BAB 13

2K 390 72
                                    

Haloo, selamat sore. Aku update lagi nih🙌

Boleh minta vomentnya gak sayang?
Kalau komennya lebih banyak, besok aku update lagi.

Selamat membaca 💗














Dua hari, dan renjun belum bangun dari tidur cantiknya. Ia masih setia menutup matanya, membuat dominan yang menaruh kebahagiaan padanya panik bukan main.

Untungnya, jeno memilih tertidur disamping renjun malam ini. Karena ditengah malam renjun membuka matanya. Ia menatap atap langit kamar rumah sakit itu, termenung lama. Tangannya mencoba meraba perut, tapi tak bisa. Tangannya susah sekali digerakkan.

Renjun merintih kesakitan, sugesti akalnya yang berpikir negatif, takut bayinya sudah meninggalkannya. Mengingat bagaimana perutnya di injak tanpa henti. "Tolong..." ia menoleh kesamping, dimana jeno tertidur damai sambil memeluk pinggangnya.

"Hiks... Tolong" suara renjun lirih, sebab itu ia kesusahan membangunkan dominan disampingnya.

Bagusnya jeno memiliki kepekaan yang cukup tinggi, merasakan pergerakan kecil disampingnya, matanya langsung terbuka. Ia sedikit bangun, untuk menelik apa yang salah dengan renjun. "Ada yang sakit? Dimana, sayang?" jeno bertanya khawatir. Tapi hatinya lega renjun sudah sadar.

"Bayi——bayinya..."

Jeno tertegun, bahkan disaat renjun baru bangun yang ia ingat adalah bayi yang dikandungnya. Tangan jeno meraih pipi renjun, mengusap air mata yang membasahi. "Dia baik-baik saja" ia menunduk, mengecup penuh sayang dahi renjun.

Renjun bernafas lega, matanya tertutup, berusaha menghilangkan rasa sesak di dada.

Jeno memperhatikannya, bagaimana mulut renjun terbuka kecil untuk bernafas susah payah, tangannya yang berada diperutnya, seperti ingin memastikan bahwa buah hatinya aman.

"Maaf..."

Bukan dari mulut jeno, tapi dari mulut renjun. Si submisive sedang meminta maaf atas kesakitan yang mungkin mendera sang anak.

Itu telak menampar jeno. Harga dirinya jatuh, bagaimana pun anak didalam kandungan renjun ada karena dirinya. Seharusnya jeno yang melindungi renjun dan anaknya. Tapi ia malah dihadapkan dengan kenyataan bahwa renjun mati-matian melindungi bayi itu sendirian.

Jeno menyentuh kelopak mata renjun. Hati-hati sekali, takut sentuhannya melukai renjun lagi. Bodohnya, jeno takut sentuhan kecil melukai renjun, tapi ia tak sadar diri saat mengkasari renjun. Jeno lupa, tangannya pernah menampar renjun, mencekiknya, bahkan mendorongnya dengan keras.

Mata renjun terbuka, kelopak matanya bekerja keras agar si cairan bening tak semakin tumpah. "Kenapa... Katamu dia tidak bisa bertahan. Tapi mereka menginjaknya sangat keras dan dia masih bertahan. Kenapa kau sangat membenci anak ini sampai berbohong kepadaku dan mencoba membunuhnya terus menerus... Dia juga anakmu. Kau yang berulang kali menyetubuhiku bahkan saat aku menolak"

Jeno meneguk ludahnya susah payah, dalam jarak dekat ia bisa melihat redupnya iris kesukaannya.

Renjun terluka, itu pasti. "Kau masih ingin membunuhnya?" tanya renjun susah payah. Tangisnya pecah setelah itu, ia menangis sampai kesulitan bernafas.

Bibir renjun bergetar, ia bawa tangannya untuk menutup mulutnya agar tak terlalu berisik ditengah malam.

Jeno peluk hati-hati tubuh yang lebih mungil darinya. "Diamlah, jangan menangis seolah aku sedang menyiksamu" terkutuklah mulut jeno. Akhibat kehidupan yang keras, watak yang dingin, ia menjadi tak tau caranya menenangkan seseorang.

devil's cage | Noren [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang