Will tidak tahu bagaimana caranya apartemen ini dibeli hanya kurang dari 2 jam setelah pemuda itu sepakat untuk tinggal di apartemen pemberian Aaron. Setelah makan siang dan membereskan barang-barang Will yang tersisa di rumah Aaron, keduanya mendatangi sebuah apartemen mewah yang sudah tidak asing lagi. Karena setiap hari Will selalu melewatinya ketika berangkat dan pulang sekolah.
"Tidak apa-apa kan di sini?" tanya Aaron yang menarik 2 koper besar milik Will.
Will mengangguk sembari matanya menjelajah setiap sisi apartemen, yang mulai hari ini akan menjadi tempat tinggalnya. "Terima kasih," ucap Will. Aaron membalasnya dengan senyuman seraya melangkah masuk ke dalam satu-satunya kamar di apartemen itu.
"Saya bantu bereskan." Aaron berniat membuka koper Will ketika pemuda itu masuk ke kamar, tapi Will lekas mencegahnya.
"Aku bisa sendiri ... Pa."
Aaron sempat terdiam hingga dia memutuskan untuk mengangguk.
"Saya tunggu di ruang tengah," kata Aaron.
Will buru-buru menyela. "Papa pulang aja," katanya. "Maksud aku, Papa bukannya harusnya di kantor?"
"Saya ambil cuti hari ini," balas Aaron. "Tapi kalau kamu tidak mau saya ada di sini, okay. Saya akan pergi." Aaron tersenyum, kemudian dia betul-betul pergi dari apartemen itu.
***
Hari ini, tepatnya setelah Will dan Aaron bertemu lagi setelah insiden malam itu, Will merasa bila sifat Aaron sedikit berbeda seperti sebelum-sebelumnya. Laki-laki itu, yang dulunya jarang tersenyum dan terkesan dingin pada Will telah berubah menjadi laki-laki yang banyak tersenyum. Baru sehari saja mereka bertemu, Will sudah berkali-kali melihat Aaron tersenyum. Dan lagi, Will menangkap kebebasan pada diri laki-laki itu, seolah apa yang dia tunjukkan pada Will sebelumnya adalah sebuah tuntutan, tuntutan untuk menjadi seorang ayah yang baik. Sementara sekarang, dia kembali pada dirinya yang belum pernah Will temukan, menganggap Will sebagai orang yang dia cintai, dalam artian berbeda, bukan sebagai anak lagi.
Will menghela napas setelah memasukan semua pakaiannya ke dalam lemari. Dia merebahkan diri di atas tempat tidur super empuk yang tidak kalah dengan kasurnya di rumah Aaron. Tanpa disangka, dia malah tertidur.
***
Malam itu Will terbangun karena ponselnya berbunyi, dia pun tidak sadar sudah tertidur pulas selama berjam-jam. Diliriknya jam yang berada di atas nakas, harusnya menunjukkan angka 7.
Ponsel yang masih menyerukan panggilan Will ambil dari dalam saku, matanya agak menyipit membaca nama yang tertera di layar; Dirga. Will langsung melotot, buru-buru mengangkat panggilan telepon itu.
"Lo di mana?" Suara Dirga langsung terdengar.
"Maaf, Bang, gue lupa bilang ke lo," kata Will. "Tadi ... papa gue jemput, jadi gue pulang."
Perkataan Will tidak sepenuhnya bohong, sebab dia memang dijemput Aaron, hanya saja tidak pulang ke rumah, tapi ke apartemen. Will belum bercerita pada Dirga tentang alasannya pergi dari rumah, seharusnya alasan yang dia sampaikan barusan bisa di terima oleh laki-laki itu.
"Lain kali bilang. Gue cariin lo dari tadi," balas Dirga.
"Maaf, Bang," ucap Will.
"Kalau lo butuh tempat kabur lagi, lo tahu kan harus ke mana?"
Will tersenyum kecil sambil mengangguk, meskipun Dirga tidak melihat. "Makasih, Bang, udah izinin gue menginap di apartemen lo."
"Ya, sama-sama."
Beberapa detik tidak pembicara dari keduanya. Sampai akhirnya Dirga memutus sambungan telepon tanpa berkata apa-apa lagi.
Will berniat untuk mandi setelah meletakkan ponselnya dengan asal di atas tempat tidur. Akan tetapi sebelum dia masuk ke dalam kamar mandi, suara bel terdengar di sepenjuru apartemen.
Sejenak pemuda itu mengintip pada layar di kecil yang tertempel di samping pintu, untuk melihat siapa tamu ya g berkunjung. Namun Will mengernyit sebab dia tidak mengenal siapa yang berada di depan pintu apartemen. Akan tetapi, orang asing itu memakai helm dan membawa tas besar berbentuk kotak, warnanya hijau, dan ada sebuah logo salah satu jasa layanan ketika Will perhatikan dengan seksama.
Akhirnya dia memutuskan untuk membuka pintu, tidak lebar karena dia harus tetap berjaga-jaga.
"Mas Will bukan?" Will mengangguk. Ternyata bukan hanya pada tas, logo jasa layanan yang Will kenal juga berada pada samping kiri dan kanan helmnya. "Saya dari JekFood, Mas. Mau nganter makanan."
Kening Will mengerut. "Saya enggak pesan makanan, Bang."
"Tapi Mas bener namanya Will?" tanya Abang JekFood itu.
"Iya."
Abang JekFood melirik pada angka yang tertempel di depan pintu apartemen Will, menyamakannya dengan alamat yang tertera di aplikasi. "Bener kok nih alamatnya."
Will membaca alamat di layar ponsel Abang JekFood, dan memang alamat yang tertera di sana sesuai dengan alamat apartemennya sekarang.
Tanpa diminta, Abang JekFood itu langsung mengeluarkan sebuah plastik besar berlogo salah satu restoran cepat saji. Laku menyodorkannya pada Will.
"Terima kasih Mas Will, selamat makan."
Will mengangguk, lalu menutup pintu apartemennya sambil bertanya-tanya siapa yang mengirim makanan itu. Sampai dia menepuk keningnya karena menyadari sesuatu.
"Yang tahu gue tinggal di sini, kan, cuma Papa," ucapannya. "Pasti dia yang kirim."
Meskipun niat awalnya dia ingin mandi, tapi karena aroma menggugah yang keluar dari dalam plastik membuat perutnya keroncong, akhirnya Will memutuskan untuk menyantap makanan itu dulu. Ketika dikeluarkan kotak berukuran sedang dari dalam plastik, aroma menggiurkan makin memancing rasa lapar. Saat dibuka, potongan-potongan ayam goreng lantas membuat bibir Will tersenyum girang.
"Selamat makan." Will berseru, kemudian menyibukkan diri dengan santapannya.
***
Will keluar dari kamar mandi dengan wajah kelihatan lebih segar. Pun perutnya sudah terisi penuh. Sayang, ada satu hal yang membuatnya agak kesal. Dia tidak punya sikat gigi. Sikat giginya tertinggal di rumah Aaron, dan dia juga lupa membawa sikat gigi pemberian Dirga yang ia gunakan saat menginap di rumah laki-laki itu kemarin.
Alhasil, setelah selesai mandi, Will memutuskan untuk pergi ke minimarket yang berada di depan apartemen. Selepas mengambil ponselnya yang berada di atas tempat tidur—karena Will berencana membayar sikat giginya via QRIS—pemuda itu keluar dari apartemennya. Namun secara mengejutkan, seseorang juga keluar dari apartemen sebelah yang mana Will sangat mengenal orang itu.
"Papa?"
Aaron agak terkesiap. Sikapnya sekarang mirip seperti maling yang baru kepergok.
"Oh, hai, Will," balas Aaron. "Jadi ... em ...."
Tidak perlu dijelaskan pun Will sudah tahu; Aaron tinggal di apartemen sebelah. Meskipun tidak tinggal di rumah yang sama lagi sesuai keinginan Will, nyatanya laki-laki itu malah menjadi tetangganya. Will menghela napas, kemudian balik kepada rencana awalnya yang hendak pergi ke minimarket, meninggalkan Aaron yang masih berdiri di depan pintu apartemennya sendirian.
***
Tumben sekali gue update cepat hahaha.
Jangan lupa vote dan komen yaa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy Effect [BXB 21+]
Rastgele[BXB, 21+] Tepat di hari kepergian ibunya, William Shin dihampiri seorang laki-laki asing bernama Aaron Ramsey. Laki-laki itu menunjukkan sebuah email kepada Will yang ternyata dikirim oleh ibunya beberapa bulan lalu. Email itu berisikan sebuah perm...