Authors POVOline, Ribka, dan Erine sedang berada di dalam kamar Erine, Erine duduk di atas kasur miliknya, sedangkan Ribka dan Oline duduk di kursi, berhadapan tapi lumayan jauh. Mereka berdua saling melemparkan tatapan sinis, mereka berdua sedang berantem.
"Jelasin ke gue, kalian tadi ngapain?" Tanya Ribka dengan nada yang seperti sedang menghakimi pelaku kriminal.
"Gue cuman ngelakuin yang bunda dia suruh, ada yang salah?"
"Brengsek banget lo, gue gak buta, apa maksudnya ini?" Ribka menunjuk-nunjuk kissmark yang ada di leher Erine, nggak make sense.
"Gak sengaja, lo ga perlu tahu deh."
"Baru masuk sekolah sini, udah berani macem-macem sama ketos? Yang bener aja deh lo!"
Oline terlihat memutar kedua bola matanya, terlalu malas menanggapi, dia mengambil jaketnya yang ia taruh di meja belajar Erine, dan kemudian menyodorkan jaketnya di depan dada Erine.
"Pake ini dulu buat nutupin leher kamu, kalau udah selesai sama dia aku ada di bawah." Erine menerima jaket pemberian dari Oline, mereka berdua saling melontarkan senyum. Ribka bagaimana? dia terlihat sedang menahan untuk tidak muntah.
Oline berjalan menjauh, membuka pintu, lalu menutupnya kembali. Setelah melihat Oline sudah pergi, Ribka menghampiri Erine, lalu duduk di sampingnya, merebut jaket pemberian Oline, dan melemparnya, hampir saja mengenai pajangan buku Ancika yang 'limited edition' milik Erine, mungkin, tinggal beberapa jengkal saja.
"Apasih, main lempar-lempar aja!" Bentak Erine, sepertinya dia sudah marah.
"Lo kena pelet apa sih sama dia? Mana sok-sokan jadi Dilan begitu!"
"Pelet ikan? Mungkin ya..."
"Gue gak bisa mikir gimana caranya lo bisa juga jatuh cinta sama dia? She's a fucking troublemaker dude, wake up!"
Erine beranjak dari duduknya, dia mengambil jaket milik Oline dan memakainya. Sebelum menyusul Oline, dia menghampiri temannya yang masih duduk di atas kasurnya, dia sedikit mencondongkan badannya, menyetarakan antara wajahnya dan wajah Ribka.
"Baru juga tahap awal dia jadi Dilannya gue," Erine berjalan keluar dari kamarnya, meninggalkan Ribka seorang yang masih melamun sendirian, masa jadi pacar Erine doang harus ada tahapnya sih?
Erine sudah sampai di ruang keluarganya, terlihat Oline sedang menonton televisi sembari memakan jajanan ringan. Perlahan, dia duduk di sampingnya, meniru pose perempuan yang berada di sampingnya.
"Sudah selesai?"
"Udah."
"...."
"... Buat kamu," Oline menyodorkan setangkai bunga yang dia buat dari tissue, Erine tidak menyangka dia bisa membuatnya. Dia mengambilnya, lalu dia sisipkan di atas daun telinga sebelah kanannya.
"Buat apa?" Jawab Erine sambil tersenyum ke arah Oline.
"Mirip kamu."
"Darimana nya coba?"
"Gatau juga, sih... Bosen aja nunggu kamu, jadi aku buat ini deh." Mereka berdua tertawa bersama, mengalahkan suara televisi yang sedari tadi Oline setel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lampu Merah (Orine)
Fanfiction- Oline Macario Vanisa, siswi pindahan yang bertemu Catherina Vandesca Natio pada hari pertamanya bersekolah di Jakarta, ia tidak mengetahui perjalanan hidupnya akan berubah sangat drastis sejak bertemu perempuan yang tak pernah ia pikirkan akan had...