Selena mengerang pelan merasakan respon tubuhnya yang kaku serta sakit hampir menyerang seluruh bagian tubuhnya. Matanya yang semula tertutup rapat dipaksa terbuka kerena rasa tidak nyaman itu mendominasi hingga kantuknya hilang begitu saja. Selena menyadari penglihatannya terbatas seperti ada yang mengganjal pada kelopak matanya, tangan Selena terjulur naik meraba apa gerangan yang mengganggunya.
Dahinya mengernyit heran merasakan kelopaknya yang cukup tebal dari biasanya. Apa ada yang menggigitnya atau apa? Selena masih linglung. Ia menggeser tubuhnya berniat untuk turun dari ranjang, namun gerakan itu terhenti kala rasa sakit tadi kian terasa. Matanya bergulir menangkap sosok dominan yang tampak gagah berbicara di sana, entah apa yang dilakukannya.
Kemudian sekelebat ingatan terlintas menghantam ingatan Selena. Ia seketika mengerut dibalik selimutnya kala pandangan bertemu dengan Jeno. Lelaki itu masih memasang raut datarnya seperti biasa, namun yang Selena lihat adalah, ekspresi mengerikan yang dia lihat semalaman.
"Jeda sebentar." Ucapnya kepada seseorang di seberang sana.
Selena sontak beringsut mundur melihat Jeno yang beranjak dari duduknya yang kini menatap fokus ke arahnya. Degup jantung Selena berpacu lebih cepat kala telapak tangan Jeno terangkat, Selena memejamkan matanya jika pikiran buruknya benar-benar terjadi. Namun sebuah elusan lembut pada rambutnya membuat mata Selena perlahan terbuka, penasaran dengan ekspresi Jeno.
"Ingin ke kamar mandi?" Sebuah pertanyaan meluncur dari si pewaris Kalingga itu.
Mata Selena berkedip mendapati sorot menenangkan dari mata Jeno. Seolah sorot mata itu melambai-lambai membacakan mantra agar ingatan yang lalu hilang begitu saja. Ini seperti Jenonya. Alasan Selena begitu suka menempel pada Jeno dulu karena Jeno begitu menenangkan dan perhatian padanya walaupun lelaki ini jarang membalas celotehannya.
"Selena."
"Eum?" Selena bergumam setelah sadar dari lamunannya.
"Butuh sesuatu?"
"Kamar mandi." Jawabnya pelan.
Tangan Serena menggenggam erat lengan kemeja Jeno ketika dia sudah dalam gendongan Jeno. Sedangkan matanya terpejam menahan sakit kala bagian tubuhnya tertekan bersentuhan dengan lengan Jeno. Selena akui dia jarang melakukan aktifitas berat, bahkan sekelas olahraga. Jika dia melakukan sesuatu yang menguras tenaga, maka sekujur tubuhnya akan terasa sakit, bahkan untuk berdiri saja dia kesulitan.
Jeno menurunkan Selena hati-hati memastikan Selena bisa menjaga keseimbangannya berpijak dengan benar. Wanita yang meraung-raung semalam ternyata masih sama kacaunya, Jeno jadi enggan meninggalkannya sendiri di dalam sini, takut-takut wanita ini malah jatuh tersandung menghantam lantai.
"Aku ingin mandi. Jadi tolong tinggalkan aku sendiri." Serena berucap dengan suaranya yang terdengar parau. Sungguh menyebalkan, dia tidak suka suara indahnya berubah seperti bebek sakit.
"Aku bantu." Jawaban spontan Jeno yang tidak Selena sangka membuat mata Selena membulat.
"Aku bisa sendiri." Tolak Selena.
"Berdiri saja tidak benar, tapi sok mau mandi sendiri." Ucapan Jeno terdengar mengejek ditelinga Selena.
"Aku memang bisa sendiri. Keluar sana. Dasar tuan pengatur." Marah Selena.
Jeno melepas pegangannya pada sisi pundak Selena tiba-tiba, membuat wanita itu oleng hendak menghantam lantai apabila Jeno tidak cepat menyambar tubuh Selena. Sedangkan Selena memekik kaget berpegangan pada paha Jeno.
"Kau sengajakan?!" Tuduh Selena. Tangan ringannya itu memukul lengan Jeno sekuat yang dia bisa. Sungguh mengesalkan sosok Jeno yang sekarang.
"Berhenti membantah kalau tidak ingin hidup penuh dengan kesialan." Balas Jeno yang semakin memancing emosi Selena.
"Punya dosa apa aku punya suami menyebalkan seperti kau?!" Pekikan Selena menggema di dalam kamar mandi yang luas itu.
~🍃~
Selena mendengus disela kegiatannya menghabiskan makanan atas paksaan Jeno. Bahkan laki-laki itu terus mengawasinya walaupun dia tengah memperhatikannya jalannya rapat yang sempat tertunda tadi. Selena lebih senang kalau Jeno pergi saja ke kantor, untuk apa-apa sok perduli dengannya sedangkan tadi malam wajah datar itu tidak mendengarkan permintaannya untuk berhenti.
Lihat saja, kalau dia sudah bisa berjalan normal Selena akan memberikan pelajaran pada Jeno nanti. Minimal memukul selangkangan lelaki datar itu agar dia tahu rasanya sakit, tidak adil sekali hanya dia yang merasakan. Bagus-bagus kalau Jeno jadi impoten. Rencana buruk Selena sudah tersusun rapi dalam otaknya.
Oh, Selena baru ingat kalau dia mendengar suara Geya juga semalaman. Bagaimana keadaan menantu pertama Kalingga itu? Dia sedikit merasa bersalah karena kelakuannya membuat Geya juga kena imbasnya. Dasar saudara sepupu kurang ajar! Selena punya dendam sekali dengan mereka.
"Tatapan itu bisa membolongi kepalaku." Celetuk Jeno menyadarkan Selena dari pergumulan rasa kesalnya.
Selena melongos tidak mempedulikan ucapan Jeno. Dia memakan cepat semua makanan seperti orang yang tidak makan berhari-hari. Sedangkan dirinya mati-matian untuk menjaga tangannya yang siap kapan saja memberikan pelajaran pada Jeno.
Plak
Namun usaha tersebut sia-sia kala tangan Selena sudah mendarat pada paha Jeno yang bisa dijangkaunya. Setelahnya tatapan dingin Jeno tertuju padanya dengan kilatan membara pada kedua mata yang seolah memakinya. Selena yang tidak mau kalah membalas tatapan itu dengan pandangan yang sama.
Pikiran Selena bahwa mengahadapi laki-laki seperti Jeno ini harus lawan dengan hal yang sama. Kalau tidak dia benar-benar akan terkurung dalam sangkar emas. Mengenyahkan rasa sakit pada tubuhnya, Selena bergerak cepat menarik Jeno menjauh dari layar laptop yang menyala, membuat tanda tanya dari orang-orang diseberang sana.
"Kau sangat mengesalkan, Jen. Aku tidak suka cara kau yang bertingkah seperti laki-laki mesum yang memp*rkosa seorang gadis. Tingkah itu tidak mencerminkan seperti seorang suami, tapi penjahat kelamin." Geram Selena yang menatap lurus pada mata Jeno. Selena ingin Jeno tahu kalau dia kecewa.
Sedangkan tangan Selena di bawah sana naik menyusuri paha hingga sampai pada gundukan yang tampak tidak terlalu besar karena sesuatu dibalik sana dalam kondisi istirahat. Jari jemari lentiknya meremas cukup kuat mendapat geraman tertahan dari si pemilik tubuh.
Dorongan spontan membuat tubuh Selena terbaring di sofa dengan Jeno yang berada di atasnya. Napas Jeno memburu mengantarkan suasana panas namun menegangkan melambung menyelimuti keduanya.
"Jangan membuatku melakukan sesuatu yang membuat kau menangis tersedu-sedu." Bisik Jeno dengan suara beratnya. Sedikit nafsunya terpancing ulah tangan Selena. Wanita ini cukup nakal.
"Lakukan saja jika kau ingin merasakan kulitku yang mendingin, selamanya." Tantang Selena.
Kening Jeno menyerengit berusaha mengartikan maksud dari ucapan Selena.
Dalam hati Selena terkekeh melihat raut kebingungan Jeno. Sebelah tangannya merambat membelai belakang leher Jeno sebelum menarik kepala Jeno untuk menyatukan kening mereka. Jeno memang bertingkah mengecewakan, tapi Selena sadar bahwa laki-laki ini cukup berarti untuknya.
~🍃~
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsessed || JenRina ^ Revisi
Roman d'amourSelena terjebak dalam belenggu lekaki yang tadinya adalah satu-satunya teman laki-laki yang selalu menjadi sandaran Selena, kala dirinya berkonflik dengan kedua orangtuanya maupun para lelaki yang sering menyakiti perasaannya. Dia tampak diam, namun...