07 : Hanya Perantara

69 23 59
                                    


~~~

"Yang ditakutkan bukan derasnya air hujan, bersamaan dengan petir menyambar. Akan tetapi, tidak mau membenahi diri karena merasa paling benar."

Loneliness and Yearning
By Umi Rahman

***


Menjual beberapa lukisan di bawah terik matahari demi sesuap nasi. Tubuh mulai lelah, keringat bercampur bau badan. Meskipun demikian, tak membuat Johan patah semangat. Ia tetap menjajakan karyanya. Semoga saja ada yang tertarik untuk membawanya pulang.

"Ji, lo yakin mau ikut gue jualan?" Johan menoleh Jianha yang kesusahan berjalan karena menggunakan kruk. "Mending lo pulang aja."

Jianha terkesiap."Lo ngusir gue, Jo?"

"Bukan ngusir, tapi lihat kondisi lo sekarang," balas Johan.

"Gue nggak papa. Nggak usah khawatir, gue pasti bisa bantu lo," kata Jianha menepuk pelan bahu temannya. "Itung-itung belajar jualan."

"Terserah lo, dah." Johan tak mau berdebat.

Tak pernah ada dalam bayangan Jianha akan menjalani hidup seperti ini. Memakai kruk dan berkeliling menjajakan dagangan. Kemewahan yang dia nikmati dulu hangus begitu saja. Ia benar-benar bingung harus melakukan apa agar mendapat uang.

Johan kagum dengan Jianha yang masih bisa tersenyum meskipun kesulitan berjalan. Ia juga malu ketika diajak salat asar. Sebab sudah lama kakinya tidak menginjak ubin masjid. Bahkan, bacaan salat saja hampir lupa.

"Gue nggak bisa sholat," ujar Johan pelan.

Jianha yang hendak melepaskan sendalnya spontan menatap Johan. "Kenapa?"

"Karena gue nggak pernah sholat," ungkap Johan jujur.

"Tapi, agama lo Islam, 'kan?" Jianha memastikan.

"Iya, gue muslim. Tapi, gue sholat cuma dua kali dalam setahun," kata Johan sangat malu.

Jianha tersenyum paham dengan perkataan Johan. "Sholat idul adha sama idul Fitri."

Johan tersenyum kikuk. "Lo aja yang sholat, gue nunggu di sini."

"Eh, mana bisa. Kita harus sholat." Jianha pun sedikit memaksa Johan untuk ikut bersamanya.

"Gue nggak bisa sholat, gue lupa bacaannya," tolak Johan.

"Lo bisa sholat cuma nggak mau aja," ucap Jianha menusuk relung hati Johan. "Ayo, sebelum waktunya abis."

Johan masih bergeming, dia merasa tak pantas masuk ke masjid karena penuh dosa. Apakah Allah akan menerima salat seorang pendosa sepertinya?

"Gue duluan, ya. Takutnya nggak kebagian tiket surga." Jianha membalikkan badan lantas melangkah menuju tempat wudu.

Azan berkumandang, Johan melihat orang-orang mulai bersiap menunaikan salat asar. Sebagai bukti bahwa mereka bergantung kepada Allah bukan pada makhluk. Sedangkan, ia selama ini berharap uluran tangan manusia. Melupakan Allah yang Maha Kuasa. Tempat bersandar paling utama.

Hati Johan mulai terketuk, ia menapak ubin masjid itu dengan gemetar. "Ya Allah, ampuni hamba-Mu ini."

Walapun kaki terasa berat seakan-akan ada yang menahannya. Johan tetap memaksakan diri mengambil air wudu. Ketika dibasuhkan ke wajah. Ia merasakan hawa kesejukan menerpa tubuhnya. Lalu, masuk ke dalam sanubari.

Loneliness and Yearning Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang