangkak keatas tempat tidur, menyusul renjun.

Mata si manis terpejam. Renjun tak sepenuhnya tidur, namun ia benar-benar mengantuk. Ia masih menyadari ketika jeno naik keatas ranjang, sampai ketika dominan itu mulai melumat bibirnya.

Lembut, pergerakan jeno diatas bibirnya sangat lembut, membuat renjun ikut terbuai. Renjun menerimanya, membuka mulutnya hingga jeno menjelajah lebih dalam. Entah kenapa, itu sama sekali tak mengganggu tidur renjun, ia malah semakin mengantuk karna ciuman lembut jeno.

Suara kecipak basah terdengar ketika jeno melepas bibir renjun. Ia tersenyum, membelai halusnya surai renjun.

Ikut berbaring disamping si manis, tubuh itu ia tarik kedalam pelukannya, hingg renjun benar-benar tenggelam dalam kehangatan tubuh jeno.


"Aku sangat mencintaimu, renjun"
























300Vote, baru update lagi, sama komen jangan lupa. Terimakasihh bagi yang sudah mau menunggu cerita ini.




















devil's cage | Noren [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang