01

2K 65 3
                                    

Angin sepoi sore ini, menerpa pipi putih mulus milik seorang gadis yang tengah duduk di pinggir rooftop dalam kondisi memejamkan mata serta tangan yang ia tumpukan kebelakang. Beberapa helai rambut bermain nakal di wajahnya seolah, menggoda gadis itu untuk menarik kedua sudut bibir ke atas. Azarin Mekha Juvenus. Begitulah, name tag yang bertengger pada dada bagian kanan kemeja sekolah yang ia kenakan.

Memiliki paras blasteran inggris serta , pewaris tunggal dari keluarga Juvenus pengusaha sukses yang masuk ke dalam daftar, lima belas besar orang terkaya di asia. Tak membuat Azarin menjadi orang yang sombong serta tinggi hati justru gadis itu, tergolong baik dan humoris. Saat ini Azarin bersekolah di SMA Juvenus, sekolah swasta yang mayoritas muridnya berasal dari kalangan elit.

"Arin ngapain lu disono?"  sapa sebuah suara bariton datang dari arah pintu masuk rooftop. Dia, Althaf Rival Danenta. Anak tunggal dari seorang pengusaha batu bara sukses yang memiliki lahan pertambangan, di tiga kota penghasil SDA tersebut. Althaf merupakan pria paling tampan di dalam circle Azarin hal itu di karenakan, Althaf satu - satunya pria dari ketiga sahabat Azarin.

Disana Althaf tak berdiri sendirian , ada Nayla Oktaf. Gadis berkulit sawo matang yang memiliki rambut bergelombang sebatas bahu, alis tebal serta, memiliki wajah oval yang mirip dengan sebutir telur. Dalam circle mereka, Nayla merupakan gadis yang paling waras dan pintar. Berkat kecerdasannya, Nayla tak pernah turun tahta dari peringkat juara umum yang ia pegang sejak duduk di bangku kelas X semester satu. Keluarga Nayla secara turun temurun berprofesi sebagai dokter. Dari mulai kakek, nenek hingga  dua kakak Nayla.

"Kayaknya Arin mau bundir deh, kita samperin yuk Nay."

Mereka bergegas menghampiri Azarin yang masih betah duduk disana tanpa merasa terusik sedikitpun.

Tak berselang lama setelah kepergian mereka, seorang siswi yang mengenakan jepitan kupu-kupu di bagian kiri rambutnya, berdiri di ambang pintu masuk rooftop. Ia membungkuk memegangi lutut dalam kondisi nafas yang ngos-ngosan.

"Arin."

Sontak pupil siswi itu melebar melihat Azarin yang sedang duduk di pinggir rooftop. Tak butuh waktu lama, siswi itu pun kembali berdiri tegap.

"Ariiiinnnn," pekiknya sebelum berlari berniat menghampiri Azarin.

Althaf dan juga Nayla, menghentikan langkah mendengar pekikan gadis itu, mereka menoleh secara bersamaan kebelakang, Althaf mencondongkan kepala ke arah Nayla yang masih menatap siswi itu dalam diam. "bukannya Fani kita tinggal di kelas ya Nay?"

Nayla mengedikkan bahu sebagai gestur merespon pertanyaan Althaf barusan, sebelum kembali melanjutkan langkah meninggalkan Althaf yang masih mematung disana.

"Arin ngapain di situ, kalau ada masalah sini cerita sama Fani. Arin tenang aja, Fani typical pendengar yang baik kok," ucapnya menatap punggung Azarin dengan guratan sedih. "kalau Arin rindu sama Tandu. Kata mama Fani orang-nya bisa di call, bukan disusul dengan cara seperti ini Arin." Dia Syifani Algenanda, anak kedua dari pengusaha tambang emas terkaya yang menduduki peringkat dua puluh besar di indonesia.

Kelopak mata Azarin terbuka secara perlahan, setelah mendengar perkataan terakhir Syifani. Gadis itu memutar posisi duduknya, menghadap ke arah Syifani.

"Berapa kali gue harus ngomong sama lo, kalau gue itu ngga ada hubungan sama dia," protes Azarin mengingatkan Syifani yang entah ke berapa kalinya.

Nayla yang sempat tertinggal dibelakang Syifani, berdiri bersebelahan dengan gadis itu, disusul Althaf yang sejak tadi memilih berjalan mengekori Nayla dari belakang. "Arin. Ngapain lu disitu, buruan turun!" seru Althaf meneriaki Azarin.

"Kalian semua pengen gue turun?" tanya Azarin menatap satu persatu temannya sambil menarik kedua sudit bibirnya ke atas, "boleh. Tapi dengan satu syarat, gendong gue dulu," pinta Arin mengulurkan kedua tangan ke depan.

AZKA :life after marriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang