[3] Alasan Paling Sederhana

94 27 4
                                    

"Akh!" Nathasa merintih pelan saat obat gel itu  dioleskan ke pergelangan kakinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Akh!" Nathasa merintih pelan saat obat gel itu  dioleskan ke pergelangan kakinya.

Sementara Garin diam-diam menahan senyum saat gadis itu duduk di atas brankar dengan pandangan menunduk, lelaki itu memilih duduk di lantai sembari mengobati luka memarnya secara perlahan.

"Makanya kalo ada yang menindas lo itu dilawan. Jangan diem aja. Kalo bisa, lapor ke guru. Mereka bakal respon lo, kok."

Nathasa tertegun, matanya secara terang-terangan menatap bulu mata Garin. "Udah pernah coba, tapi mereka cuma berakhir di mediasi atau paling enggak, ya, di skorsing selama tiga hari. Terus bakal balik lagi ke sikap yang suka menindas. Siklusnya bakal gitu. Makanya gue pasrah. Yang terpenting, gue harus minta maaf, minimal biar empati mereka tersentuh."

Garin selesai mengoles luka memarnya. Lalu menaruh obat ke kotak P3K dengan rapat, lalu matanya mendongak lurus menatap Nathasa dengan mata sayu. "Lo nggak apa-apa?"

Hening.

Nathasa termangu, menatap mata sayunya yang kelewat tenang. Entah kenapa hati yang sudah lama tidak digunakan, kini kembali berfungsi. Perasaan ketika seseorang tengah jatuh cinta, sepertinya Nathasa bisa merasakannya sekarang.

Atau mungkin dirinya cepat-cepat tersadar, bahwa Garin melakukan atas dasar rasa kasihan, bukan semata-mata lelaki itu peduli dengannya. Jadi, Nathasa menggeleng pelan, berusaha menetralkan perasaannya.

"Kepala lo pusing?" Garin bertanya, wajahnya terlihat khawatir. Kemudian bangkit, menaruh kotak P3K di sebelah Nathasa, kemudian mengecek suhu tubuh gadis itu menggunakan telapak tangannya ke dahi. Nathasa tertegun. "Lo demam? Badan lo panas."

"G-Gue nggak apa-apa." Nathasa segera menyingkirkan tangan Garin. "Lo boleh pergi." Dirinya tiba-tiba gugup, salah tingkah.

Garin yang melihat gelagat Nathasa seketika mendengus geli, dan tersenyum tipis. Lalu mengambil kotak P3K dan menaruhnya kembali ke dalam lemari kayu pojok sana.

"Gue pergi," katanya. Kemudian lelaki itu melangkah pergi menuju pintu, sebelum akhirnya sosok gadis tiba-tiba muncul di hadapan Garin dengan wajah khawatir.

"Lo nggak kena pukul, kan?" Yura segera mengecek wajah dan tangan Garin. "Gar—"

"Ra, udah." Garin menurunkan tangan Yura dengan tenang. "Gue nggak apa-apa. Aman."

Yura akhirnya bernapas lega. "Syukur, deh. Gue kira, lo bakal dicegat Hannira!" Lalu melongok ke dalam, dimana Nathasa tengah memperhatikan mereka berdua. Yura tersenyum sembari menyapa gadis itu dengan riang. Lalu duduk di samping Nathasa. "Pasti sakit, ya, dijambak Hannira? Duh, gue mewakili temen sekelasnya Hannira, minta maaf, ya?"

Sementara Garin diam-diam memperhatikan wajah Nathasa yang tersenyum samar, bahkan orang-orang yang tidak memperhatikannya secara detil—mereka tidak akan tahu kalau Nathasa tengah tersenyum.

My Lovely Hero [Gunwook x Eunchae]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang