07.🧡

192 27 3
                                    

_____________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_____________

Jalan pulang kembali ke asrama, Juanda sembari memikirkan perihal perjodohan yang dibicarakan Komandan Candra baru saja. Rasanya sungguh tidak percaya jika ia berniat dijodohkan komandannya pada ponakannya sendiri.

Memang Juanda tengah mencari pendamping hidup. Tapi, apa begini jalan takdir jodohnya? Jika benar, Juanda sebenarnya tidak apa. Karena ia sudah malas sekali untuk kembali memiliki hubungan yang akhirnya bukan bersama dan hanya untuk main-main saja. Ia juga memikirkan usianya yang sudah kepala 3, sudah waktunya ia menikah dan memiliki anak. Adiknya saja sudah ada yang ingin meminang. Sepertinya, menerima perjodohan ini tidak akan buruk untuknya.

Juanda juga ingin hubungan yang serius, jika pasangannya memang cocok dengannya, ia ingin langsung pengajuan dan menghalalkannya. Apalagi saat Juanda membayangkan wanita itu adalah Ningrum. Langsung senyuman menghiasi bibirnya. Ningrum adalah wanita yang agamis, sudah pasti hatinya tulus dan baik. Sangat cocok menjadi Pia untuk dirinya.

Tapi kembali lagi, Juanda memikirkan pendapat Ningrum tentang ini. Yang menjodohkannya adalah Pamannya yang tak lain Komandan Juanda. Apakah Ningrum menerima perjodohan ini? Apakah Ningrum baik-baik saja dan siap menikah muda tanpa hubungan ikatan lebih dulu? Apakah Ningrum rela, meninggalkan impiannya untuk berkarir demi mengabdi bersamanya menjadi istri prajurit? Semua jadi pertanyaan yang Juanda sendiri masih meraba apa tanggapan gadis bercadar itu.

Ahh, Juanda bahkan melupakan ciri khas dari Ningrum sendiri. Cadar. Apa Ningrum rela melepas cadarnya untuk menjadi istrinya nanti? Wanita itu sudah menjaga wajahnya selama ini untuk tidak pernah sekalipun dilihat oleh siapapun yang bukan mahramnya. Rasanya Juanda sangat merasa bersalah jika wanita itu rela melepasnya hanya untuk menjadi istrinya. Sungguh, demi apapun Juanda juga tidak rela kecantikan Ningrum dilihat oleh orang lain yang bukan mahramnya jika nanti menikah dengannya.

"Juanda! Woy!" Panggilan itu membuat Juanda sadar atas lamunannya.

Ternyata Juanda sudah sampai di depan asramanya. Sibuk memikirkan perjodohan sepihak dari Komandan Candra, membuat Juanda tidak sadar sudah sampai asrama. Ia memandang Rendra yang memanggilnya.

"Kenapa kau? Ngelamun kau sambil jalan? Kok baru pulang kau jam segini? Isya' sudah lewat sejam yang lalu loh, Ju. Kemana kau tadi?" Tanya Rendra bingung.

"Saya nggak papa, Dra. Cuma ada yang dipikirin aja. Dan tadi, habis Isya' saya diajak ke rumah Danyon Candra. Ngobrol-ngobrol sebentar, nggak tau ternyata bisa lumayan lama." Sahut Juanda terkekeh kecil yang kemudian masuk ke asrama.

"Ngobrolin apa, Ju? Tapi, kok bisa Danyon Candra ngajak kau ngobrol di rumahnya? Kau sebelumnya udah kenal sama Danyon Candra, Ju?" Tanya Rendra bingung.

"Saya baru kenal Danyon Candra ya saat baru menjabat disini. Kau masih ingat keponakan Danyon Candra yang dibilang Leo. Nah, siang tadi saya yang mengantar keponakannya berkunjung ke asrama. Makanya Danyon Candra mengenal saya." Jelas Juanda.

Pia Untuk Kapten Baret JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang