16

318 26 1
                                    

Seluruh  murid yang berada di dalam ruangan biola, sibuk mengemasi biola yang selesai mereka gunakan, ke dalam tas biola mereka masing-masing, mengingat pembelajaran telah usai lima menit yang lalu.

"Untuk pr dirumah, saya ingin kalian berlatih instrumen the living sculptures of pemberley-from "pride & prejudice" milik Darrio Merianellie. Karna kelas mingdep, kita akan memainkan lagu tersebut tanpa melihat not," ucap miss Letta, guru biola yang berdiri bersebelahan dengan kursi lipat berbahan aluminium yang sejajar dengan music stand book di depan kelas. "bagi yang ngga hafal, siap-siap push-up di depan ini," lanjutnya sambil merentangkan tangan kanan ke udara.

Yahhh~~~

"Ngga bisa gitu dong miss!" seru mereka serempak, kecuali Kaira dan empat  murid miss Letta yang berada di ruangan itu.

"Ngga ada protes," bantah miss Letta. Wanita dengan style rambut bob cut, mengenakan kaca mata frame berbentuk segi empat, serta pemoles bibir berwarna magenta yang terlihat matching di bibirnya. Mengangkat telunjuk ke udara dengan ekspresi tegas miliknya. "untuk pria, push-up lima puluh. Sedangkan wanita dua puluh," final miss Letta.

Miss Letta tak menghiraukan keluhan yang keluar dari mulut para muridnya untuk kesekian kalinya. Wanita tersebut mengemasi kertas-kertas yang berisikan not-not balok yang berada di music stand book, dan memasukkannya ke dalam tas kulit coklat berukuran persegi yang ia sandarkan di kaki music stand book.

"Lo pulang bareng siapa Kai?" tanya Meysa, siswi yang duduk bersebelahan dengan Kaira basa-basi.  Tangan siswi tersebut tetap berkutat mengemasi barang-barangnya ke dalam tas biola, meskipun menoleh ke arah Kaira.

"Naik angkot paling," sahut Kaira tanpa menoleh ke arah lawan bicaranya.

"Angkot? Dimana? Perasaan disini ngga ada angkot," cecarnya menautkan alis.

Segerombolan siswi yang terdiri dari lima orang banyaknya, dan sempat duduk sejajar dengan Meysa menghampirinya. "Eca."

Meysa urung menutup resleting tas biola-nya lalu menoleh ke arah sumber suara. "apa guys?"

"Jadi kita ke gramed?"

Meysa bergumam sambil tersenyum canggung, menatap kelima temannya. "kayaknya gue ngga ikut deh, soalnya mau balik bareng Kaira," ucap Meysa mengacungkan ibu jari kirinya ke arah Kaira di sebelahnya.

"Pergi aja Ca, gue bisa pulang sendiri kok." mereka menoleh secara serempak ke arah Kaira yang telah menyandang tas biola miliknya, "gue cabut dulu," pamit Kaira, menatap satu persatu enam orang siswi yang memusatkan atensi ke arahnya.

"Kai tunggu!"

Kaira tak menghiraukan teriakan Meysa, ia melenggang begitu saja, melewati setiap kursi yang tersusun secara horizontal di ruang biola tersebut.

Setelah kepergian Kaira, kelima teman Meysa berpencar mengitari siswi tersebut. "dia siapa? Besti baru lo?" tanya Dinda, siswi yang berdiri di sisi kiri Meysa.

Meysa menghela nafas kasar, terlihat dari bahunya yang mengendur. Ia kembali kepada kegiatannya yang tertunda, menutup resleting tas biolanya. "dia anak baru di kelas gue."

"Pindahan darimana?" tanya Pelita, siswi yang duduk di kursi yang sempat di tempati oleh Kaira.

"Bandung."

"SMA mana?" tanya Dewi, siswi yang berada di sisi kanan Meysa.

Meysa menyandang tas biola miliknya lalu menatap temannya bergilir. "kalian kalau mau jadi wartawan dadakan, kenapa ngga sama anaknya tadi langsung? Aneh." 

AZKA :life after marriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang