[8] Garis Afirmasi

50 16 2
                                    

Garin melupakan acara makan siangnya, melupakan menu ayam katsu yang sudah terhidang di meja kantin, melupakan jus jambu yang membuatnya menunggu lama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Garin melupakan acara makan siangnya, melupakan menu ayam katsu yang sudah terhidang di meja kantin, melupakan jus jambu yang membuatnya menunggu lama. Kini yang ada dipikiran Garin hanyalah Nathasa. Bagaimana keadaan gadis itu? Apakah Nathasa baik-baik saja atau justru ruam kemerahan akibat pukulan keras membuat gadis itu putus asa?

Keadaan lelaki itu jauh dikatakan sempurna. Pelipisnya sudah diguyur keringat, dasi yang sudah tidak serapi tadi pagi, kakinya sembarang melangkah —menabrak bahu orang-orang yang menghalangi langkahnya di koridor. Garin ketakutan setengah mati, melebihi siapapun yang ingin merebut peringkatnya.

Karena Garin sudah memiliki tujuan lain selain angka, adalah Nathasa Ilona. Mungkin bagi Garin, Nathasa sudah menjadi bagian hidupnya. Jadi kalau Nathasa sakit, Garin juga ikutan sakit.

Sampai langkahnya tiba di depan pintu UKS, Garin mengatur napasnya. Tangan kanannya menyentuh daun pintu yang terbuka, menampilkan sosok Nathasa yang ternyata tidak sendirian di sana. Bersama sosok lelaki yang menjadi alasan kenapa Nathasa harus bertahan hidup. Lelaki yang sama-sama penuh luka, Daniel.

Sorot matanya terlihat putus asa.

Kali pertamanya Nathasa melihat sorot mata itu. Sebelumnya hanya binar cerah yang diberikan oleh Garin. Tetapi kali ini, seolah ada yang tersayat —Nathasa juga ikut merasa sesak.

Lidah Garin terasa kelu untuk mengucapkan sesuatu. Sehingga Daniel yang melihat Garin mematung di ambang pintu seketika mendengus kecil. Mata tajamnya menatap lamat pada lelaki itu, seolah rasanya Daniel ingin memukulnya saja sampai babak belur.

"Chaca nggak lagi pengen ketemu sama lo," ungkap Daniel seketika, membuat Garin semakin bungkam. "Mending urus aja fans-fans fanatik lo. Kalo bisa, sih, edukasi mereka biar nggak seenaknya mukulin anak orang. Manusia kayak lo emang nyeremin, ya?" Daniel mendecih sarkas.

Sementara Nathasa sedari tadi diam, tidak ingin mencerca kalimat Daniel yang mungkin baginya sangat kelewatan, tetapi energinya sudah keburu habis. Maka dari itu, Nathasa hanya memilih diam.

Karena melawan kata-kata anak keras kepala seperti Daniel sama saja bunuh diri.

"Maaf."

Mata Nathasa termangu, pandangannya kini lurus menatap Garin yang menunduk. Seolah lelaki itu memang pantas di hukum. Tetapi bukannya seluruh kehidupan Nathasa itu bukan tanggungjawab Garin? Jadi, rasanya tidak adil jika hanya Garin yang merasa bersalah.

"Gue bakal temui lo lagi, nanti," katanya sembari menatap lurus ke arah Nathasa dengan seulas senyum menyakitkan. "Gue pergi dulu, ya."

Kini Garin benar-benar pergi dari hadapannya. Hanya tersisa Daniel dan Nathasa saja di ruangan ini. Gadis itu selanjutnya menghela napas kasar dan kembali merebahkan tubuhnya di atas brankar memunggungi Daniel yang peka dengan jenis helaan napas itu.

"Gue cuma mau melindungi orang yang mau jahatin lo, Cha. Nggak bermaksud bikin lo jadi renggang gini." Daniel membereskan obat-obatan sisa tadi ke dalam kotak P3K dan memasukkannya ke lemari pojok sana. "Itu juga terserah lo, sih. Kalo kena tonjok Trisha dan kawan-kawan, gue nggak ikut-ikutan lagi. Soalnya udah gue bilangin dari awal, fans Garin itu banyak, sementara dunia lo aja sepi gini. Gue juga bisa kali khawatir sama lo, bukan cuma Garin doang yang bis—"

My Lovely Hero [Gunwook x Eunchae]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang