Welcome Back

557 40 7
                                    

Lelaki berkulit putih itu baru saja menyandarkan tubuhnya pada sofa apartemen, tempat tinggal yang telah disiapkan oleh orang tuanya beberapa hari yang lalu ketika mendengar anak bungsunya itu akan kembali dari Australia. Bukan tanpa alasan, rumah orang tuanya cukup jauh dari kantor barunya di Jakarta, sehingga ia memilih untuk tinggal di apartemen yang akan membuatnya lebih mudah untuk mengakses pekerjaannya.

Ia menatap ke arah jendela, siang sudah beranjak menuju senja. Ia mencoba membuka beberapa pesan Whatsapp yang masuk. Sebuah pesan dari Paul, yang memberinya kabar bahwa besok ia sudah diperbolehkan ke kantor untuk menemui Pak Ali, salah satu pengacara senior yang ikut menjadi bagian pengurus inti Bhumi Consultant. Memang, dua bulan sebelum ia kembali, lelaki itu telah mengirimkan cv nya, membuatnya selangkah lebih cepat untuk menghemat waktunya. Beberapa pesan lainnya, dari ayah dan ibunya yang memberitahu bahwa mereka sedang dalam perjalanan ke apartemen. Sementara sisanya adalah pesan dari wanita-wanita yang sempat ia kencani ketika ia hidup di Australia.

Tatapannya terhenti pada sebuah grup chat baru yang baru saja ditambahkan padanya, bernama Brother Hot. Ia membuka room chat, menelisik satu per satu anggota grup. Seketika lelaki itu tersenyum, mendapati beberapa sahabat dekatnya saat masih kuliah di Jakarta, saling bergantian memberinya ucapan selamat datang. Menyambut ketua geng pada jamannya itu kembali pada rumahnya, pada bumi pertiwinya.

Malam kini telah menjemput pagi. Menunjukkan embun-embun yang mulai mereda di pucuk-pucuk daun melati di balkon apartemen wanita itu. Oktober di Jakarta masih saja panas, belum sedikitpun menampakkan adanya tanda pergantian musim. Seperti Sherina Salsabila, yang sudah panas hatinya ketika mendapati ban mobilnya kempes di basement apartemen, tepat saat ia akan berangkat kerja. Ia mengirimi pesan pada grup chat 'rumpi' nya di Whatsapp, meminta pertolongan pada ketiga sahabatnya, yang kebetulan tinggal di apartemen yang sama, sekaligus bekerja di Bhumi Consultant. Namun Novia, Anggis dan juga Syarla ketiganya kompak menjawab, bahwa mereka telah berada di jalanan Jakarta, terjebak dalam kemacetan yang telah menjadi rutinitas paginya.

Alih-alih memesan ojek online, wanita berkacamata itu malah menghubungi Paul, sahabat karib yang menjadi 112 nya selama di Jakarta. Salah satu sahabat yang telah ia anggap seperti keluarga, ketika wanita itu jauh dari keluarga yang seungguhnya.

Hanya dalam waktu kurang dari setengah jam, wanita itu lantas keluar dari apartemen setelah menerima panggilan singkat dari Paul. Ia bergegas mendekati mobil Corolla hitam yang telah menunggunya di basement apartemen. Dengan terburu-buru ia mengetuk kaca pintu di sisi kiri mobil. Kaca pintu itu bergeser turun dan secara langsung menampakkan wajah laki-laki asing di kursi penumpang yang tak pernah ia temui sebelumnya. Bahkan untuk sepersekian detik Salsa mengira bahwa itu bukanlah mobil sahabat bulenya, sebelum manusia dibalik setir itu kemudian memekik parau.

"Di belakang aja, Sal."

Gadis itu lalu menggeser beberapa langkah kakinya ke belakang, membuka pintu mobil di hadapannya dan kemudian menghuyungkan tubuhnya ke dalam. Belum selesai ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri tentang siapa orang yang duduk disamping kemudi, seolah tahu apa yang dipikirkan Salsa, lelaki separuh bule itu lantas memperkenalkannya.

"Sal, ini Renjana. Lawyer baru yang join di Bhumi."

Renjana menoleh ke belakang, lalu mengulurkan tangannya yang kokoh pada wanita berkerudung itu. "Halo, gue Renjana."

Salsa menyambutnya dengan genggaman jari-jari lentiknya. "Gue Salsa, temennya Paul."

"Lu kerja di Bhumi juga?"

Wanita itu mengangguk. "Tapi gue bukan lawyer."

"Then?" tanya Renjana penasaran.

SUNSHINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang