06.🧡

194 28 0
                                    

______________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

______________

Tawaran menjadi ajudan Komandan Candra sungguh membuat Juanda dilema. Apalagi ia adalah prajurit lapangan dan komando, yang sewaktu-waktu harus siap saat negara memanggil. Rasanya akan sangat aneh jika tiba-tiba ia menjadi ajudan Komandan kemana-mana saat bertugas.

"Jika Kapten masih ragu, saya berikan waktu untuk berpikir. Karena kesempatan ini tidak datang dua kali. Selain Kapten, saya memiliki satu kandidat lagi yang saya rasa mampu mengemban amanah ini." Sahut Komandan Candra membuat Juanda semakin bingung.

Kerap kali, Mamanya selalu menyuruhnya untuk menjadi prajurit biasa saja, yang kerjanya hanya di kantor, tidak selalu pergi bertugas ke daerah terpencil. Mamanya selalu takut terjadi apa-apa padanya.

Tapi kembali lagi, Juanda adalah prajurit komando. Selama pelatihan, ia ditempa untuk siap mental dan fisik dalam kondisi dan situasi apapun. Tidak mementingkan urusan pribadi di atas tugas negara.

Maka kesimpulannya,

"Siap, Komandan. Saya sudah memikirkan semua. Tanpa mengurangi rasa hormat saya, saya sungguh minta maaf, karena tidak bisa menerima tawaran Komandan. Saya ini adalah prajurit komando. Tugas saya adalah menjaga keutuhan negara dengan terjun langsung dalam misi. Saya sudah ditempa untuk berperang dalam situasi apapun. Menjadi ajudan Komandan sungguh tidak cocok untuk saya yang biasa bertugas di lapangan. Jadi, dengan sangat menyesal saya memutuskan menolak tawaran Komandan. Biarlah tanggung jawab menjadi ajudan Komandan diberikan pada prajurit lain saja." Ungkap Juanda setelah bingung dengan keputusan apa yang harus ia ambil.

Komandan Candra dan Bu Rusmita tersenyum, mereka mengerti jika Juanda begitu setia pada satuan komando yang membesarkan namanya hingga sampai saat ini. Hingga saat tawaran untuk selalu berada di sisi atasan dan tidak terjun langsung dalam misi apapun di daerah mana pun, tidak dia indahkan. Juanda adalah prajurit tangguh yang rela berkorban demi negara. Semangat patriotisme-nya patut untuk di apresiasi.

"Tidak apa, Kapten. Saya mengerti dengan keputusan yang Kapten ambil. Tidak mudah melepaskan tanggungjawab yang selama ini Kapten emban dalam Komando. Tapi saya yakin, karir Kapten akan semakin cerah ke depannya." Ucap Komandan Candra.

"Siap, terima kasih atas pengertiannya, Komandan." Ucap Juanda yang sejujurnya sangat sungkan dengan Komandan barunya ini.

"Selain membicarakan hal ini, ada hal lain yang ingin saya bicarakan, Kapten." Ucap Komandan Candra.

"Silakan Komandan, saya memiliki waktu untuk mengobrol dengan Komandan. Dan, saya mohon izin untuk di panggil nama saja jika tidak sedang berdinas seperti ini, Komandan. Saya tidak enak jika Komandan memanggil saya dengan pangkat saya padahal tidak sedang bertugas." Ucap Juanda menyarankan.

"Baiklah, Juanda. Oh iya, kamu tau Komandan Kopasgat Pusat?" Tanya Komandan Candra kemudian.

"Siap, tau Komandan. Marsekal Muda TNI Fadjar Arimukti, Komandan." Jawab Juanda dengan mantap karena ia sangat mengidolakan beliau.

"Benar, beliau adalah kakak tertua saya. Ayah dari Ningrum yang tadi siang kamu antar ke rumah." Ungkap Komandan Candra.

Juanda tertegun. Pantas saja Juanda merasa tidak asing dengan wajah Komandan barunya ini. Ternyata beliau merupakan adik dari idolanya. Allah itu maha besar ya, takdir tak terduga seperti ini saja sudah membuat Juanda begitu senang. Ia bisa sedekat ini dengan adik dari idolanya sendiri.

"Tapi sebelumnya, jika boleh tahu, kamu sudah memiliki pasangan atau sedang mempersiapkan pengajuan?" Tanya Komandan Candra kemudian.

"Saya, tidak sedang mempersiapkan pengajuan, dan tidak sedang memiliki pasangan untuk di ajak pengajuan, Komandan." Jujur Juanda. Meski bingung mengapa Komandannya menanyakan statusnya, Juanda tetep mengatakan kebenarannya.

"Baguslah, karena seperti yang saya katakan di awal tadi, petinggi Komando sudah mendengar banyak tentangmu. Dan Komandan Fadjar sangat ingin bertemu denganmu. Mungkin saat acara wisuda Ningrum bulan depan, beliau akan sekalian bertemu denganmu." Ucap Komandan Candra memberitahu Juanda.

"Bertemu saya, Komandan?" Tanya Juanda bingung.

"Hmm, ada banyak yang ingin beliau tanya dan tau tentang kamu. Sedikit bocoran dari saya, beliau ingin kamu jadi anak menantunya yang terakhir." Ucap Komandan Candra tersenyum tipis.

"Komandan kalau bercanda suka bikin deg-degan." Sahut Juanda terkekeh geli, mencoba tak mempercayai ucapan Komandan Candra.

"Saya serius. Kita lihat saja bulan depan saat wisuda Ningrum. Siap-siap dalam waktu dekat kamu akan menikah, Juanda." Ucap Komandan Candra.

"Mas, kayanya kelamaan deh nunggu Mas Fadjar ke sini. Lebih baik Mas aja yang jodohin Ningrum sama Om Juanda sekarang." Sahut Bu Rusmita kemudian ikut andil bicara.

"Wah, boleh juga usul Bunda. Gimana Juanda, kamu siap jika saya menjodohkan kamu dengan Ningrum keponakan saya?" Tanya Komandan Candra kemudian yang senang dengan usul sang istri.

"Saya... Saya hanya prajurit komando biasa, Komandan. Keluarga saya juga hanya keluarga biasa bukan dari kalangan militer atau pejabat penting di pemerintahan. Rasanya, tidak pantas jika Komandan berniat menjodohkan saya dengan Mbak Ningrum yang dari keluarga terpandang." Sahut Juanda kemudian mengungkapkan pendapatnya mengenai perjodohan yang diusulkan Komandan Candra baru saja.

"Kapten Juanda, saya dan keluarga tidak memandang seseorang dari status keluarganya apa. Kami tau kamu, dan kami tau bagaimana gigihnya kamu dalam bertugas, itu sudah cukup untuk kami mempertimbangkan kamu sebagai kandidat yang cocok untuk keponakan kami. Apalagi kakak saya, Mas Fadjar. Belum tahu kamu seperti apa, dan belum pernah bertatap muka denganmu, hanya bermodal nama dan dedikasimu pada negara, ia sudah menjatuhkan pilihannya untuk menjodohkanmu dengan putri bungsunya.

Tapi mungkin, kamu butuh waktu untuk menerima ini semua. Persiapkan dirimu, dan pertimbangkan tawaran perjodohan ini saat Komandan Fadjar datang ke sini. Semoga saat itu, kamu sudah menemukan pilihanmu." Ucap Komandan Candra membuat Juanda terdiam memikirkan semuanya.

"Jika boleh memberi saran, Om. Ada baiknya Om Juanda sholat Istikharah saja dulu. Siapa tau setelah sholat, Om Juanda bisa memantapkan hati dan juga pikiran Om untuk memilih." Saran dari Bu Rusmita.

"Nah iya, bener nih apa kata istri saya. Coba sholat istikharah dulu ya, Juanda. Selagi menunggu kedatangan Komandan Fadjar ke sini. Semoga ada jawaban yang memuaskan setelah itu. Tentunya saya berharap untuk bisa jadi Paman mu nantinya." Sahut Komandan Candra yang sumringah saat mendengar saran dari istrinya.

"Siap, Komandan. Insya Allah, saya akan sholat istikharah dan akan memberi jawaban ke Komandan jika saya sudah mantap dengan keputusan saya." Pungkas Juanda menerima saran dari Bu Rusmita.

"Semoga jawaban akhir itu adalah hasil yang baik untuk kita semua ya, Om." Sahut Bu Rusmita tersenyum tulus.

"Siap, semoga saja, Ibu." Angguk Juanda.

Juanda meminum tehnya terakhir kali, baru setelahnya ia pamit untuk undur diri karena hari sudah malam.

"Karena hari sudah semakin larut malam, saya mohon izin kembali ke asrama, Komandan." Pamitnya.

"Silakan, terima kasih sudah menyempatkan diri mengobrol sejak tadi." Sahut Komandan Candra tak menghalangi kepulangan Juanda.

"Terima kasih, Ibu atas tehnya. Saya mohon izin pulang Komandan, dan Ibu. Assalamu'alaikum." Salamnya.

"Iya, sama-sama Om. Wa'alaikumsalam." Sahut pasangan suami istri itu mengantar kepulangan Juanda di depan pintu.

Juanda, pulang berjalan kaki menuju asramanya yang lumayan jauh.

🧡
______________

07 Januari 2024
15 Januari 2024
Publish 11 Maret 2024

Pia Untuk Kapten Baret JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang