4.

1.3K 145 6
                                    


(author saranin baca part ini sambil dengerin lagu diatas ya!)
"OLINE!!!" Teriak seorang perempuan dengan keras, memanggilku sampai orang-orang disekitarku melihat ke arahnya. Sepertinya aku mengenal perempuan tersebut, dan ya, perempuan itu ternyata adalah-









***
Oline POV

"Haduh, buru buru banget aku tadi," Kak Anin berlari dan duduk dikursi sebelahku yang masih kosong. Terlihat dari wajahnya, Kak Anin sangat berkeringat karena berlarian tadi.

"Dimana Erine? maaf ya ngerepotin,"

"Ngga merepotkan kok, dianya ada di ruangan dokter."

"Udah siuman, kan?"

"Udah, dia sama dokter dulu soalnya lagi nebus obat."

"Yaudah, kalau kayak gitu aku kesana dulu, tolong urusin obatnya ya, lin!" Kak Anin berdiri dari duduknya dan berjalan cepat menuju ruangan dokter. Aku tetap duduk dikursi apotek sambil menunggu nama Erine dipanggil.

Cukup lama, 17 menit kemudian nama Erine dipanggil. Aku kemudian berdiri dan segera mengambil obat tersebut dari apoteker.

"Untuk cara konsumsi dan aturan obatnya, sudah tertulis di kertas yang diberikan dokternya tadi, ya." aku hanya membalasnya dengan anggukan kecil, dan membayar obat tersebut. Aku kemudian berjalan menuju ruangan dokter untuk melihat Erine dan sang kakak disana. Sesampainya aku disana, pandangan 3 manusia didalamnya langsung tertuju padaku, Erine terlihat benar-benar sudah siuman sepenuhnya,

"Masuk, nak. Ini mbak Erinenya sudah siuman," ucap dokter yang berada disamping Erine, mengecek keadaannya. Aku masuk kedalam ruangan tersebut dan duduk di kursi yang disediakan didepan meja kerja sang dokter.

"Ini mbak Erinenya sudah bisa pulang. Ingat pesan saya tadi lho ya, jangan terlalu fokus sama kegiatan sampai lupa istirahat, ya. Oh iya, tadi saya belum kenalan sama pacarnya mbak Erine-"

"HAH? APA DOK?!"

"Lho, itu kan pacarnya mbak Erine, yang bawa mbak Erine kesini, gimana toh ini?" sebelum Erine membongkar penyamaranku, aku berlari kepadanya dan membungkam mulutnya menggunakan tanganku, Kak Anin juga terkejut atas apa yang kulakukan ke adiknya, ia sepertinya sudah paham bahwa ini hanya penyamaranku.

"Ssssttt, udah diem. Ah, iya, Saya Oline Macario, atau bisa dipanggil Oline." aku melepaskan tanganku dari mulut Erine dan menjulurkannya didepan sang dokter, sang dokter membalasnya dengan senyum diwajahnya.

"Kami pamit ya, dok. Terimakasih atas semua bantuannya." Kak Anin kemudian menjulurkan tangannya juga dihadapan sang dokter dan sang dokter juga membalasnya.

"Jaga kesehatan ya!"

"Siap dok!" kita bertiga kemudian keluar dari ruangan tersebut, dan menuju ke parkiran mobil untuk menuju ke mobil masing-masing. Sebelum itu, Erine mengajakku mengobrol dan menatapku dengan sangat sinis, seperti sang singa yang siap menerkam mangsanya. Gila, serem banget anjir.

"Lo bilang apa aja ke dokter tadi?"

"Lo ngga perlu tau, rahasia negara." aku mengedipkan mata kiriku, bertujuan untuk membuat Erine lebih kesal, dan disisi lain untuk membuat Erine geli. Kakak dari Erine atau Kak Anin hanya bisa tersenyum geli ketika melihat aku melakukan hal tersebut kepada Erine.

Lampu Merah (Orine)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang