Loneliness and Yearning****
Semua akan abadi dalam karya
~~
Dua remaja kakak beradik dikejutkan oleh kedatangan sang kakek bersama supir ke sekolah. Tanpa sepatah kata pun terucap. Mereka hanya mengikuti arahan masuk mobil dengan banyak pertanyaan di kepala. Apa yang sedang terjadi? Mengapa semua orang terlihat panik?Dalam perjalanan Eunha berusaha mengajak kakeknya untuk berbicara. Namun, tetap saja tidak bersuara, hanya terdengar helaan napas berat seakan-akan meminta Eunha untuk diam sebentar. Eunha pun mengerti lantas menunduk, ia menangis karena merasa diabaikan.
Jianha memegang tangan Eunha agar tetap tenang. Ia sebenarnya sudah tahu apa yang sedang terjadi. "Papa sama mama kecelakaan, Dek."
Eunha yang tadinya menunduk kini menatap Jianha dengan mata berair. "Jangan bohong."
Jianha menggeleng kemudian menatap adiknya dengan lembut."Papa sama mama sekarang ada di rumah sakit. Papa meninggal dan kondisi mama kritis."
Jianha yang berusaha tetap tegar di depan Eunha, tetapi pertahanan itu perlahan-lahan mulai runtuh. Mereka menangis dengan posisi saling mendekap. Hasan pun terisak kecil melihat kedua cucunya hancur. Kenapa anak sekecil Jianha dan Eunha harus menanggung beban berat.
Dalam perjalanan ke rumah sakit, Hasan menerima telepon dari dokter yang memberitahukan kalau pasien bernama Naura telah meninggal dunia. Kedua orang tua tempat mereka menggantungkan harapan. Kini telah pergi untuk selamanya.
Jianha dan Eunha masih mengira kalau Naura kritis. Mereka berharap ada harapan untuk bersama. Namun, takdir Tuhan berkata lain.
Sesampai di rumah sakit, mereka langsung menuju ruang ICU. Eunha histeris ketika perawat mencabut seluruh alat medis yang terpasang di tubuh mamanya. Kemudian, kain putih menyelimuti seluruh tubuh Naura yang terlihat hanyalah kaki dengan jempol diberi tanda pengenal.
"Mama," lirih Eunha. "Kenapa mama juga ikut sama papa, Bang?"
"Eunha, semua sudah kehendak Tuhan," kata Jianha.
"Eunha nggak punya siapa-siapa lagi," ujar Eunha.
"Masih ada Abang sama Kakek yang jagain kamu," ucap Jianha.
Benar, masih ada Jianha dan Hasan yang menjaga Eunha. Namun, tetap saja itu akan terasa berbeda. Ia butuh sosok orang tua dalam masa remajanya. Ia belum mengerti apa-apa tentang hidup ini.
"Ayo, kita pulang. Sebentar lagi mama dan papa mau dimakamkan," ajak Hasan.
Eunha mengangguk, tetapi kakinya lemas sampai ia terduduk di lantai.
"Astaghfirullah." Jianha terkejut melihat adiknya tak bertenaga. "Sini Abang gendong."
"Mama, papa," lirih Eunha.
Jianha tidak peduli dengan kondisinya sekarang. Yang harus ia khawatirkan adalah Eunha. Kalau Jianha rapuh, bagaimana dengan Eunha. Kepada siapa Eunha menumpahkan rasa sedih, sakit, marah, dan kesal jika sama-sama lemah.
Mobil Hasan mengiringi perjalanan ambulans. Eunha tak berhenti menangis, ia kesal mengapa bumi terasa berjalan sangat lambat. Apakah semesta sengaja menghukum Eunha agar semakin lama merasakan kepedihan ini? Ia ingin cepat sampai di rumah lalu memeluk jenazah sang papa dan mama. Ia rindu sekali, sudah dua bulan mereka tak bertemu.
Tak hanya Eunha rindu, Jianha pun merasakan hal yang sama. Kemarin Naura memberi kabar akan pulang hari ini. Jianha tertawa dengan deraian air mata. "Mama dan papa nggak bohong kalau mau pulang hari ini. Mereka benar-benar pulang kepada Allah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Loneliness and Yearning
Romance"Papa pernah bilang sama Eunha agar selalu semangat mengejar mimpi menjadi penulis novel, biar karya-karya Eunha bisa melegenda." "Mama selalu bawel kalau Eunha belum makan, terus mama bawain makanan ke kamar. Mama cerita tentang indahnya langit ma...