[4] Hal Paling Masuk Akal Saat Kita Berteman

92 24 0
                                    

Minimal ada sepuluh gosip berbeda setiap kali Nathasa berjalan melewati koridor menuju kelas mengenai sosok bernama Garin Ardana yang sudah mencuri perhatian sekolah ini sejak hari pertama masa pengenalan lingkungan sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Minimal ada sepuluh gosip berbeda setiap kali Nathasa berjalan melewati koridor menuju kelas mengenai sosok bernama Garin Ardana yang sudah mencuri perhatian sekolah ini sejak hari pertama masa pengenalan lingkungan sekolah. Ketika Garin diminta sebagai perwakilan angkatan bersama Harina—teman sekelasnya, lelaki itu sudah bisa memikat hati pada siapapun. Namun, Nathasa tidak pernah ingin tahu dunia Garin itu seperti apa. Dunia Garin itu terlalu berisik dan ramai, sementara Nathasa lebih suka ketenangan —maka masuk akal jika dirinya tidak perlu terlibat ke dalam kehidupan Garin yang berisik.

Tujuan Nathasa kesini hanya ingin hidup normal. Tidak dikenal oleh siapapun, atau lebih baik—Nathasa tidak memiliki teman sama sekali, karena menurutnya people come and go. Nathasa hidup hanya untuk belajar, menguasai waktu yang sudah dimiliki, selebihnya adalah urusan Tuhan.

Mungkin itu yang dipikirkan Nathasa setelah satu minggu bersekolah di sini, sebelum akhirnya Hannira merusak kehidupannya yang tenang karena ia merasa bahwa Hannira tidak mau berhenti sebelum dirinya menang. Seharusnya Nathasa tidak perlu ikut campur mengenai adanya tindakan pembullyan. Tidak seharusnya Nathasa peduli dengan korban-korban yang sudah ditindas oleh Hannira, karena Nathasa paham—manusia seperti Hannira tidak akan bisa diam jika belum menang. Nathasa paham betul sikap-sikap ahli waris dengan segudang harta melimpah, dimana mereka bisa membeli apapun yang mereka inginkan meskipun tidak terlalu dibutuhkan. Kekuasaan mereka yang membuat rasa angkuh untuk bisa menguasai seluruhnya. Karena manusia memang pada dasarnya tidak pernah merasa puas dengan apa yang dicapai.

Jadi kalaupun Nathasa menjadi target selanjutnya, tidak apa-apa. Dia bisa membereskan sendirian dan tidak memerlukan siapapun untuk membantunya berdiri karena Nathasa sudah terbiasa berdiri sendiri sejak ayahnya meninggal, lalu tinggal di panti asuhan sebagai anak tertua di sana. Pukulan dan omongan yang menusuk dari orang-orang tidak berlaku apa-apa bagi Nathasa. Sebab jika dirinya melawan, harga diri si penindas akan merasa hancur, jadi Nathasa biarkan mereka merasa menang —sampai sejauh mana mereka bisa bertahan dengan sikap itu.

Mungkin Nathasa akan bersikap seperti itu, tadinya, sampai ketika Garin dengan kurang ajar mencoba masuk dan mengobrak-abrik prinsip Nathasa —gadis itu menjadi goyah.

Nathasa tidak suka saat orang lain mencoba membantunya. Mungkin Nathasa akan berpikir kalau seseorang membantunya, maka gadis itu bisa bergantung hidup pada orang lain, dan itu yang membuatnya dipandang kasihan oleh orang-orang.

"Nathasa!"

Nathasa terkejut saat seseorang menepuk kedua pundaknya secara tiba-tiba. Ia spontan menoleh ke belakang dengan napas memburu, tangannya memegang erat ujung tali tasnya. Sementara si pelaku mengerjap polos, sama kagetnya saat melihat reaksi Nathasa diluar dugaan.

Koridor pukul setengah tujuh masih terbilang lumayan sepi.

Yura memegang pundaknya dengan raut wajah khawatir, "Sorry. Gue kelewatan, ya?" Nathasa reflek menjauhkan pundaknya dengan tangan Yura, sehingga gadis berambut coklat gelap itu tambah bingung. "Lo nggak apa-apa? Gue tadi panggilin lo tapi nggak nengok-nengok. Lo kayak lagi mikirin sesuatu. Soal kemarin, ya?"

My Lovely Hero [Gunwook x Eunchae]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang