Karina Yu, memejamkan matanya berulang kali meski tangannya sibuk mengetik ribuan kata di keyboard laptopnya. Tepat sudah satu jam lebih ia berkutat dengan layar persegi itu, meski kantuk sudah menguasai, ia tetap harus menyelesaikan setumpuk deadline yang harus ia bawakan di meeting besok. Sebagai pegawai kantoran biasa, tentu harus kerja lebih ekstra keras dari yang lain, Karina ingin memberikan performa terbaik, dia cinta pekerjaannya seperti dia mencintai kucingnya di rumah.Sore ini, hujan yang turun membasahi jalanan setapak di kafe pinggir kota tampak tak kunjung reda, sementara beberapa pasang kaki terlihat kian menetap di caffe yang terbilang kecil ini, mungkin saja berteduh atau sekedar ingin menikmati minuman hangat di cuaca dingin seperti sekarang?
"Boleh aku duduk disini?"
Sebuah suara kecil terdengar gugup, tepat seperti raut wajahnya yang tampak ragu saat memegang satu cup di tangan kirinya, dan tangan lain yang tampak sibuk mengenggam berkas-berkas penting.
Karina mengedarkan pandangannya ke seluruh area kafe yang tampak terisi penuh, ia mengangguk meski agak ragu, kali pertama di hidup untuk sharing tempat duduk dengan orang asing yang gak jelas asal usulnya,meski pada akhirnya ia setuju untuk berbagi area yang ia anggap privasi untuk sekedar menghabiskan sore hari.
"Umm, tentu" jawabnya mantap meski tak kalah pelan.
Wanita bersurai hitam dengan poni tipis yang menutupi setengah jidatnya itu kini duduk tepat di depan nya, Karina tersenyum tipis meski ia berusaha keras untuk menutupi senyumannya saat melihat hembusan nafas berat di diri wanita itu.
Mereka sama-sama diam, tenggelam dalam kesibukan masing-masing meski meja yang lain di penuhi obrolan dan tawa. Tampaknya gemuruh suara hujan dan gelak tawa di meja lain tak menganggu, Karina pun memutuskan untuk menuntaskan pekerjaannya. Toh baginya, project kali ini sangat penting untuk menunjang karir nya.
Meski mencoba fokus, tampaknya gerak tubuh dari seseorang di depannya cukup sedikit mengganggu, sesekali ia mencuri pandang. Perempuan cantik itu tampak sama sekali tak terganggu, ia masih saja tetap fokus mengobrak abrik berkas di tangannya dengan goresan tinta dari pena hitam di tangan kanannya.
Bagaimana seseorang bisa terlihat begitu cantik saat sedang fokus mengerjakan sesuatu seperti ini? Pikirnya.
Matanya kini beralih untuk memperhatikan dengan lekat, baik dari ujung rambut sampai ke ujung kaki, mata kecil serta hidung mancung yang di lengkapi dengan paduan bibir bawah yang sedikit tebal membuat tampilannya tampak sempurna. Bahkan kemeja putih tipis yang dibiarkan menggulung tubuhnya, lengkap dengan dua kancing atas dibiarkan terbuka, membuat semuanya tampak elegan, meski sederhana.
"Ada yang salah dari penampilan ku?"
Tanya Wanita itu kemudian, lengkap dengan satu tatapan penuh curiga kearah Karina.
Hening, Karina hanya mampu mengerjapkan matanya beberapa kali, sebelum benar-benar sadar atas lamunannya.
"Cantik"
Wanita itu kian menyipitkan matanya, merasa ragu dengan tutur kata yang ia dengar barusan.
"Sorry?"
Sialan, pikir Karina dalam hati.
"Bukan, maksud aku gak ada yang salah dari penampilan mu, aku cuma penasaran, kayaknya aku sering lihat kamu beberapa kali"
"Oh.. Mungkin aja, aku lumayan sering kesini selama minggu ini"
Tuhan, syukurlah alasan barusan terdengar masuk akal di banding harus mengakui kalau tatapannya memang tampak cabul untuk memperhatikan seseorang tanpa konsen. Toh, memang benar kalau selama beberapa hari ini Karina sering melihat perawakan gadis di depannya, gak banyak gadis secantik dia di kota ini, Karina bersumpah dalam kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
When this rain stops
RomanceDi tengah guyuran hujan yang semakin deras, Karina mau tak mau harus merelakan malamnya yang panjang bersama gadis yang baru dia temui di sebuah kafe.