Bab 9. Pertanyaan Bumi

6 0 0
                                    

Bismillah. Jangan lupa follow akun aku ya 🥰 Vote dan komen sebanyak mungkin menambah semangatku menulis.

Happy Reading All!


Gelap telah jatuh. Universe High School yang selalu terang benderang kala malam kini gelap gulita dan terlihat menyeramkan ditambah corbox semakin banyak. Hujanpun tak henti turun sudah tak sederas sore tadi.

"Teman-teman coba cari sesuatu yang bisa menerangi kelas ini." Semua benda elektronik mati. Meraba-raba berharap menemukan menjadi penerangnya.

"Oh iya, aku ada lilin." Komet mencari tasnya dengan meraba kala mengingat. "Nah ini dia." Menunjukkan sebungkus lilin itu meski tidak terlihat.

"Aku bawa korek." Sun mendekati Komet dari arah suaranya. Dia selalu membawa benda tersebut dikarenakan merokok.

Perlahan raut wajah mereka mulai terlihat. Empat buah lilin dinyalakan lalu disimpan setiap sudutnya. "Oke, sekarang kita tidak gelap-gelapan lagi," ujar Satelit kegirangan.

"Bagaimana kalau kita menyusun kursi dan meja ini agar nantinya kita bisa beristirahat di tengah-tengah," saran Komet diangguki.

"Ayo susun," ujar Bumi. Semua menyusun kursi dan meja membiarkan bagian tengah kosong. Hanya Asteroid saja yang berdiam diri tak berniat membantu temannya melainkan menatap jendela ke luar.

"Kenapa, Asteroid?" Sun kini berada di dekat perempuan tadi hanya di diami saja. "Ayo kita duduk, istirahatlah dulu," ajaknya lagi.

"Aku mau pulang! Aku mana bisa tidur di lantai begini?" sentak Asteroid. Sedikit saja Sun tidak marah atau menunjukkan ekspresi demikian.

"Besok kita akan pulang. Malam ini kita di sini dulu." Masih berusaha menenangkan anak tadi.

"Aku bisa sakit di sini!" Mendorong tubuh tegap Sun lalu duduk ke tengah dengan wajah masamnya. Memegang kedua lutut menatap lilin berdiri di tengah.

Semuanya kembali hanyut dalam pikiran. Nebula bersandar pada lengan Galaksi. Begitupun dengan Uranus ke Bima Sakti mengelus kepalanya.

Sun duduk dekat Asteroid di mana Komet juga mendekat membiarkan Asteroid di tengah mereka. Bulan dan Satelit bersampingan lalu ada Bintang dan Mars bersandar di kaki meja begitu juga dengan Bumi dan Jupiter.

"Besok kita lanjutin pencarian Venus. Tadi kami tidak dapat menemukannya." Galaksi mulai bersuara setelah keheningan.

"Sepertinya kita lihat kondisi dulu aja. Situasi di luar tidak kondisif lagi," ujar Bima.

"Kami juga, bahkan diserang corbox." Bumi melirik Bulan datar, anak tadi hanya mengedikkan bahu.

"Siapa yang tega membunuh, Venus? Apa ada masalah dengannya?" ucap Bulan bertanya-tanya.

"Entah. Seharusnya Bima Sakti yang tahu dia ke toilet bersama," ujar Jupiter menatap elang seakan menuduh temannya.

"Apa maksud kamu? Menuduh aku?" sahut Bima Sakti, posisi duduk Uranus tadi bermanja-manja kini tegak.

"Bukan loh, tapi kalau kenyataanya gitu bisa apa?" timpal Jupiter lagi.

"Apa sih masalah kamu? Benci banget ya sampai nuduh orang?!" Bima Sakti mulai terpancing lalu berdiri di mana Uranus juga ikut memegang lengan jangan sampai pacarnya ribut.

"Kok marah? Jadi itu benar dong."

"Kalau benci bilang." Padahal Bima Sakti tak pernah punya masalah dengan teman kelasnya. Entah mengapa Jupiter begitu menyebalkan sekarang. "Tadi kamu ngedorong aku, sengaja 'kan biar corbox menempel? Untung saja Galaksi segera tarik aku saat itu," jelasnya dia menahan emosi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

1 Visi 7 Misi (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang