18

342 29 8
                                    

Kaira menutup pintu kamar mereka setelah masuk paling terakhir. "bubu, kamu masih marah ya sama aku?"  ia bergegas menapakan kaki mengekori Azarin yang hampir tiba di depan nakas yang berada di sisi kanan ranjang. "bubu," panggil Kaira lagi, dengan nada yang terkesan merengek.

Setelah mereka mengantar Ana  dan juga Ani, hingga ke teras mansion. Azarin masuk lebih dulu ke dalam, meninggalkan Kaira yang sedang menatap mobil yang membawa Ana dan juga Ani pergi dari mansion. 

"Aku ngga bermaksud ngakuin kamu saudara, di depan kak Ana sama kak Ani pas ngobrol sama mereka tadi bubu. Aku reflek ngomong kayak gitu, karna ke inget omongan kamu dikantin kemaren bubu." Kaira berhenti berbicara sejenak, namun ia masih tetap melangkah ke arah Azarin yang baru saja menutup laci pertama nakas. "tentang kamu yang ngga mau hubungan kita terekspos ke dunia luar," cicit Kaira yang terdengar samar di telinga Azarin.

Setelah mendengar pengakuan Kaira kepada Ana dan juga Ani, di ruang tamu mansion. Azarin tetap memilih bertahan, dan berlagak santai seolah tak terjadi sesuatu. Padahal sebenarnya ia ingin sekali berteriak di depan wajah Kaira sambil mengatakan, 'gue istri lo bego!' 

"Lantas kenapa harus saudara angkat?" tanya Azarin berbalik badan, ia mendapati Kaira yang baru saja berdiri di depannya. 

"T-rus aku harus bilang apa bubu? Saudara kandung? Kita kan ngga sedarah bubu."

Azarin berdecak lalu menyurai rambutnya kebelakang, ia memilih pergi dari sana tanpa sepatah kata. "terserah lo deh."

"Kamu mau kemana bubu?" tanya Kaira memutar arah lalu kembali menapakan kaki mengejar Azarin.

Azarin berhenti secara mendadak, padahal hanya lima langkah lagi, ia akan tiba di depan pintu utama kamar mereka. "gue mau ke minimarket beli rokok." Azarin berbalik badan lalu menatap Kaira yang sebentar lagi akan tiba di hadapannya. "rokok gue hilang soalnya, mama beraksi lagi kayaknya."

"Selama nikah sama kamu, aku ngga pernah lihat kamu megang benda begituan bubu." Kaira memangku tangannya kebelakang, ia terus melangkah, hingga tubuh mereka tak memberi peluang bagi jarak memisahkan. "kamu ngga usah bohong deh, bubu. Ngga berbakat soalnya."

"Ngapain gue bohongin lo, ngga ada untungnya juga sama gue," jawab Azarin mengulum pipi dalamnya. "lagian mulut gue kecut kalau lagi kesel, makanya butuh pelampiasan, kayak rokok misalnya."

Kaira menguliti mata Azarin, mencari kebohongn disana. "kamu bisa melakukan hal positif sebagai pelampiasan, bukan malah lari ke rokok bubu."

Azarin terdiam beberapa detik sebelum kembali bersuara. "kalau itu mau lo,  oke. Mulai detik ini kalau gue lagi kesel, gue ngga bakalan ngerokok lagi. Tapi dengan syarat…." Azarin menggantung ucapannya lalu mencium bibir Kaira dengan memberi sedikit lumatan pada bibir bawah Kaira. "manis," puji Azarin sebelum melakukan hal yang sama untuk kedua kali. 

"Bibir aku bubu?" tanya Kaira menggagalkan aksi Azarin untuk ketiga kalinya.

Azarin berdehem sebelum kembali bersuara. "gue mau ke store  beli ponsel baru," ucap Azarin akhirnya menyebutkan tujuannya. 

"Ponsel kamu cuma retak di bagian layarnya doang bubu, bukan mati total, ngapain di beli lagi?"

Azarin mundur dua langkah kebelakang, memberi ruang bagi mereka.  "menurut gue retak sama dengan rusak." Azarin berbalik badan lalu menapakan kaki melanjutkan niatnya keluar dari kamar.

"Aku ikut."

"No. Gue pergi sendiri."

Kaira tak memperdulikan penolakan Azarin, ia tetap kekeuh pada pendiriannya. 

AZKA :life after marriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang