45

1.4K 92 8
                                    

“MAS!”

Ada satu hal yang benar-benar mengganggu pikiran yeonjun selama dia hamil.

“Baju nya gak muat lagi!”

Semua pakaian dia mengecil atau lebih tepatnya terbuang sia-sia menjadi seonggok kain kusut yang bertumpuk di dalam lemari. Pun begitu dengan bagian celana.

Bibir bawah dia melengkung tanda cemberut, meraih ujung kaus soobin sebelum merengek meminta sesuatu. “Pinjem baju Mas soobin~”

“Emangnya bakalan cukup di kamu?” balik melontarkan pertanyaan dengan nada ragu, satu tangan soobin terangkat mengusap perut berisi yang lebih muda. “Jangan marah-marah terus, kasian nanti anak kita jadi takut.”

“Junnie gak marah-marah!” elaknya dengan pipi mengembung. soobin tertawa, mencubit ujung hidung yeonjun gemas sembari mengecup pelipisnya sayang.

“Tunggu Sebentar, biar Mas cariin baju buat kamu.”

Mengobrak-abrik lemari guna mencari baju untuk suami kecilnya. Fokus soobin benar-benar terpecah kala pelukan dari balik punggung melingkar, mengikat tubuh tegapnya. Tawa geli dia mengalun merdu, berbalik menghadap yeonjun dan balas memeluk pemuda manis itu gemas. “Mas udah pernah bilang 'kan buat beli baju yang baru. Semua pakaian kamu gak akan cukup.”

“Junnie lebih suka pake baju Mas soobin.” Pipi gembil dia menggosok bahu lebar soobin manja. Kian menyusup, bersembunyi sembari menghirup aroma maskulin sang suami lamat-lamat.

Hening dalam sekejap, belah bibir soobin terbuka menyampaikan satu pesan. “Adek, pake baju dulu.”

“Sebentar.”

Sangat sulit menangani sikap manja
Yeonjun jika sedang kumat. Terkadang soobin akan kewalahan, menahan afeksi menggemaskan sekaligus menyebalkan karena libido kurang ajar miliknya sendiri.

Netra gelap dia berpendar samar, mendudukkan tubuh berisi yeonjun agar duduk di pinggir ranjang. soobin
berlutut, menangkup kedua tangan
halus si manis erat-erat. “Duduk dulu
oke, biar Mas cariin baju buat kamu.”

Yeonjun menggeleng, menahan kepergiaan soobin secepat mungkin hingga mengurungkan niat pria
itu untuk berdiri: bangkit mencari pakaian layak.

Mata rubah dia mengerjap lucu,
kembali mengeratkan genggaman
diantara mereka sebelum berucap, meminta satu hal. “Mas soobin besok jangan kerja. Temenin junnie dirumah.” 

Berdua bersama Bi yuri menunggu kepulangan soobin yang tengah bekerja hingga langit malam menjelang, menggerus kehadiran sang fajar. Telak memperburuk suasana hati yeonjun karena perasaan rindu.

Bibir bawah dia digigit gusar, lantas mendongak ketika usapan serta cubitan di bagian pipi terasa akibat perlakuan gemas soobin. “Mas baru bisa ambil cuti bulan depan, buat kamu sama anak kita.”

“Kenapa gak sekarang aja? biar junnie sendiri yang bilang sama Ayah.”

“Gak boleh gitu dek, mas masih banyak kerjaan. Kamu harus ngerti.”

“Kalau gitu mas juga harus ngertiin perasaan junnie dong!”

Astaga, kenapa bocah ini sangat sensitif?

Membuang napas guna menekan perasaan jengkelnya. Pegangan soobin melonggar sebelum berdiri menggunakan tumpuan lutut kaki. Ujung bibir dia tertarik mengulas kurva indah, lantas mencium paras elok yeonjun penuh kasih sayang. “Kamu gak mau jauh-jauh dari mas hm?”

Kepala yeonjun mengangguk pelan. “Anak kita juga suka kangen sama Ayahnya. Kata adek bayi mas soobin gak boleh kerja lama-lama.”

“Masa sih?” Senyuman dia berubah menjadi tawa. Kemudian sedikit menunduk untuk mengecup dan mengusap perut besar yeonjun. “Anak Ayah gak mau di tinggal kerja lama-lama hm?”

Happy MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang