Assalamualaikum. Hii, pertama aku ucapkan banyak terima kasih telah membaca karya dan mampir mensupportnya yaa. Semoga kalian selalu sehat, aminn.
Selamat datang di cerita ku, cerita yang banyak menguras ide-ide dan penggabungan hingga menciptakan empat genre dalam satu cerita. Genre dalam karya ini, teenfiction, fantasi, misteri dan dibumbui horor.
Oh iya panggil saja aku Puth. Aku penyuka drama teenfiction remaja jadi dalam cerita ini pastinya disertai romansa fiksi remaja. Selain itu aku sekarang nulis drama rumah tangga, ada di KBM App ya.
Oh iya, bagaimana tanggapan Anda di prolog tadi? Masih lumayan ya? Feelnya belum dapat? Aku bingung nulisnya takut cerita ini bocor jadi kurang menarik deh.
Aku harap kalian support sampai tamat ya teman-teman. Mari kita merayakan emosi bersama saat membacanya. Perasaan akan dicampur aduk, sama kaya author saat nulis.
Selamat membaca dan selamat menikmati ketegangan tiap babnya.
❄
"Baiklah, Ibu tutup mata pelajaran Bahasa Indonesia hari ini. Silakan mengerjakan tugas kelompok yang Ibu bagikan. Ibu permisi, terima kasih." Perempuan tiga puluh tahun tadi melenggang keluar dari kelas 11.2.
Bel istirahat berbunyi tepat wanita tadi keluar. Murid Universe High Schooll berhamburan memeriahkan kantin. Begitupun dengan suasana kelas mulai riuh. Ada yang keluar, memilih bermain gitar dalam kelas, bercerita, juga ada yang membaca buku.
Tetapi jika orang terpintar dalam kelasnya memilih belajar suasana akan hening menghargai teman agar kiranya selalu fokus. Peringkat pertama hingga tujuh akan selalu bersaing demi menduduki ranking paling atas.
Mereka bahkan saling menjatuhkan satu sama lain, selalu ingin menang dari diantaranya. Tak peduli jika salah satunya patah hati akibat perbuatan dan ucapannya.
Begitulah penampakan kelas 11.2 yang selalu dikagumi banyak kelas. Katanya, selain menjadi kelas terbaik, siswa-siswi semua pintar. Bahkan sepuluh umum terbaik satu angkatan dari lima belas kelas selalu dari kelas ini.
Selain itu, kata teman luar. Kelasnya begitu solid tanpa tahu sisi gelap diantaranya. Berbagi tugaspun sangat kikir satu sama lain kecuali kelompok akan selalu profesional. Bersaing mendapat nilai terbaik pada kelompok.
"Untuk kelompok satu akan mengerjakan tugas sepulang sekolah di sini," ujar Bulan, ketua kelompok satu sekaligus yang mendapat peringkat pertama.
Teman-temannya hanya memberi jempol menyetujui saran. Meskipun ada yang kurang sreg harus mengikut. Begitulah jika menjadi ketua kelompok. Anggota menurut permintaan sang ketua selama baik.
Untung saja anggota kelompok Bulan baru keluar setelah diberikan informasi terkait pengerjaan tugas.
"Perhatian." Bumi angkat suara. Selaku ketua kelompok dua. "Anggota kelompok dua nanti mengerjakan tugas di perpustakaan setelah pulang sekolah." Kalimat tersampaikan tanpa berekspresi.
Bulan terpancing. Dia berdiri menepuk meja hingga beberapa teman kelas tersisa menoleh ke arahnya. "Apa-apaan ngikut kita di sekolah?" ketusnya.
"Memangnya kenapa? Salah?" tukas Bumi dingin melirik Bulan dengan ekor matanya.
"Jelas salah karena aku dan anggota kelompokku mengerjakan tugas di sini." Bulan tak mau jika hasil mengerjakan tugasnya nanti dicontek atau konsepnya diambil.
"Tidak! Kami di perpustakaan!" ujar Bumi penuh kedataran. "Bagimana teman-teman?" Anggota hanya mengangguk sebagai jawaban, membantahpun tak akan terdengar. Kapan-kapan dia akan di kick dari kelompok tak mengikuti perintah ketua.
Bulan jengah, dia memilih keluar dari ruangan menyesakkan. Kali ini dia mengalah dan akan tetap memperjuangkan kelompoknya terbaik.
"Enaknya di rumah saja sambil nyantai. Di rumah gue aja juga nggak apa," ujar Venus mengangkat tangan. Raut wajah Bumi berubah kesal, dia tak menyukai seorang Venus.
Ibu guru memasukkan Venus dalam kelompok dua. Suka atau tidak dia harus menerima kenyataan. "Apa hak kamu nyuruh?" Bumi mendekati Venus duduk bagian pojokan. Kebetulan dirinya tak keluar.
"Gue cuma nyaranin bukan nyuruh."
"Diam! Nggak ada hak buat kamu bicara. Peringkat terakhir saja sangat songong!" Tangan Bumi mendorong lengan cowok tadi.
Siswa-siswa yang tersisa menertawakan kebodohan Venus melawan sosok Bumi. Laki-laki itu memang populer dan terkenal pemarah. "Gue manusia, punya mulut, gue berhak angkat suara." Venus mulai melawan.
Bumi tersenyum sarkas. Sepertinya nyali Venus memucuk. "Halah, walaupun bicara nggak ada yang bakalan dengarin. Paham?" Menatapnya tajam.
"Pengecut! Katakan saja lo nggak mau kalah dari gue!" Emosi Bumi mulai menyala langsung memberi bogeman mentah pada pipi mulus Venus hingga darah segar keluar dari sudut bibir.
Bumi merasa puas, laki-laki ini memancing amarah saja. Kedua tangan Bumi ke saku kemudian keluar. "Hee, kamu nggak usah banyak bacot kalau nggak ngerti. Mau di basmi kamu dari bumi?" tutur Jupiter-sahabat Bumi.
Tanpa merasa bersalah mendorong pemuda tadi hingga terbentur ke tembok. Senyum sinis terlihat lalu mengacungkan jempol tengah. Deru napas Venus memberu, dirinya sangat terhina.
Teman-temannya yang melihat tak peduli dengan Venus kesakitan. Malah menertawakan tanpa berniat menolong mengobati. Semua kembali pada aktivitas mengacuhkan Venus menyeka sudut bibir yang berdarah.
"Lihat saja pembalasan dendam gue dan kalian akan menyesalinya seumur hidup!" ujarnya menatap punggung kedua pemuda tadi penuh kebencian. Mengepalkan tangan memukul dinding begitu keras mengabaikan perih lukanya.
Huu, jahat ya Bumi? Kasihan Venus? Bagaimana menurut kalian?
Em ... kira-kira pembalasan dendam apa yang akan Venus lakukan?
Mari ikuti keseruan cerita ini. Masih banyak tanda tanya dan ketegangan tiap babnya. Jangan lupa support cerita aku yaa.
Terima kasih meluangkan waktu membacanya. Papay.
14/1/24
KAMU SEDANG MEMBACA
1 Visi 7 Misi (On Going)
Teen FictionUP SETIAP MALAM! "Selamatkan kota, selamatkan dia, jangan pedulikan aku," ucap salah satu siswa putus asa. Siapa yang akan bertahan menyelamatkan kota indah itu? Bagaimana Visi dan Misi itu diselesaikan? Note: Murni dari ide dan pemikiran author...