8

604 71 8
                                    



***
Oline POV

"Masih mau lo biarin?" Lily menggertakku, dia sudah datang dari Angkringan tadi, dia mondar-mandir kebingungan sepertinya, "Kalo lo masih mau diem aja, wah gila lu anjing!"

"Lu bisa sabar gak sih? Kita mau bertindak gimana orangnya juga belum ketemu!" Ucapku sambil berdiri dan menunjuk kepada Lily. Kesabaranku memang sudah tidak bisa ditahan, Lily memang egois saja bisanya.

"Kalo lo emang mau nyari orangnya sendiri, silahkan, gausah ikut sama gue buat nyelesaiin ini," Di sampingku, ada Erine yang sedari tadi mengelus-elus punggung tanganku, berharap aku meredakan amarahku, tapi maaf. "Inget, nama lu pasti di bawa-bawa-"

"Dari dulu Moreen ngelacak orang pinter, kenapa gak lo gunain? Di rumah Erine ini juga ada CCTV kan? Lo dari dulu kalo ga diginiin gak bakal ada inisiatif dari diri lo sendiri emang!" Ucapnya sambil balas menunjukku, aku menampar tangannya yang ada di depanku, "Terakhir kali, gue suruh kalian bantuin gue nyari orang yang nyerempet mobil gue, belum ketemu kan sampek sekarang?"

"Gue gamau kalau sampai ngerepotin kalian, apalagi Moreen, suruh ngelacak sana-sini. Mereka pasti cuman mau gue yang mati, daripada gue cuman bisa ngerepotin kalian, mending gue mati sekalian demi kalian tau nggak lo!"

"Stop!" Erine berdiri dari duduknya, dia berdiri di antara aku dan Lily,

Plak!

Pipi kita berdua di tampar olehnya, kita berdua cuma bisa memegangi pipi kita masing-masing sembari melihat ke arah sang pelaku, sakitnya bukan main anjing, "Kalo mau ribut ya jangan di sini, gue Ketua OSIS kalian! Mau kalian gue masukin BK besok? Stop deh ya, mending pergi deh kalau mau ribut doang!"

"Takutnya oi!" Trisha tertawa kecil dengan Moreen yang duduk berdampingan, kesalahan besar!

"Diem lo monyet!"

"Astaga mulutnya.." Jawab kita berempat secara bersama-sama, dia kemudian menggembungkan pipinya, nggak-nggak, masa amarahku leleh gara-gara dia sih?

"Ternyata sang ketua osis bisa misuh juga ya?" Trisha kembali tertawa, tetapi lebih kencang daripada sebelumnya, dan memukul-mukul tangan Moreen, ya kalian tau wajah Moreen sekarang.

"Jujur aja gue juga udah capek berantem, Ly. Intinya, lo masih mau ikut gue nyelesaiin ini, atau lo mau pake cara lo sendiri tapi nggak sama gue?" Lily kembali duduk di sofa, dan dia menjawabku dengan wajah masamnya, "Yaudah, gue ikut lo."

"Buat apa coba kalian berantem tadi, kocak! Nasi kucing gue sampe belum gue makan-"

"Sumpah sha, lu daritadi bacot bet."

"Hehe, sorry lin."

Suasana kembali tenang, tak ada lagi pertengkaran yang terjadi. Waktu menunjukkan jam 8 malam, orang tua Erine juga sudah pulang, kita berempat kemudian pamit untuk pulang karena memang sudah larut malam.

Aku sudah sampai di rumahku, sepertinya orang tuaku sudah tidur semua, aku kemudian bergegas ganti baju dan tidur, sesekali aku mengeceknya, hari yang melelahkan.

...

...

...

...

...

Jam setengah 6 pagi, aku siap menerima teror tidak jelas itu lagi, sebelum akhir bulan nanti. Aku mengawali hari dengan memutar lagu dari Ardhito Pramono, Here We Go Again / Fanboi.

So here we go again,
I kissed that girl again,
But suddenly it must come to an end,
Stop smiling you know you're so annoying,
Your cheeks, your lips-

Lampu Merah (Orine)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang