Chapter 6 [NEW VERSION]

7.2K 263 7
                                    

Setelah berkunjung ke kamar Will layaknya malam-malam kemarin, Aaron berniat untuk tidur karena besok ia harus datang ke kantor seperti hari-hari biasanya. Namun untuk malam ini, Aaron sudah tidak bisa menahan gejolak yang sejak tadi memenuhi pikirannya, sehingga laki-laki itu merebahkan diri di tempat tidur sesudah menanggalkan semua pakaiannya.

Tubuh Aaron yang sexy telanjang bulat sekarang, mengekspos perut kotak-kotak serta dadanya yang bidang. Ia terlentang di kasurnya yang berselimutkan seprei berwarna broken white. Sementara itu, tangan kirinya yang berotot sudah mengambil ancang-ancang dengan menggenggam penis besarnya yang mengeras dan meninggi.

Suara mendesah laki-laki itu lantas terdengar beberapa saat kemudian, memenuhi kamarnya yang sunyi ketika secara perlahan, tangannya mulai mengocok penisnya dengan penuh kelembutan.

"Will...." Aaron mengucapkan nama itu, nama seseorang yang selalu memenuhi kepalanya, nama seseorang yang sangat ingin Aaron cumbu sejak pertama kali ia melihat sosoknya.

Jika awalnya dengan kelembutan, kini tangan Aaron berusaha mengocok penisnya dengan kuat dan tempo yang agak cepat. Beberapa kali ia berhenti sejenak untuk meludahi telapak tangannya agar mendapatkan sensasi licin ketika benda yang sudah mengeluarkan cairan bening itu terlihat semakin menegang ketika dikocok.

Dengan mata terpejam, Aaron membayangkan bila sekarang penisnya sedang dihisap dengan mulut Will yang mungil dan sedang dijilat dengan lidahnya yang begitu lembut.

Aaron makin mempercepat gerakan tangannya ketika sensasi puncak yang ia tunggu-tunggu hampir tiba. Laki-laki itu sedikit menaikan bokongnya ketika dengan cepat sperma menyembur tinggi dan jatuh mengenai perut serta dadanya.

Beberapa saat ia mendesah sambil mengurut pelan penisnya yang masih mengeras. Walaupun begitu, Aaron harus menyudahi kegiatannya dengan bangun dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi. Sebab ia benar-benar harus segera tertidur, karena besok masih menjadi hari wajibnya untuk datang ke kantor.

***

Tidak seperti pagi-pagi sebelumnya yang datang tepat waktu, pagi ini Aaron sedikit terlambat karena memiliki tugas baru. Yaitu mengantar Will ke sekolah.

Ketika sampai di ruangannya, Aaron langsung disambut dengan ramah oleh sekretarisnya yang baru bekerja bersamanya selama beberapa bulan ini, dia bernama Maya. Selain bekerja dengan Aaron, Maya juga seorang ibu beranak satu. Anaknya perempuan berusia 10 tahun dan selama Maya bekerja, dia dititipkan di rumah neneknya.

Tak lama setelah Aaron melepas jasnya dan menggantung di sangkutan yang tak jauh dari kursi, suara pintu yang diketuk beberapa kali terdengar, lalu muncul seorang laki-laki berusia 28 tahun yang sejak pertama kali perusahaan Aaron berdiri di negara ini, sudah menjabat sebagai Direktur Pelaksana.

"Pagi Mr. Ramsey," sapa Johan—si Direktur Pelaksana. Di tersenyum cerah sembari membawa berlembar-lembar kertas yang akan diberikan kepada Aaron.

"Pagi, Joh."

Selama beberapa saat, Aaron dan Johan membicarakan soal pekerjaan yang akan mereka selesaikan hari ini. Setelah Johan mengerti dengan apa saja tugas-tugas yang ia dapatkan, laki-laki itu berpamitan dengan sopan dan keluar dari ruangan Aaron.

Tak lama kemudian, Maya masuk dengan sebuah iPad di dalam pegangannya. Ketika sudah berdiri di depan meja Aaron, ia langsung memberitahukan kegiatan apa saja yang harus Aaron lewati hari ini. Salah satunya adalah undangan makan siang oleh salah satu direktur perusahaan yang bekerjasama dengannya.

Biasanya, Aaron tidak akan meminta Maya untuk merubah jadwal yang sudah disusun oleh sekretarisnya itu, akan tetapi hari ini, ia punya urusan baru yang sampai hari-hari berikutnya akan terus ia jalani.

"May, mulai hari ini saya hanya akan bekerja sampai pukul tiga sore. Jadi saya tidak menerima jadwal apa pun di atas jam tiga sore," kata Aaron.

"Baik, Mr. Ramsey," balas Maya tanpa banyak bertanya. Dia sudah mulai menyusun kembali beberapa jadwal di hari berikutnya yang berada di atas jam 3 sore. Setelah mengonfirmasikan lagi jadwal-jadwal tersebut kepada Aaron, wanita berusia 31 tahun itu berpamitan dan segera keluar dari ruangan itu.

Aaron yang kini sudah sendirian di ruangannya menyandarkan punggung ke sandaran kursi, lalu menatap ke langit-langit ruangannya yang bersih dan terurus. Meskipun banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan, pikiran Aaron tidak bisa teralihkan dari wajah imut Will saat jatuh ketika keluar dari mobil tadi—di depan gerbang sekolahnya, dan dilihat oleh beberapa pasang mata. Will pasti sangat malu.

Puas sudah memikirkan wajah Will, Aaron kembali menegakkan tubuhnya yang kekar. Lalu mulai menatap kembali berkas-berkas yang ada di atas meja, yang harus ia baca dengan teliti. Sekarang, jam pulang kantor adalah hal yang sangat ia nanti-nanti, karena ia akan menjemput Will dari sekolah, dan memiliki waktu yang lebih lama dengan remaja laki-laki itu.

***

5 menit sebelum jam istirahat berakhir, salah satu teman sekelas Will memanggil dari arah pintu kelas yang terbuka. Dia memberitahu Will kalau di gerbang depan ada seseorang yang mencarinya. Awalnya Will tidak bisa menebak siapa kira-kira orang yang datang ke sekolahnya siang-siang begini. Sebetulnya nama Aaron sempat terbersit, mungkin saja dia datang untuk menyampaikan sesuatu karena mereka kan satu rumah. Akan tetapi saat jaraknya makin dekat dengan gerbang di depan sekolah, bukan sosok Aaron yang ia dapati. Melainkan Dirga.

"Ngapain Bang Dirga ke sini?" Will bergumam sendirian.

Ketika Will menyapa satpam yang duduk di dalam pos-nya, Dirga yang tadinya tidak melongok ke dalam sekolah segera menoleh saat mendengar suara Will. Tampangnya masih seperti biasanya, sebelas dua belas dengan Aaron.

"Tangkap, nih." Kemudian Dirga langsung melempar sekantong plastik yang entah apa isinya ke atas—melewati gerbang sekolah yang terkunci. Will segera menangkapnya, dan mengintip isi dari kantong plastik itu.

"Buat gue, Bang?"

"Buat siapa lagi? Masa buat Pak Satpam itu." Dirga menunjuk Pak Satpam yang ada di pos-nya dengan dagu. "Kacamata dari gue kenapa enggak dipakai?"

"Oh, anu ..." Will terlihat mencari alasan. Padahal kenyataan ia tak memakai kacamata itu karena termakan oleh omongan Aaron kemarin, yang berkata kalau kacamata itu tidak cocok di wajahnya.

"Ketinggalan." Akhirnya Will menjawab seperti itu.

Tidak tergambar jelas reaksi di wajah Dirga, sehingga Will berharap laki-laki itu mempercayai ucapannya.

"Ya udah, gue balik ke kampus, ya," ucap Dirga kemudian.

"Makasih, Bang." Will berucap dengan tulus. Namun Dirga tidak menanggapi dan langsung pergi begitu saja dengan motor gedenya yang terparkir di pinggir jalan.

Will kembali ke kelas tepat dengan suara bel masuk yang sudah berbunyi. Saat tiba di kursinya, si bawel Pino langsung bertanya siapa yang mencari Will dan apa isi dari plastik yang Will bawa. Namun untungnya, guru yang akan mengajar telah tiba, sehingga Will langsung bersiap-siap mengeluarkan bukunya tanpa repot-repot menjawab pertanyaan-pertanyaan Pino.

---

Lanjut nggak, nihh?
Jangan lupa vote dan komennya ya

Daddy Effect [BXB 21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang