06 : Secercah Harapan

93 32 57
                                    

~~~

"Bahagia hampir dalam genggaman. Namun, semesta kembali merenggutnya secara perlahan. Seolah-olah memberi tanda, akan melenyapkan semua harapan."

Loneliness and Yearning
By Umi Rahman


***

Tawa satu kelas itu menggelegar setelah Eunha mengatakan ingin menjadi penulis novel. Setelah tahu kabar orang tuanya meninggal. Mereka langsung memandang rendah. Seperti sekarang, seolah-olah memang telah berencana untuk mempermalukannya.

"Kamu yakin ingin menjadi penulis novel, Eunha?" tanya Bu Susi.

Eunha terdiam, ia menahan tangis. Lalu, mengangguk pelan.

"Memangnya kamu sepintar apa, sampai bercita-cita menjadi penulis novel? Itu nggak mudah, lho, Eunha," kata Bu Susi.

Bahkan guru bahasa Indonesia saja meragukan Eunha. Bagaimana tidak tertawa mendengar cita-citanya. Seorang anak yatim piatu ingin menjadi penulis dan memiliki toko buku serta perusahaan penerbitan. Dalam mimpi saja kata mereka.

Bu Susi menggeleng sambil tersenyum mengejek. "Nilai bahasa Indonesia kamu saja remedial, Eunha. Ibu harap kamu belajar lebih giat lagi."

Eunha menatap Bu Susi dan teman-temannya secara bergantian. "Nilai saya memang remedial. Apa saya nggak boleh bercita-cita?"

"Boleh-boleh saja. Asal jangan ketinggian, harus sesuai kemampuan. Nanti kalau jatuh, sakitnya susah sembuh," balas Bu Susi dengan wajah datar.

"Baiklah, kalau begitu. Ibu cari murid lain saja untuk menjadi perwakilan lomba cerpen," ujar Eunha lalu melangkah menuju bangkunya.

Sesuai kesepakatan bulan lalu, Bu Lidya mengusulkan Eunha untuk mewakili lomba cerpen. Karena karangannya menarik perhatian. Namun, Bu Susi tidak setuju sebab sudah memiliki anak emas. Yang lebih baik daripada gadis baru kehilangan orang tua itu.

Eunha tidak tahu mengapa Bu Susi seperti memiliki dendam kesumat. Seolah-olah menghalangi jalan kesuksesannya. Nilai Eunha tidak remedial, tetapi dikurangi agar mendapat peringkat paling bawah.

"Oke, Ibu setuju kalau kamu mengundurkan diri," ucap Bu Susi senang. "Putri, kamu yang akan mewakili lomba cerpen minggu depan."

Putri pun terkejut karena tiba-tiba ditunjuk. Pasalnya, cerpen yang ia kumpulkan saat pemilihan perwakilan lomba, hasil dari menjiplak milik Eunha. Ia bingung harus mengatakan apa. Jika memberitahu sebenarnya, bisa-bisa dipermalukan.

"Kamu bisa, 'kan, Putri?" Bu Susi memastikan kalau Putri menerima.

Terpaksa Putri mengiakan penuh percaya diri agar mereka yakin. Ia menyesal menjiplak karya dari buku catatan Eunha. Bagaimana jika nanti temanya diganti lebih sulit. Gadis berambut sepunggung yang direndahkan tadi menoleh sang anak emas. Lalu, mengangkat sudut bibirnya. Seakan-akan memberi selamat telah menjadi perwakilan lomba cerpen dengan cara curang.

Eunha masih memperhatikan gerak-gerik Putri. Ketika pandangan mereka bertemu. Ia tersenyum dengan tatapan mata tajam. Lalu, berucap dalam hati. "Mampus lo, makan itu cerpen gue."


****


Derap langkah Johan terdengar begitu semangat mengitari rumah sakit. Setelah pulang sekolah ia memutuskan untuk bertemu temannya. Bahkan, seragam SMA Cendrawasih masih melekat di tubuh.

Loneliness and Yearning Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang