Bab 8. Mencari Jasad Venus

1 0 0
                                    

Bagaimana tanggapan kalian di bab sebelumnya?

Kira-kira siapa yang membawa jasad Venus ya?

Yuk baca ini lebih lanjut!!!

Happy reading all!

🌸

"GUE BARU SAJA KETEMU VANUS!!!" sentak Satelit tak mempercayai Nebula menyapu dada, volume suara cewek tadi begitu tinggi mengejutkan dirinya.

Bumi dan yang lain mengerutkan kening bingung. Bagaimana Satelit bisa bertemu Venus jelas dia sudah meninggal?

"Kapan kamu ketemu?" tanya Bumi mewakili kebingungan yang lain.

"Baru saja tadi dari kantin." Menoleh pada Komet terduduk di kursi. "Gue tadi bilang sama lo ketemu Venus setelah keluar toilet. Lo percaya, kan?" lanjutnya mendekat ke arah pemuda tadi.

"Iya." Kelompok satu masih tak percaya. Jika memang Venus meninggal di mana jasadnya?

"Kamu ngigau," ucap Jupiter datar. "Jelas kami melihat dengan mata kepala sendiri Venus sudah tak bernyawa." Mulut Bulan sedikit terbuka mendengar. Teman kelasnya tiba-tiba meninggal padahal masih bertemu di kelas.k

Galaksi menatap kekasih yang hanya dijawab anggukan membenarkan penjelasan Jupiter. Mata berkaca-kaca lalu memeluk Galaksi menyalurkan kesedihannya. "Depan mataku sendiri Venus terjatuh saat aku membuka pintu toilet dirinya sudah tak bernyawa," jelas Nebula, isakan kecil terdengar.

"Tidak ... tidak ... tidak mungkin aku gila. Jelas aku melihat Venus begitu sehat, dia bilang mau ke perpustakaan. Terus dia buru-buru gitu," ujar Satelit belum percaya Venus tiada.

Galaksi mengelus pucuk kepala Nebula di mana teman-teman mengarah pada mereka. "Tadi aku ingin memberi tahu kamu Galaksi, sayangnya handphone ku mati."

Laki-laki tadi mengurai pelukan lalu menangkup wajah Nebula. Menyeka air mata sembari menggeleng tak mau melihat pacarnya larut dalam kesedihan. "Coba kamu jelaskan, Nebula," ucapnya begitu lembut.

Nebula menatap yang lain bergantian. Mengumpulkan nyawa untuk cerita. "Tadi waktu kerja kelompok di perpustakaan, Venus izin ke toilet. Karena dia tak kunjung kembali aku memutuskan cari ke kantin barang kali dia ke sana makan atau apa. Ternyata di kantin tidak ada, jadilah aku menyusul ke toilet." Memejamkan mata, menarik napasnya harus kuat melanjutkan. "Karena Venus belum juga keluar padahal aku udah nunggu lama jadilah aku masuk ke sana," lanjutnya.

Nebula meremas rok. Galaksi peka merangkul dari samping menguatkan. "Aku lihat dua pintu terbuka hanya satu pintu tertutup, ku pikir Venus di dalam. Aku nunggu belum juga keluar, aku panggil belum juga nyahut. Aku khawatir dan memutuskan buka pintunya." Sedetik Nebula mendongak menatap Galaksi sebagai energinya. Tatapan kembali ke teman-teman. "Saat itu juga Venus terjatuh berlumuran darah, kaki dan tangan terikat, bekas tikam, tali di leher, pisau penuh darahnya juga masih ada di kantong saku." Tubuh Nebula gemetar mengingat kejadian tadi.

"Terus yang gue lihat?" tanya Satelit.

"Mungkin kamu salah orang," sahut Jupiter lagi tidak mempercayai Satelit.

"MANA MUNGKIN GUE SALAH ORANG? WAJAHNYA SAMA PERSIS DAN TIDAK MUNGKIN DIA PUNYA KEMBARAN LANGSUNG ADA DI SEKOLAH INI, BUKAN?" bentak Satelit tepat di wajah Jupiter hanya menatapnya datar. Jika bukan perempuan pasti sudah memberi bogeman mentah.

"Itu arwahnya saja."

"Dia orangnya, Jupiter, lo harus percaya ke gue!" Satelit tak pernah takut melawan atau membentak laki-laki, sikap tombainya masih melekat. Tetapi jika itu menyangkut horor dia akan sedikit menciut.

1 Visi 7 Misi (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang