The Meaning Of Lost

366 30 2
                                    


Renjana membuang kasar jaketnya ke salah satu kursi kecil di sudut apartemen, sebelum ikut melemparkan tubuhnya pada sofa di ruang tengah. Ia mengecek ponsel, membuka beberapa pesan dari Livana yang menanyakan apakah ia telah sampai di apartemen dengan selamat. Ia menggeser layar, memilih untuk tak segera membalas pesan wanita cantik itu. Jarinya justru ia gerakkan pada sebuah nama dengan foto profil wanita berkerudung pashmina yang tersenyum manis ke arah kamera.

Ia membuka kolom chat, masih sama, berisi pesan terakhir darinya yang tak kunjung wanita itu balas sejak tadi siang. Tanpa ragu ia kembali mencoba peruntungannya, melakukan beberapa panggilan pada nomor itu yang berakhir sama, tanpa jawaban. Ia kemudian mengetik beberapa kata, berusaha menjelaskan sebuah hal yang seharusnya tak perlu ia jelaskan mengenai pertemuan mereka di bioskop bersama Livana.

**

Beberapa potong sandwich keju dan segelas susu coklat hangat telah tersaji di meja makan ketika wanita itu baru saja keluar dari kamarnya. Ia mendekat dan meraih gelas itu, meneguknya sesaat sebelum tangannya beralih pada makanan disampingnya.

"Pagi kak Sal." Sapa Nabila riang, sembari membawa potongan buah-buahan dari dapur. Ia meletakkan semangkok potongan buah semangka, melon, anggur dan kiwi di atas meja makan sepaket dengan dua buah garpu di dalamnya.

"Tumben banget?" tanya Salsa, sembari mengunyah sandwich keju di dalam mulutnya.

Nabila tertawa kecil. "Sekali-kali, kak."

"Gue mau ke Igor, Nab. Ngopi sama temen. Lu mau ikut nggak?"

Nabila terlihat berpikir sejenak, sesaat sebelum akhirnya ia menggelengkan kepalanya, memutuskan untuk tidak ikut.

"Aku di apartemen aja, Kak. Mau nonton drama korea di Netflix."

Salsa mengangguk, sebelum tangannya kembali meraih gelas susu itu.

Hanya dalam beberapa menit saja, wanita yang baru menghabiskan sarapannya itu kemudian bergegas meninggalkan apartemen. Memenuhi janjinya bersama Dimansyah, untuk kembali nongkrong bersama di kedai kopi favorit itu.

Pagi ini jalanan Jakarta cukup rapat, membuat Salsa harus menghabiskan waktunya lebih lama di perjalanan daripada biasanya. Butuh waktu hampir empat puluh menit bagi wanita itu untuk mencapai Igor Coffee. Ia lantas memarkirkan mobilnya, tepat di sisi kiri kedai kopi itu. Sebelum kemudian beranjak, mencari sudut ternyaman untuk tubuhnya yang kelelahan dengan rutinitas dan pekerjaan.

Wanita itu menyandarkan dirinya pada sofa di salah satu sudut. Setelah memastikan seluruh pesanannya lengkap, ia kemudian mulai mencicipi potongan kecil kentang gorang crispy yang bertaburan saus barbeque bubuk, membuat ia beberapa kali harus kesusahan karena rasa pedas. Ia mengeluarkan laptop dari dalam tasnya, lalu menggelarnya di atas meja. Baginya, hari Minggu di kedai kopi, adalah magis terindah. Ia akan berseluncur membaca puisi-puisi indah di internet, atau mengunggah beberapa puisinya di blog pribadi sambil mencomot satu atau dua potong makanan di Igor yang selalu menjadi favoritnya.

Seharusnya ia mengajak Nabila, adik sepupunya, yang memilih untuk beristirahat di apartemen karena kelelahan dengan aktivitasnya seminggu ini. Salsa maklum, gadis kecil itu hampir setiap hari pulang malam. Ia lantas ingat masa-masa saat dulu ia magang, yang bahkan hampir tidak pernah berada di apartemennya saat siang hari.

Ia terlalu fokus dengan puisi-puisinya, sehingga tak menyadari kehadiran seseorang yang saat ini sudah duduk bersamanya. Seseorang itu meletakkan sepiring pie blueberry dan matcha latte, persis di hadapan wanita itu.

SUNSHINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang