"Jev, ke apartemen sekarang. Elsa dalam bahaya jika dia sendirian, aku akan menyusul." Jeno langsung mematikan sambungan telpon tanpa mendengar jawaban dari sepupunya itu. Ia buru-buru memilah dokumen yang berhamburam bercampur menjadi satu. Sekarang sudah jam satu pagi, dan ia tidak yakin kejadian hari ini selesai dengan cepat, sedangkan ada rapat penting sekitar jam sembilan pagi. Rasanya otak Jeno mendidih berkejaran dengan waktu. Urusan dengan wanita memang semelelahkan ini.
~🍃~
Jevian yang masih sibuk di ruang kerja segera melangkah menuju garasi tanpa pamitan dengan istrinya yang sudah tertidur pulas. Lagipula jika ia pamitan juga apa yang akan di katakan nya? Tidak mungkin untuk memastikan keselamatan wanita lain, yang ada dia yang tidak selamat ditangan istrinya.
Mengendari mobilnya dengan kecepatan tinggi membuat ia lebih cepat sampai ke tujuan karena jarak rumah dengan apartemen Jeno hanya sekitar sepuluh menit dengan jalan cukup ramai. Setelah memarkirkan mobilnya dia langsung menuju ke atas dengan otak yang terus menerka apa penyebab bahaya nya? Bodoh sekali Jeno tidak menjelaskan dengan detail, memang menyusahkan.
Pintu lift terbuka Jevian berlari melewati lorong menuju apartemen Jeno yang berada pada bagian agak berada di ujung. Ia langsung saja menerobos masuk tidak memperdulikan ada anak buah Jeno yang berjaga di depan pintu, ia penasaran, sungguh. Mengelilingi bagian lain tidak menemukan ada orang, Jevian langsung menuju kamar. Tidak ada?
Srak!
Tidak bisa mengendalikan tenaganya, Jevian membuka pintu menuju walk in closet dengan cukup brutal, bahkan dia terkejut. Dan lebih terkejut lagi melihat seorang wanita yang menyeringai dikelilingi barang-barang yang rusak di bawah kakinya.
"Ah, diluar ekspektasi. Selamat datang, Jevian."
Sapaan itu membuat Jevian tidak bisa menutupi ekspresi terkejut luar biasa yang melandanya. Sialan kau, Jeno! Umpat Jevian dalam hati.
"Sudah kuduga, ada yang tidak beres dari kalian berdua."
"Aku tahu apa yang kau pikirkan. Kau sedang salah paham, Selena." Jevian menahan emosinya yang mudah tersulut, walaupun ia tidak suka dituduh tanpa alasan yang jelas. Ini bukan ranahnya.
Selena memiringkan kepalanya bingung. "Bukankah apa yang aku lakukan ini normal?"
"Mari bicarakan ini dengan kepala dingin."
"Bagaimana mau berbicara dengan kepala dingin jika wanita yang kalian lindungi itu betah bersembunyi di dalam lemari?"
Jevian menelisik lemari mana yang dimaksud Selena.
"Apakah harus ku seret dia keluar sekarang?"
Brak!
Jevian terkejut untuk yang kedua kali. Sosok wanita yang membuatnya buru-buru datang kemari keluar dari salah satu lemari yang terdapat gunting menancap di kaca. Ia keluar dan langsung berlari bersembunyi dibelakangnya. Kepala Jevian terasa pening, ini bukan situasi yang bagus.
"Hai, Elsa. Kita bertemu lagi." Selena melambaikan tangannya walaupun wajah Elsa tidak tampak dimatanya. "Ini seru." Gumam Selena. Dia berbalik badan mencabut gunting yang masih menancap, menggenggamnya erat.
"Mari kita bicarakan ini. Aku tidak ingin sampai melukaimu." Ajak Jevian dengan nada suara lembut seperti dia membujuk Geya, tidak ingin benar-benar mengangkat tangannya kepada Selena, ia menatap Selena yang terdiam waspada. Apa yang terjadi dengan Selena hingga punggung tangannya terluka?
"Hm, mari bicara." Selena bergumam pelan. Ia berjalan santai melewati Jevian dan Elsa yang meringkuk dibelakang Jevian.
~🍃~
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsessed || JenRina ^ Revisi
RomanceSelena terjebak dalam belenggu lekaki yang tadinya adalah satu-satunya teman laki-laki yang selalu menjadi sandaran Selena, kala dirinya berkonflik dengan kedua orangtuanya maupun para lelaki yang sering menyakiti perasaannya. Dia tampak diam, namun...