Sesungguhnya Aaron sama sekali tidak ada niat untuk melakukan hal ini. Akan tetapi dia tidak bisa tidur dan kepalanya malah terus memikirkan Will.
Malam itu jam sudah menunjuk pukul 10 lewat 7 menit. Aaron berada di atas kasurnya dengan kaus terangkat hingga ke dada. Dalam posisi tiduran, Aaron melepas celananya, mendorong dengan kaki sampai benda itu benar-benar terlepas.
Di keadaan kamar yang remang-remang. Aaron mendesah pelan, mulutnya terbuka dan matanya terpejam. Tangan kiri laki-laki itu memegang penisnya yang sudah menegang utuh, sementara tangan kanannya menjadi bantalan kepala.
Aaron mengerang, berdeham, suaranya mengisi kamar yang dilingkupi kesunyian. Sekali lagi dia mendesah.
Dengan gerakan lembut, Aaron mengocok penisnya. Genggaman tangan kekar itu naik turuk, meremas pelan. Aaron menggigit bibir dalamnya, membungkam desahan yang selama beberapa menit awal menari-nari di udara.
Meskipun agak gelap, Aaron bisa merasakan bila sebuah cairan baru saja menyentuh tangannya, mengalir dari lubang di ujung sana. Lekas Aaron melumuri cairan itu pada batang penisnya, yang tak sampai satu menit kemudian sudah kering kembali.
Lagi, Aaron mendesah, napasnya menderu, jantungnya berdegup agak kencang. Hingga sensasi itu akhirnya muncul. Kali ini tangan Aaron mengocok sedikit lebih kuat, mulutnya mengerang, dan tak lama kemudian sperma menyembur keluar mengotori perut hingga tempat tidurnya, sangat banyak, sangat kental. Aroma yang khas langsung menyapa indra penciuman Aaron, tetapi lelaki itu tidak menghentikan gerakan tangannya.
Penis itu masih mengeras, dan Aaron belum merasa cukup. Dengan tangan yang berlumuran sperma, lelaki terus mengocok penisnya, mengerang, mendesah, menyebut-nyebut nama Will hingga beberapa menit kembali terlewati. Lalu untuk kedua kalinya cairan itu keluar, mengalir dari ujung penis mengotori tempat tidur.
Lelaki itu tampak ngos-ngosan. Dia meremas penisnya, mengurut pelan hingga sperma kembali keluar. Tangan kanan Aaron yang bersih meraba nakas, menyalakan lampu tidur hingga kamarnya tidak seremang sebelumnya. Aaron mendecak kesal ketika melihat tempat tidurnya yang terciprat banyak sperma, dia merutuk.
"Sial."
***
Selepas membersihkan diri dan tempat tidur, Aaron berniat membuat kopi dan menonton televisi sebentar. Akan tetapi kopi di apartmennya ternyata sudah habus, dia lupa meminta Marrisa untuk mengirimnya kembali.
Oleh sebab itu, Aaron memilih pergi ke kafe yang berada di bawah. Seingatnya, kafe itu buka 24 jam. Jadi seharusnya masih tersedia kopi di sana.
Saat tiba di kafe tersebut, suasana sepi langsung menyapa. Barista laki-laki yang melihat kedatangan Aaron langsung menyapa dengan senyuman ramah.
Aaron menyebutkan kopi pesanannya, membayar, kemudian duduk di salah satu meja yang berada di pojok, bersebalahan dengan kaca yang menghadap ke arah lobi.
Sejenak lelaki itu menikmati suasana kafe yang cukup nyaman, terlebih lagi dia satu-satunya pengunjung malam itu. Tak lama kemudian kopi pesanan Aaron tiba, diantar langsung oleh baristanya. Sesaat Aaron menghirup aroma kopi itu sebelum meminumnya, kemudian menatap lagi ke arah lobi yang tampak sepi tanpa ada 1 orang pun.
Dari posisi Aaron duduk, tidak hanya lobi, lift juga masih dalam jangkauan mata, dan Aaron melihat nomor di atas pintu yang berubah-ubah, menandakan akan ada penghuni lain yang berada di dalam lift itu, dan hendak turun. Namun saat lift terbuka, tubuh Aaron sedikit menegak, matanya tak lepas menatap seseorang yang baru saja keluar dari lift dengan langkah-langkah cepat.
Will, mau ke mana dia malam-malam seperti ini. Terlebih lagi, kelibatan terburu-buru.
Karena hal itu, tentu saja Aaron tindak menghabiskan kopi pesanannya. Dia memilih mengikuti Will yang langsung naik ke boncengan ojek online yang ternyata sudah menunggunya.
Namun sepertinya semesta sedang memihak pada Aaron, dia kala laki-laki itu bingung ingin mengejar Will dengan apa—karena tak mungkin dia kembali ke apartmen untuk mengambil kunci mobil, lalu berlari ke basemant. Yang ada Will sudah menghilang, tapi untuknya salah satu penghuni lain di apartmen itu baru saja pulang dari suatu tempat. Taksinya berhenti tepat di lobi, dan Aaron langsung masuk ke dalambnya setelah penumpang sebelumnya telah turun.
"Kejar orang itu, Pak." Aaron menunjuk Will. Tanpa banyak bertanya, supir taxi langsung menambah kecepatan dan mengejar Will beberapa meter di belakang.
Dikarenakan malam hari dan kondisi jalan tidak begitu ramai. Mudah saja membuntuti Will dari belakang, hingga beberapa menit kemudian ojek online yang membawa Will berhenti di depan sebuah tempat yang tidak Aaron sangka-sangka. Klub malam. Dengan berpakian biasa saja (piyama yang ditutupi jaket abu-abu) tentu saja Will datang ke sana bukan untuk senang-senang. Dia pasti hendak menemui seseorang.
Aaron turun dari taxi setelah membayar ongkos perjalanan. Dia mengikuti langkah Will masuk ke dalam klub malam itu setelah melewati pemeriksaan singkat oleh 2 penjaga yang berdiri di depan pintu masuk.
Selama beberapa detik Aaron kehilangan jejak Will ketika tiba di dalam. Aroma parfum, rokok, alkohol dan keringat berpadu menjadi satu. Suara bising dan kondisi remang-remang jelas membuat Aaron kesulitan untuk menumakn Will, tetapi akhirnya figur yang dia cari ditemukan, sedang membungkuk di tengah-tengah kerumunan. Will sedang membantu seseorang berdiri.
Dirga. Ya, dia Dirga. Will datang ke tempat ini untuk menemuinya. Dengan susah payah Will merangkul Dirga sambil meringis karena berat, Dirga yang mabuk dengan wajah bonyok hanya bergumam tidak jelas, sama sekali tidak ada niat untuk bangun dan pergi dari te.oat itu. Will kelihatan kesulitan mengimbangi bobot Dirga. Beberapa kali dia terjatuh dan akhirnya dibantu pengunjung lain untuk berdiri.
Dengan langkah-langkah pelan dan wajah meringis, Will hendak membawa Dirga keluar dari klub malam, melewati Aaron tanpa menyadari kehadiran laki-laki itu. Di luar, ternyata ada seseorang yang menunggu. Aaron bisa melihat wajah orang asing itu yang tidak kalah bonyok seperti Dirga. Apa keduanya habis berkelahi?
Tanpa diduga, ketika Willa berdiri di tepi jalan untuk memesan taxi, orang asing itu menarik bahu Dirga dengan cukup keras yang mana membuat Will ikut terjatuh ke aspal. Orang asing itu menampar wajah Dirga yang tidak berdaya, Will buru-buru menengahinya. Tapi orang asing itu tidak peduli. Dia menonjok wajah Dirga tanpa ampun, menyalurkan pembalasan dengan hal yang sama seperti yang diterimanya tadi.
Aaron tidak bisa tinggal diam dalam posisi ini. Jika ia tidak bertindak sekarang, Will yang menjadi penengah bisa menjadi sasaran juga, atau minimal kena tonjok. Namun ketika Aaron berlari hendak mendatangi perkelahian itu, si orang asing yang kesal karena Will berusaha menarik tubuhnya menjauhi Dirga, mendorong Will dengan kasar sampai terjatuh ke jalan. Will siap bangkit kembali, tapi kejadian tak terduga berjalan begitu cepat. Sebuah mobil menabrak Will sebelum pemuda itu betul-betul bisa berdiri.
Seketika suara jeritan orang-orang yang melihat terdengar menggema. Aaron mematung sekejap, tetapi tubuhnya langsung bergerak cepat mendatangi Will yang terpental beberapa meter. Orang-orang langsung berkerumun, satu dua tanpa diminta lekas menghubungi ambulan. Tangan Aaron gemetar, dia menyentuh pipi Will yang berlumuran darah. Mulutnya kesulitan untuk bicara, bahkan untuk menyebut nama Will.
Semuanya berjalan begitu cepat. Ketika ambulan datang, Aaron ikut masuk ke dalam, menemani Will yang tidak sadarkan diri dengan kondisi menyedihkan.
***
Tenang, ini bukan ending. Malah bisa dibilang ini masih pertengahan😭
Masih jauh endingnyaa.
Tapi setelah ini bakal masuk ke era baru🤩
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy Effect [BXB 21+]
Random[BXB, 21+] Tepat di hari kepergian ibunya, William Shin dihampiri seorang laki-laki asing bernama Aaron Ramsey. Laki-laki itu menunjukkan sebuah email kepada Will yang ternyata dikirim oleh ibunya beberapa bulan lalu. Email itu berisikan sebuah perm...