02.🧡

238 26 2
                                    

______________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

______________

Hari berlalu begitu cepat, dan apa yang dikatakan Rendra beberapa waktu lalu adalah kebenaran. Komandan Wahyu, benar pindah satuan. Dan besok, seluruh warga Yonko akan menyambut Komandan Batalyon mereka yang baru. Dari info Rendra, Danyon baru ini pindahan dari Jawa Timur. Mungkin mereka akan mendengar bahasa asing setelah ini. Karena disini, mereka biasa berbicara dengan logat Medan. Mungkin dengan Danyon baru, mereka akan mendengar logat Jawa yang khas di tanah Batak ini.

Entah bagaimana ceritanya, kali ini Juanda disuruh untuk mengantarkan 3 ibu-ibu Persit Pia Ardhya Gharini untuk mengambil pesanan bunga yang sudah dipesan disalah satu toko bunga terkenal di Belawan. Juanda mengantarkan Ibu-ibu itu menggunakan mobil dinas.

Tapi sungguh tidak Juanda duga, jika diantara ibu-ibu Pia itu ada Meldara salah satunya. Sekarang, Juanda bingung harus bersikap bagaimana. Karena ini adalah pertemuan mereka yang pertama setelah hampir 11 bulan lebih sejak terakhir kali Meldara mengakhiri hubungan mereka. Apalagi kini, Meldara duduk persis disebelah Juanda yang mengemudi.

2 Ibu-ibu Pia yang merupakan senior Melda itu asyik mengobrol. Ya memang sesekali Meldara ikut menimpali. Tapi karena ia duduk persis disamping Juanda, jadi suasana canggung itu sangat begitu terasa.

"Om Juan, kapan nih Pengajuannya? Om Bima saja sudah menikah dengan Mbak Melda, bahkan kini sudah akan dikaruniai malaikat kecil." Celetukan itu tertuju ke Juanda.

Juanda langsung melihat Meldara, benar, wanita itu kini sudah berbadan dua. Perutnya terlihat membuncit. Mungkin usia kandungannya sekitar 4 bulanan.

Secepat itu ya, Meldara bisa melupakannya. Bahkan ia sudah hamil anak Bima. Rasanya hubungan mereka yang sudah bertahun-tahun terjalin, sungguh tak ada artinya bagi Meldara. Juanda meringis dalam hati.

Juanda tersenyum sedikit menanggapi pertanyaan Ibu-ibu yang Juanda kenal sebagai Ibu Ratih Ali. Istri dari atasan Juanda. Mayor Ali Fahreza.

"Insya Allah, segera Bu." Sahut Juanda dengan senyuman yang sedikit memiliki arti lain.

"Kalau boleh tau nih ya Om Juan, calon Ibunya orang mana? Soalnya kan, Om Juan ini nggak pernah didengar dekat dengan siapapun. Padahal Om Juan ini, gantengnya Masya Allah, karirnya juga bagus kan, Dek Bima." Sahut Bu Gita Arifin, Istri Mayor Arifin. Eh, malah membawa nama Melda ke pembicaraan bersama Juanda.

Melda sendiri tersenyum canggung, ia sedikit melirik Juanda, tidak ada ekspresi apapun. Lelaki itu tampak biasa saja dan terlihat tak terpengaruh dengan ucapan dari Bu Gita.

"Siap, benar, Ibu." Sahut Meldara.

"Insya Allah, Ibu-ibu semua akan tau siapa dan orang mana calon istri saya, Bu." Sahut Juanda dengan santainya.

Sejujurnya, Juanda cukup sakit kepala harus memikirkan jawaban apa yang tepat. Karena masalahnya, sampai saat ini, ia belum menemukan wanita yang tepat untuk menjadi pendamping hidupnya. Kandasnya hubungannya dengan Meldara membuatnya sedikit memiliki trust issue tentang seorang putri Perwira Tinggi Tentara dan mungkin bahkan putri dari keluarga terpandang lainnya.

Syukurnya, obrolan itu tak berlanjut lagi lantaran mereka yang sudah sampai di toko bunga yang dituju. Ibu-ibu Pia itu bergegas keluar, sementara Juanda mencari tempat parkir terdekat, dan menunggu hingga urusan ibu-ibu itu selesai.

Selagi menunggu, Juanda menyempatkan untuk membeli kopi di cafe yang tak jauh dari toko bunga. Tapi baru saja akan masuk, seorang wanita bercadar keluar dari dalam cafe. Tubrukan kecil tak terelakkan.

"Ouhh! Astaghfirullah... Maaf Mas!" Seru si wanita yang kini menangkupkan tangannya didepan dada.

"Iya Mbak, saya juga minta maaf. Nggak ada yang luka kan?" Tanya Juanda kemudian. Ia pun bisa melihat jika beberapa cup kopi yang dibawa wanita itu masih utuh dan baik-baik saja, tidak tumpah ataupun tercecer. Aman.

"Saya nggak papa, Mas. Sekali lagi, maaf ya, Mas." Ucap wanita itu yang membungkuk sedikit dengan sopan, lalu kemudian berlalu dari hadapan Juanda.

Juanda mengangguk, lalu masuk ke cafe. Memesan kopi, baru setelah pesanannya ia terima, ia kembali lagi ke mobil, menunggu ibu-ibu Pia di toko bunga.

Juanda memandang toko bunga, ada banner nama didepan toko. Dari jarak yang lumayan, Juanda bisa membaca dengan jelas apa nama toko bunga itu. Ningrum Florist. Mungkin nama pemiliknya adalah Ningrum.

Setengah jam kemudian, Meldara dan Ibu-ibu Pia yang lain keluar. Diikuti juga oleh dua orang yang diperkirakan Juanda jika keduanya adalah karyawan toko bunga itu. Disusul satu wanita bercadar yang Juanda ingat adalah wanita yang menabraknya saat di cafe tadi. Juanda keluar, menghampiri ibu-ibu itu karena yakin bahwa tenaganya pasti sangat dibutuhkan.

"Terima kasih ya Ibu-ibu, sudah percaya dengan toko saya." Ucap wanita bercadar itu.

"Iya Mbak Ningrum, kami juga makasih banget loh ini. Bagus-bagus rangkaian bunganya. Apalagi kita udah langganan dari tahun lalu. Semua bunga dari toko Mbak nggak pernah mengecewakan kami." Sahut Ibu Ratih yang dibalas anggukan dan mata yang menyipit lantaran tersenyum dibalik cadarnya.

"Nah, kebetulan ini Om Juanda sudah disini, minta tolong ya, Om, di taruh ke mobil." Ucap Ibu Gita.

Juanda melihat jika wanita bercadar itu terkejut saat melihatnya. Mungkin wanita itu tidak menyangka jika lelaki yang sempat di tabraknya di depan cafe tadi, ada dihadapannya kini membantu ibu-ibu Persit dari Pia Ardhya Gharini Angkatan Udara ini.

"Siap, Ibu." Sahut Juanda dengan sopan. Setelahnya ia membawa karangan bunga yang dibeli untuk ditaruh di mobil.

Setelah selesai semua, mereka akhirnya kembali menaiki mobil dan melaju menuju asrama Yonko.

"Mbak Ali kenal dekat dengan pemilik toko, ya?" Tanya basa-basi dari Mbak Gita.

"Lumayan Dek Arif, sudah sejak pertama kali toko dibuka, saya dan kepengurusan Persit Pia Ardhya Gharini mulai langganan di tokonya Mbak Ningrum. Selain bunga-bunganya bagus dan tidak pernah mengecewakan pelanggan, pekerjanya dan pemiliknya sangat ramah. Seperti yang Dek Arif dan Dek Bima lihat tadi. Mbak Ningrum nggak sombong dan mau menyapa kita." Sahut Mbak Ratih menjelaskan.

"Benar sih, Mbak. Duh, saya pas lihat Mbak Ningrum tadi pertama kali, langsung adem gitu lihatnya. Aura wanita solehahnya sungguh Masya Allah. Tapi kayanya kelihatan muda ya, Mbak. Saya tebak, usianya baru awal 20 tahunan, tapi attitudenya Masya Allah, sangat sopan." Sahut Mbak Gita yang memang ini adalah pertama kalinya ia di ajak mengambil pesanan bunga di toko Ningrum Florist.

"Iya bener, Dek Arif. Mbak Ningrum itu baru usia 22 tahun. Masih kuliah, semester akhir, lagi persiapan skripsi katanya. Mbak Ningrum walau masih muda, tapi dia sangat sopan dan santun dari sepengetahuan saya selama ini. Nah, buat Om Juan, kalau cari calon istri saya sarankan seperti Mbak Ningrum tadi ya, Persit Pia kita sangat membutuhkan anggota yang berbudi pekerti luhur seperti Mbak Ningrum tadi." Seru Mbak Ratih yang ujung-ujungnya memberikan saran ke Juanda.

"Siap, Ibu."

Juanda yang menyetir, hanya tersenyum saja mendengar saran dari Ibu Pia satu ini yang sangat berdedikasi dalam organisasi istri Tentara Angkatan Udara.

"Nggak perlu cari lagi deh, Mbak Ali. Mending Mbak Ningrum-nya saja sekalian yang di bawa ke Pengajuan sama Om Juan. Sempurna banget buat dijadikan istri dan Ibu Pia." Sahut Mbak Gita menggoda Juanda. Seketika Mbak Gita dan Mbak Ratih tertawa geli langsung.

Juanda?

Jangan ditanya, sudah tersipu malu dirinya didepan. Tidak memperdulikan ekspresi orang di sampingnya yang entah sekarang bagaimana, karena sedari tadi hanya memandang ke luar jendela dan tak ikut ambil bagian untuk menimpali obrolan Ibu-ibu di belakang.

🧡
______________

10 November 2023
16 November 2023
Publish 09 Januari 2024

Gimana chapter pertama kemarin? Terus chapter ini?

Untuk sekarang, Ningrum dan Juanda belum ada jadwal update. Masih acak dan suka-suka Aisy. Bisa seminggu sekali, atau 2 Minggu sekali, terserah Aisy.🙏🧡

Pia Untuk Kapten Baret JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang