Bab 3. Misteri Hujan Es

3 1 0
                                    

"Hujan apa ini?" Kelompok satu berhambur ke lapangan melihat fenomena terbaru yang tak pernah terjadi di kota.

"Mengapa bentuknya persegi?" ujar Bulan mengambil sebutir.

"Ini tidak mencair." Benar kata Galaksi, butiran persegi seperti es. Biasanya batu es akan lebih cepat mencair tapi kali ini berbeda.

Teman-teman menikmati sembari melempar satu sama lain tak ada kecurigaan mengapa hujan berbentuk persegi. Jikalaupun salju bentuknya tak akan seperti itu.

Bulan menatap Galaksi, ada kejanggalan dalam hati. "Aku nggak tau mau bilang apa, rasanya aku cemas perkara hujan ini." Cowok tinggi tadi melempar batu es lalu menepuk pelan pundak Bulan.

"Jangan berlebihan. Bisa saja semuanya hanya kebetulan."

"Bagaimana bisa?"

Galaksi terdiam sejenak. "Kita tidak bisa menghindarinya jika mimpi kamu terjadi." Tatapan ke arah yang lain, melihat senyum dan raut bahagia terpancar. Terlebih lagi Komet dan Sun menjahili Asteroid.

Satelit iseng pada Bintang mengajaknya seperti bermain salju. "Bagaimana kita akan menghadapinya tanpa persiapan?" tanya Bulan masih dalam posisi yang sama.

"Diri sendiri."

"Maksud kamu?"

"Kita hanya butuh diri sendiri menghadapinya."

"Galaksi, apa yang diharapkan dari anak seperti aku, kamu dan mereka? Kita hanya anak kelas sebelas sebentar lagi naik jenjang kelas." Menghela napas, jika saja dirinya bermimpi Bulan akan memaksa bangun dari alam mimpi itu.

Firasat Bulan dan Galaksi sama. Merasakan sesuatu akan terjadi pada mereka. Meskipun belum tahu kapan waktunya. "Biarkan mereka pulang setelah hujan reda."

"Enggak. Bagaimana dengan tugas kita?" bantah Bulan ingat tugas kelompoknya hanya satu perempat saja selesai.

"Kamu masih mikirin tugas dalam keadaan ini?"

"Jelas. Kelompok kita harus terbaik, Galaksi. Aku nggak mau turun peringkat dan tak akan membiarkan Bumi menduduki ranking pertamaku."

"Gila ya kamu."

"Memangnya kamu nggak?" Siapa yang tak ingin mengambil peringkat pertama? Diketahui Galaksi peringkat ke tujuh dalam kelas. Pastinya ada keinginan untuk meningkat.

"Tapi tidak dalam keadaan sekarang, Bulan."

"Aku sudah belajar mati-matian tiap malam, begadang, memaksa diri tidak malas-malasan. Lalu segitunya nilai kelompok menghancurkan nilaiku? Pastinya aku tidak menerima itu, Galaksi."

"Tanpa kamu sadari, aku sama halnya dengan kamu." Meskipun sudah berusaha memang dia masih diperuntukkan menduduki tujuh terbaik.

"Ah, sudahlah. Pokoknya kita harus melanjutkan mengerjakan tugas kelompok. Setidaknya selesai 50 persen dan besok kita lanjut," kata Bulan menegaskan.

Galaksi menghela napas, dia harus menurut perintah sang ketua kelompok. Apapun yang terjadi dia akan bertanggung jawab terhadap tim. Begitulah peraturan, selalu menuruti perintah ketua dan mempertanggung jawabkan semua anggotanya.

"Memangnya apa juga yang akan terjadi? Kalian semua biasa have fun sampai tengah malam. Giliran tugas?"

"Katakan kalau kamu nggak khawatir. Kamu sendiri sedang takut dengan apa yang terjadi. Mimpi, langit hitam dan hujan es?" Galaksi bertanya kembali. Aliran darah Bulan seketika membeku mengelolah kalimat sosok cowok tersebut.

Dirinya memang takut, tapi dia juga egois menyangkut nilai.

Tak lama kemudian langit meluruhkan ribuan es seperti hujan deras. "Satelit ayo berteduh." Bintang menarik perempuan itu ke arah Bulan dan Galaksi sedari tadi menonton.

1 Visi 7 Misi (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang