My Lovely Hero [Gunwook x Eunchae]

[5] Konversasi Sederhana

Garin merebahkan tubuhnya di kasur, sementara tangannya sibuk memutar rubik secara asal karena pikirannya tertuju pada senyum cerah yang dimiliki oleh Nathasa ketika mereka sedang duduk di halte. Entah kenapa, hati Garin selalu menghangat begitu ingatannya berpacu pada satu nama asing dimana Garin tidak bisa memprediksi kalau dirinya akan jatuh cinta di usianya genap 16 tahun.

Waktu kecil, Garin seringkali menonton sinetron percintaan picisan dimana lelaki itu merasa mual saat melihat mereka tengah kasmaran.

Menurut Garin, cinta membuat seseorang menjadi lemah. Mereka selalu hidup bergantungan dan saling membutuhkan, sehingga menjadi individu yang lemah. Seolah mereka tidak punya jati diri karena ingin mendapatkan validitas dari pasangannya.

Atau mungkin sekarang Garin sudah merasakan hal seperti itu. Seolah Garin memaksa untuk masuk dan menguasai kehidupan Nathasa seperti apa. Jadi lelaki itu memutuskan untuk bangun dari kasur, berjalan ke meja belajar, membuka laptop, menarik kursi dan duduk dengan anteng. Matanya terfokus pada layar monitor, sementara jemari telunjuk sibuk menggulir mouse. Jarak yang lumayan dekat sehingga mata Garin terpancar pantulan dari layar laptop.

Grup ini terkenal karena gaya musik metal alternatif yang tidak konvensional dan eksperimental. Selama karir mereka, mereka telah menemukan kesuksesan menggabungkan unsur-unsur heavy metal, hardcore punk, hip hop, pop, funk, dan ska ke dalam suara mereka.

Sepertinya Garin harus memperdalam informasi mengenai band kesukaan Nathasa atau kesukaan gadis itu yang lain.

Secara gaya, musik mereka berkisar dari gelap dan serius, hingga ironis atau lucu, seringkali dengan perubahan drastis dalam tempo dan suasana hati selama lagu. Sifat eklektik band ini sering membuat perbandingan dengan System of a Down.

Jadi ketika nanti bertemu dengan Nathasa, dia tidak kehilangan topik pembicaraan.

Setiap orang memiliki nasib dan tujuan hidup yang berbeda. Namun, tujuan itu yang membuat Nathasa merasa bersyukur karena hidupnya sudah cukup begini saja; tidak muluk-muluk. Bisa bangun tidur tepat waktu, mendapatkan tempat tinggal yang layak, mendapat pendidikan sesuai dengan apa yang diinginkan, dan tidak ada siapapun yang mau mengaturnya —karena tujuan hidupnya hanya untuk merasa cukup.