In the city of ours.

345 21 6
                                    


Alarm berdering seolah membangunkan Karina dari mimpi terindah di sepanjang hidupnya.

Dengkuran kecil terdengar samar di telinga, tatkala terlihat gadisnya masih tertidur pulas di dekapan, bahkan sentuhan kulit telanjang masih terasa nyaman disana.

Karina bimbang, meski pagi ini mulai cerah karena hujan sudah reda sejak fajar menguasai langit, pukul sembilan nanti sudah terpatri untuk momentum terbaik bagi karirnya. Kurang lebih setengah jam lagi.

Karina harus hadir di meeting besar ini.

Meski ia bimbang meninggalkan gadisnya begitu saja, karena dia tau kalau kesempatan mereka untuk bertemu lagi akan nol besar.

Mau gak mau, Karina Yu harus pergi dari ruangan penuh cinta ini, project yang udah rampung ia kerjakan seminggu penuh, lebih urgent ketimbang urusan hati.

Begitu lah, pikirnya.

Ia beranjak pelan, melangkahkan kali yang tampak ringan di gerakan menuju toilet, meski ia tahu ada sesuatu yang berat menahan ego nya,

Hati nya.

Kreet..

Suara keran yang berdecit, seiring dengan suara rintikan air yang membasahi tubuhnya dari celah-celah shower, bahkan tubuh telanjang ini tak lagi merasa beku meski di hujani air dingin dari ujung kepala sampai kaki.

Ia menghela nafas dengan berat. Sedikit menjambak rambutnya dengan kasar.
Entah mengapa ia merasa kesal, dan di detik itu juga ia benci pada kerjaan yang mengharuskannya pergi.

Kemana sosok Karina Yu sang workaholic ini pergi?

Tapi takdir harus berjalan sesuai alur, kan?

Ia menatap tubuh telanjang yang sedang tidur terlelap itu dengan seksama, dengan pakaian sisa semalam, dan polesan makeup tipis di wajah, ia menarik selimut tebal itu untuk menutupi tubuh yang sempat ia gauli beberapa jam lalu.

Entah berapa ribu kali ia bersumpah, Giselle ini wanita tercantik yang pernah ia temui.

Sayangnya waktu mereka gak terlalu banyak untuk menempah kenangan.

Karina harus siap, realita sudah menunggunya di depan sana.

Ia kecup kening wanita itu dengan hangat dan lembut, lalu meletakan satu catatan kecil di samping nakas, berharap tatanan angka yang tertera mampu menghubungkan mereka dalam komunikasi jangka panjang, nantinya.

0815xxxxx - K

See u when i see u, Aeri.


...

"Selamat atas promosi nya Karina, saya harap kedepannya performa mu makin bagus" ucap sang senior sekaligus mentor Karina di kantor.

Pria paruh baya itu menepuk-nepuk pundak sang wanita dengan lembut, selembut senyumannya.

Pak Mike, termasuk salah satu orang yang tau segila apa perjuangan Karina untuk karirnya yang cemerlang, ia sudah hafal mati bagaimana gila kerjanya wanita satu ini.

Sementara Karina hanya tersenyum simpul, enggan terlalu merayakan kemenangannya.

Sebab pikirannya masih berkelana jauh, kembali pada ingatan di tiap momen mereka malam tadi.

Tepat sudah tujuh jam berlalu, gawai persegi di tangannya itu tak kunjung menarik perhatiannya, meski jemari nya berulang kali memerika pop up, berharap ada nya pesan masuk.

Bahkan Karina sudah berkali-kali memastikan kalau ia meletakan catatan berisi nomernya tepat di nakas, dan pasti mudah terlihat dengan mata telanjang.

Dalam hati ia masih berdoa, semoga keberuntungan itu masih ada.

When this rain stopsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang