hello, silent reader.
"Wow, akhirnya aku melihat kamu di rumahmu ini. Apa kamu sudah bosan dengan perempuan cacat itu, Jazen?"
Jazen mematikan layar ponselnya saat siluet perempuan yang sebentar lagi akan berstatus sebagai Kakak iparnya itu mendekati dirinya yang saat ini tengah duduk di sofa ruang utama kediaman Gautama. "Buat apa lo dateng ke rumah gue sepagi ini? Nyamperin Jaden? Dia gak ada di rumah, lo pulang gih." Ketusnya sebelum beranjak karena perempuan yang datang itu mengambil tempat duduk tepat di sampingnya. Demi apapun Jazen muak dengan tingkah clingy perempuan ini.
"Jangan ketus sama aku bisa gak sih, Jazen?"
"Gak, orang gak ber-attitude kayak lo itu pantes diketusin." Balas Jazen dengan nada sinis, "Anyway lo cocok bahkan sama persis kayak Jaden." Celetuknya lagi.
Gaia, perempuan itu mengrenyit tak mengerti atas ungkapan bungsu Gautama, "Huh? Maksud kamu apa?" Dekat dengan Jaden saja tidak, lantas bagaimana bisa Jazen menyeletuk jika Gaia mirip seperti Jaden?
Jazen tertawa pelan, "Kalian berdua itu sama-sama gak ber-attitude."
"What theㅡbagaimana bisa kamu mengatakan hal seperti itu terhadap kakak kamu, Zen? Tidak sopan, meskipun aku tidak kenal dekat dengan JadenㅡTetapi aku tau betul jika dia pria baik, reputasinya pun." Sanggah Gaia, ia sedikit tidak mengerti dengan pemikiran pria pujaannya itu.
"Ya berarti lo itu gak tau apa-apa."
Gaia semakin tidak mengerti, "Maksud kamu itu yang sebenarnya apa sih.. Zen? Kenapa bicara seperti itu tentang Kakak kamu?"
Jazen menggidikan kedua bahunya, "Lo gak akan tau dan kalo pun tau juga lo bakal gak percaya atau mungkin malah milih diem aja seolah gak tau."
"Kamu gak jelas, Zen."
"I admit that I wasn't clear, tapi calon tunangan lo itu lebih gak jelas."
Gaia mendengus samar, "Terserah kamu mau bicara apalagi tentang Kakak kamu sendiriㅡTapi yang jelas dia belum tentu akan menjadi tunanganku."
"Up to you, Gaiaㅡ"
"Eh, Gaia? Kamu datang sendirian..? Orang tua kamu mana? Katanya ingin membahas tanggal pertunangan hari ini." suara Irena mengalihkan atensi Jazen dan Gaia.
Gaia tersenyum kikuk, "Nanti mereka nyusul.. Ma, aku disuruh datang duluan ke sini."
"Oh iya kalau gitu." Mama beralih menatap si bungsu yang nampak acuh sembari mengotak-atik ponsel, "Jazen?"
"Apa?"
"Telpon Jaden, suruh dia pulang karena hari ini mau menentukan tanggal pertunangan. Kalau perlu kamu gantiin Jaden mengurus tugas kantorㅡ"
"Mama telpon sendiri. Aku ada rekaman lagu hari ini, jadi gak bisa gantiin tugas anak kesayangan Mama itu." Sambar Jazen sebelum melengang pergi dari ruang utama menuju kamarnya untuk mandi sebelum berangkat menuju agensi.
Bukan tanpa alasan tidak jelas Jazen menolak perintah sang Mama, karena memang pada dasar yang jelasnya ia memiliki jadwal rekaman lagu hari ini dan lagi ia benar-benar malas menghadapi pria tidak tau diri seperti Jaden GautamaㅡBelum lagi ia harus mencari keberadaan Kalana yang jelas-jelas dibawa pergi oleh sang Kakak.
Drtt.. Drtt.. Drtt..
Jazen keluar dari kamar mandi dengan pakaian rapi, ia memungut ponselnya yang sebelumnya ia letakan di atas meja kamarㅡDilihatnya tatanan nama kontak pemanggil, emosi Jazen tersulut.
Jaden
Bajingan itu, "Apa?" Ketus Jazen yang tetap menjawab panggilan dari Jaden meski sejak semalam bahkan sampai sekarang dirinya masih emosi pada kembarannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
i. PERFECT
Короткий рассказBagi semua orangㅡJaden adalah sosok yang sempurna, sedangkan bagi Gaia definisi paling sempurna ada pada Jazen yang justru menganggap gadis cacat seperti Kalana-lah yang paling sangat amat sempurna.
