•••"Tidak semua harapan menjadi kenyataan. Karena pada hakikatnya, setiap makhluk berjalan sesuai takdir Tuhan."
Loneliness and Yearning
By Umi Rahman***
Sudah satu bulan Hasan berada di rumah. Dua kali dalam seminggu ia kontrol ke rumah sakit. Jianha juga melakukan terapi pemulihan patah tulang kaki. Eunha bersyukur kondisi kakek dan kakaknya mulai membaik. Ketika selesai makan malam, Eunha meminta izin kepada mereka untuk pergi ke Palembang.
"Kapan lomba cerpennya?" tanya Hasan.
"02 Desember, tapi lusa harus berangkat ke sana. Soalnya ada kegiatan literasi," kata Eunha.
"Kakek izinkan," ujar Hasan pelan.
Jawaban Hasan membuat Eunha sedih. Ia takut meninggalkan kakek dan kakaknya. Keraguaan dalam hati membuat ia semakin dilema. Namun, harus bertanggungjawab menjadi perwakilan lomba. Karena ini salah satu jalan agar bisa mengembangkan diri menjadi penulis.
"Kamu nggak usah ragu. Kakek sama Abang di sini baik-baik aja," ucap Hasan seakan-akan tahu isi hati Eunha.
"Tapi." Suara Eunha terdengar begitu lirih.
"Pergilah, Eunha. Kamu tenang aja, ada Abang yang jaga Kakek di sini," timpal Jianha.
Eunha menoleh Hasan yang tersenyum lantas mengangguk kepadanya. Menandakan kalau ia mendapat izin untuk ikut lomba. Namun, tetap saja keraguan masih bersemayam dalam diri.
Gadis itu memeluk Hasan."Terima kasih, Kek. Maafkan Eunha harus pergi sebentar ke Palembang."
"Iya, kamu harus hati-hati dan jaga diri," pesan Hasan diangguki oleh Eunha. "Kalo pulang jangan lupa bawa piala sama piagam."
"Akan Eunha usahakan kalau itu yang membuat Kakek bangga sama Eunha," balas Eunha bersamaan dengan luruhnya buliran bening dari pelupuk mata.
Sebenarnya Hasan masih ingin berlama-lama dengan Eunha. Namun, cucunya itu harus ikut lomba. Tidak apa-apa, waktunya hanya seminggu. Semoga nanti ada kesempatan untuk bertemu lagi.
Eunha memegang tangan Hasan. "Jadi Eunha harap Kakek jaga kesehatan, bisa?"
Hasan mengangguk pelan.
Jianha tersenyum tipis lantas memberi kode kepada Eunha untuk ikut bersamanya sebentar. Kini mereka berada di taman belakang. Penuh dengan bermacam-macam bunga yang Naura dapatkan dari berbagai kota.
"Kamu tahu kenapa mama suka menanam bunga?" Jianha membuang ulat yang memakan daun mawar.
"Karena indah," jawab Eunha.
Jianha menggeleng lantas duduk di bangku. Ia bersyukur karena kakinya sudah sembuh. "Bukan hanya karena indah, tetapi mengagumkan."
Eunha ikut duduk bersama Jianha sambil memandangi taman bunga. "Mana lebih mengagumkan, mama atau bunga yang berhasil mama rawat?"
"Keduanya sama-sama mengagumkan. Mama yang merelakan hidupnya selama bertahun-tahun untuk merawat bunga-bunga itu. Tanpa mengeluh, tanpa menuntut apa pun. Mama paham kalau setiap bunga memiliki tumbuh kembang yang berbeda. Mama nggak pernah membedakan bunga satu dengan lain. Mama berusaha untuk memberikan yang terbaik," balas Jianha sambil membayangkan ketika Naura merawat taman bunga itu dengan hati gembira.
![](https://img.wattpad.com/cover/360327845-288-k903221.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Loneliness and Yearning
Romance"Papa pernah bilang sama Eunha agar selalu semangat mengejar mimpi menjadi penulis novel, biar karya-karya Eunha bisa melegenda." "Mama selalu bawel kalau Eunha belum makan, terus mama bawain makanan ke kamar. Mama cerita tentang indahnya langit ma...