"Terkadang senyuman yang kita tunjukan disetiap harinya, bukanlah senyuman bahagia. Melainkan senyuman untuk menutupi luka."
_Elgara Jarelio Samudra_
🥀
Selesai makan malam Elgara segera pergi memasuki kamarnya. Bayangan antara dirinya dan Skara terus saja berputar dikepalanya.
"Kenapa cewek gila itu menuhin pikiran gue terus!" Elgara berdecak kesal sambil berjalan kearah balkon kamarnya.
Pemandangan Kota Jakarta di malam hari memanglah sangat indah, terlebih lagi malam ini begitu cerah. Banyak bintang bertaburan menghiasi langit yang luas, tapi sayangnya, keindahan bintang itu terhalang oleh kecerahan bulan yang bersinar terang dan menarik perhatian setiap orang.
Elgara mengukir senyum tipis dibibirnya, bayangan dirinya dan abangnya dulu kembali terbesit dikepalanya.
"Gue pengen ikut lu bang," gumam Elgara tanpa mengalihkan pandangannya dari langit.
"Kenapa bukan gue aja yang pergi, kenapa malah lu yang pergi." Elgara muak dengan situasi seperti ini, situasi dimana dirinya harus lemah karena masalah rindu yang tak pernah tersampaikan.
Elgara kembali memasuki kamarnya, ia membiarkan jendela kamarnya terbuka agar bisa menikmati indahnya langit malam.
Hari ini benar-benar hari yang paling melelahkan untuknya, hingga akhirnya Elgara memejamkan matanya.***
Dipagi hari buta yang masih gelap Skara sudah siap dengan seragam sekolahnya. Skara sengaja bangun lebih awal agar tidak menyaksikan kehangatan dimeja makan nanti, Skara memilih untuk membuat bekal ketimbang makan bersama dengan Ibu dan saudara tirinya.
"Non mau kemana?" tanya Bi Ratih ketika melihat Skara yang sudah rapih.
"Bibi gimana sih. Kalau aku pake seragam, berarti Skara mau Sekolah." Skara terkekeh menanggapi pertanyaan pembantunya.
"Tapi ini masih pagi, Non." Ucap Bi Ratih sambil melirik kearah jam dinding yang menunjukan pukul 05:30 dini hari.
"Skara minta nasi goreng sama telur ceplok nya ya Bi." Tanpa menjawab Bi Ratih, Skara malah mengalihkan pembicaraan.
Bi Ratih yang tidak mau membuat Skara tertekan karena pertanyaannya pun hanya menuruti permintaan Skara.
"Siap, non." Bi Ratih berjalan menuju dapur untuk membuatkan Skara nasi goreng dan telur ceplok.
Skara duduk di kursi meja makan yang selalu dirinya duduki, tapi itu dulu sebelum Niken hadir dalam keluarganya. Skara mengelus kursi tempat Bunda nya duduk dulu, yang sekarang sudah beralih menjadi tempat duduknya Siren.
"Skara pengen kita kayak dulu lagi." Skara mengukir senyuman palsu dibibirnya. Itu bukanlah senyuman bahagia melainkan senyuman menutupi luka.
Bi Ratih yang sudah selesai membuatkan nasi goreng dan telur ceplok untuk Skara seketika berhenti berjalan ketika melihat Skara yang masih mengelus kursi tempat Bunda dan abangnya duduk.
Ada rasa sakit dihati Ratih ketika mengingat bagaimana manjanya Skara dulu disaat masih ada Bunda dan abangnya. Rumah yang selalu hangat dengan ulah Skara kecil yang membuat kedua abangnya kesal, tapi hal itu malah membuat Sekar tersenyum melihat tingkah anak-anaknya dan membuat suasana rumah begitu hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELGARA
Teen FictionHidup dalam keadaan mental yang sudah rusak memanglah tak mudah. Sering kali kita ingin menyerah, dan mengakhiri diri saja dari pada harus hidup namun tidak pernah dianggap. Ada namun tiada. Begitupun dengan Skara, seringkali ia ingin menyerah deng...