Part 35

9.9K 876 71
                                    

Deru suara monitor yang biasa menggema diruangan itu sudah tak terdengar lagi. Kini hanya ada keheningan diruangan serba putih itu.

Semua peralatan medis yang sebelumnya terpasang ditubuh Lio akhirnya dilepas sejak dua jam yang lalu, kini hanya ada selang infus dan juga nasal kanul yang bertengger dihidung mancung remaja laki-laki itu.

Bangun nya Lio dari koma yang hampir selama enam bulan itu adalah sebuah keajaiban yang patut di syukuri semua orang, tak terkecuali dengan Leonidas yang sejak tadi masih terus memandangi wajah remaja manis itu. Tangan nya dengan hati-hati membelai wajah Lio yang kini sedang tertidur. Kali ini putranya hanya tertidur, benar-benar tertidur.

"Keadaan nya cukup baik, semua organ vital dan sistem di tubuhnya berjalan dengan baik, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Hanya saja ini memerlukan pemeriksaan lebih lanjut saat pasien sudah kembali sadar nanti."

Dokter mengatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan kondisi putranya, mereka hanya perlu memeriksa kondisi nya lebih lanjut nanti.

Kali ini hanya ada Leonidas dan Letta diruangan itu, Darion dan Celia harus pergi meninggalkan Rumah sakit karna mendapat kabar bahwa Anne, ibu Darion tiba-tiba jatuh sakit.

Akhir-akhir ini Darion juga cukup sibuk untuk mengurus perusahaan keluarga nya, sebab Mario sudah memberi hak penuh perusahaan itu pada Darion.

'Ceklek'

Pintu ruangan itu terbuka, sosok remaja laki-laki seusia Lio itu muncul dari sana.

"Zio..."

Letta langsung bangkit dari duduk nya saat melihat kehadiran putra sulung nya, wanita itu langsung memeluk tubuh Zio.

"Kau sudah pulang..."

Zio hanya memgangguk dan kembali menatap ke arah brankar pesakitan itu.

"Kata paman James, dia sudah sadar?"

James, sekretaris baru Leonidas.

Letta mengangguk dan tersenyum ia membawa tangan Zio mendekat ke brankar Lio.

"Kata dokter sebentar lagi dia akan bangun..."

Zio tersenyum tipis sangat tipis, dan Leonidas sadar akan hal itu.

"Kau ingin memegang tangan nya?"

Zio mengangguk dan mulai mendekatkan tangan nya.

Leonidas pun memeberikan tangan Lio yang sejak tadi ia genggam.

Zio terus memperhatikan wajah damai Lio yang terlelep, hingga tatapannya jatuh pada bekas jahitan baru yang melintang di sepanjang dada kiri Lio.

"Enggh"

Suara erangan itu mengalihkan perhatian mereka semua. Zio refleks melepaskan tangan Lio dari genggaman nya, apa dia memegang tangan Lio terlalu keras?

Alis tebal itu kembali mengerut, hingga kedua mata itu perlahan kembali terbuka.

Baik Leonidas, Letta dan Zio tak mampu membendung senyum mereka ketika melihat mata itu terbuka.

Sejenak remaja laki-laki itu hanya terdiam dengan pandangan kosong.

"Anak ayah nyenyak tidur nya?"
"Bunda datang lagi, adek belum mau bangun?"

Suara-suara itu kini terus berputar dalam fikiran Lio.

"Dimana...?"

Suara itu terdengar begitu pelan dan serak dari mulut Lio.

Baik Leonidas dan Letta masih diam terpaku menatap kondisi Lio.

Kini tatapan Lio beralih menatap ke arah Leonidas, remaja laki-laki itu menatap mata Leonidas dengan lama seolah sedang mencoba mengingat sesuatu.

"A..ayah bukan?"



Deg


Degup jantung Leonidas berdetak lebih kuat saat ucapan lirih itu ditujukan padanya. Sementara Letta dan Zio sontak menatap langsung ke arah Leonidas. Apa yang terjadi dengan Lio? Batin mereka bertanya.

"I..iya, ini ayah..."

Bibir Leonidas terasa kelu saat menjawab pertanyaan Lio.

"Bun..da..."

Kini Lio menatap ke arah Letta yang sejak tadi hanya diam.

"Ada apa sayang, apa ada yang kau inginkan?"

Sejenak mata Lio kembali tertutup dengan dahi yang tampak berkerut. Ringisan-ringisan kecil mulai keluar dari mulut nya.

"S..sakit..."

"A..ayah sakit...."

Kedua tangan Lio mulai mencengkram rambut nya. Leo yang tersadar pun langsung menekan tombol diatas ranjang Lio.

Tangan nya dengan cepat melepas cengkeraman tangan Lio di rambutnya. Leonidas langsung memeluk tubuh Lio yang terus memberontak dan berusaha mencengkram kembali rambutnya.

"Sakit ayah..."

Kali ini suara itu sedikit lebih keras dan dibarengi dengan air mata yang mulai mengalir dari sudut mata Lio.

Letta menatap Lio dengan hati yang berdenyut nyeri, wajah kesakitan itu terlihat jelas di wajah Lio.

Berbeda dengan Zio yang sejak tadi hanya diam, namun tak dapat dipungkiri, hatinya juga sakit melihat kondisi adiknya. Kenapa harus Lio? Kenapa harus adik nya yang terus-terusan merasa kesakitan? Kenapa tuhan tidak membagi kesakitan Lio padanya? Bukankah Lio adalah saudara kembarnya? Zio akan rela menerima itu semua.

'Ceklek'

Pintu ruangan itu terbuka, seorang dokter laki-laki masuk ke ruangan itu.

"Tolong periksa keadaanya..."

Dokter tersebut hanya mengangguk memaklumi kepanikan ibu dari pasien nya

Dokter laki-laki itu dengan cepat memeriksa tanda-tanda vital Lio pada monitor yang terhubung disamping brankar nya. Setelah memastikan semua nya normal, Dokter tersebut menyiapkan satu buah suntikan yang siap diberikan pada Lio.

Obat itu berhasil disuntikan ke tangan Lio dibantu dengan Leonidas yang menahan tangan itu agar tidak bergerak.

Perlahan tubuh yang lebih kecil itu tak lagi memberontak, cengkraman tangan nya pada baju Leonidas pun mulai mengendur, namun tangan itu masih enggan melepas pelukannya pada Leonidas.

"Bisa salah satu dari tuan dan nyonya ikut ke ruangan saya?"

Letta menatap ke arah Leonidas yang masih memeluk Lio lalu dengan cepat mengangguk dan mengikuti langkah dokter muda itu ke luar ruangan.

Leoidas yang melihat Lio mulai tenang pun mulai memperbaiki selimut yang menutupi tubuh Lio dan mengambil posisi nyaman disebelahnya.

'Ceklek'

Pintu ruangan itu terbuka, menampilkan sosok Darion dan Celia yang masuk bersamaan. Tatapan mereka langsung terikat pada Lio yang berada pada pelukan Leonidas.

"A..ayah kepalanya sakit..."














Spam NEXT nya disini!!

Ada yang mau disampaikan??

VARELIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang