my papa save me?

365 60 2
                                    

jangan lupa pencet bintang dan comment nya juga ya! terima kasih!


happy reading


Dirinya menatap satu objek tanpa berniat mengedipkan netranya, hatinya berdebar kencang kala ia benar-benar berada di depan ruang aborsi, Asahi rasa dirinya memang jahat, tak berperikemanusiaan, membunuh anaknya sendiri ialah hal yang tak pernah ia berani pikirkan namun kenyataan kali ini melemparnya ke dalam palung mariana, gelap, sesak, juga memuakkan.

Pria itu berkali-kali mengelus perut yang tampak bulat diusia kehamilan yang beranjak lima belas minggu, ia sungguh menyangi anaknya sendiri, demi apapun Asahi tidak ingin melakukan ini. Napasnya kian tersenggal, mendudukkan bokongnya pada kursi kosong, mengelus dalam perutnya seolah bicara melalui batin. Asahi bergerak gelisah saat menyadari bahwa sebentar lagi dirinya akan dipanggil. Haruskah ia melarikan diri saja? atau haruskah ia menikah dengan pilihan sang papa daripada membunuh anaknya sendiri?

Asahi tak sejahat itu untuk membunuh anaknya sendiri, ia kalut, tak ada yang bisa ia ajak bicara. Semua orang menyuruhnya menggugurkan bayinya sendiri, sebenarnya yang tokoh antagonis disini siapa? mengapa seolah segalanya tampak Asahi yang menjadi jahat sendirian?Asahi menggeleng, ia harus sadar, anak tak bersalah ini tidak boleh meninggalkan dunia sebelum bertemu dengannya.

Bisikan kecil Asahi serukan pelan-pelan, "Aku tidak ingin kau pergi, kumohon apapun yang nanti akan dilakukan... bertahanlah, aku menyayangiku, my baby banana smoothie..." Bening di pelupuk matanya menetes kian deras, Asahi menutup wajahnya dengan tangan lentiknya.

Ia sungguh tidak ingin kehilangan anaknya sendiri, mengapa ia tidak bisa memilih pilihan terbaik untuk ia dan bayinya? Mengapa ia lagi-lagi diharuskan untuk merelakan? Dirinya tidak sekuat itu kala semesta memainkan perna terjahatnya dengan waktu yang bersamaan. Ini sangat menyakitkan, ia sangat amat menyadari apabila kini ialah hal paling buruk yang ia ambil, kenapa mulutnya berucap dengan enteng dengan mengatakan akan menghilangkan nyawa anaknya sendiri? Ini terlalu memuakkan saat Asahi menyadari bahwa ia tidak dapat melakukan apapun untuk menyelamatkan anaknya.

Tangisan pilunya pecah, menarik beberapa pasang mata untuk melirik ke arahnya, sesaat sebelum namanya dipanggil, ia enggan masuk sebelum namanya yang telah berulang kali diserukan. Asahi melangkahkan kakinya yang terasa begitu berat, berkali-kali merapalkan untuk anaknya agar bertahan, juga merapalkan bahwa kali ini semesta berpihak padanya, kali ini.. hanya kali ini.

Sepasang mata legam yang ia yakini dokter itu menatapnya ragu, menyuruh Asahi untuk duduk dihadapannya sembari memberikan segelas air putih yang disodorkan oleh perawat disana.

"Tuan Hamada?" Pertanyaan itu hanya Asahi balas dengan anggukan kecil.

"Jadi apa yang membawamu kemari?" Tanyanya lagi membuat Asahi menatap wajah dokter di hadapnnya.

"Aku ingin.." ada jeda dalam ucapannya, Asahi menarik napasnya dalam sebelum melanjutkannya.

"Menggugurkan kandunganku," serunya kali ini membuat dokter disana tersenyum kecil, menatap wajah Asahi dengan lekat sebelum berujar.

"Aku yakin kau tidak ingin mengugurkannya, kan? Wajahmu itu terlalu ragu untuk melakukannya. Kau pulanglah dulu, mantapkan hatimu untuk melanjutkannya atau tidak," ucapan dokter itu membuat Asahi menggelengkan kepalanya.

"Tidak dokter, aku sudah sangat yakin untuk menggugurkan dia.." jawabnya yang diberi kekehan kecil oleh dokter disana.

"Kau tau.. memilih aborsi bukanlah jalan paling baik yang dapat diambil, aku sudah melalui banyak sekali hal semacam ini sebelumnya, aku bisa tebak jika kekasihmu tidak menginginkannya, maaf jika perkataanku lancang, namun aku kira kau perlu memikirkannya lagi, wajah sembabmu itu mengatakan segalanya, Tuan Hamada." Pria itu berucap dengan tenang, memberikan keyakinan kepada Asahi untuk memikirkannya ulang.

"Kau tau apa yang biasanya terjadi setelah aborsi tanpa kemantapan hati?" seruan itu Asahi jawab dengan gelengan samar.

"Pasienku selain mengalami kerusakan pada rahimnya, ia juga mengalami gangguan jiwa, entah stress ringan atau stress berat, ia selalu takut akan penyesalan yang ia hadapi. Kesalahan dirinya pula tekanan yang ia selalu dapatkan dari segala sisi," ucapan dokter itu Asahi beri anggukan, ia juga telah sepenuhnya menyadari bahwa apa yang akan terjadi pada dirinya sendiri jika ia tetap memilih menghabisi nyawa tak bersalah itu, dan ia rasa.. dirinya tidak akan cukup kuat untuk menghadapinya.

"Dokter.. bisakah kau hanya memberikan obat pengugur saat ini? Aku akan memikirkan lagi nanti apakah aku harus meminumnya atau tidak," seruan Asahi, pria itu anggukan, memberikan resep obat kepada Asahi sebelum mempersilahkan Asahi untuk beranjak keluar.

Asahi membungkukkan tubuhnya sebelum beranjak darisana, hatinya menjadi sedikit tenang atas apa yang dokter itu titahkan pada Asahi. Kini Asahi akan memikirkan langkah terbaik bagi ia dan anaknya, sebab ia sangat amat takut jika anaknya benar-benar terbunuh karena kesalahannya sendiri, meski kini ia harus berdiri di atas kakinya sendiri, maka tak apa, ia akan meyakini dirinya sendiri untuk dapat kuat bersama baby banana smoothienya.


୧⊰⁠⊹ฺゞ๑ノ\◠


Asahi mengantongi ponsel barunya ke dalam saku celana, bukan karena alasan klasik ingin memutuskan hubungan dengan kekasihnya, namun karena ponselnya yang hilang sejak ia di bandara. Udara yang cukup dingin kali ini membuat Asahi berkali-kali lebih kedinginan dengan pakaian yang hanya cukup untuk membuat dirinya sedikit lebih hangat. Asahi menggosokkan telapak tangannya, sebelum jaket tebal yang tiba-tiba tersampir pada pundaknya, Asahi menengok dengan terkejut ke arah pria yang memasangkan mantel pada tubuhnya.

"Aku tidak ingin kakak ku menangis lagi jika melihat kekasihnya kedinginan seperti ini," seruan itu membuat Asahi mengerutkan dahinya bingung, pria yang ia temui waktu itu.. apakah adik sang kekasih?

"Ahhh, sepertinya aku membuatmu bingung ya?" seru pria itu lagi yang tak mendapat respon apapun dari pria mungil di hadapannya.

"Aku Yoon Jeongwoo, jika kau mengira aku kekasih Yoon Jaehyuk, maka kau salah. Aku tidak mengetahui jika kakakku menjalin hubungan yang cukup lama dengan orang lain lagi, sampai dimana aku melihatmu di rumah sakit kala itu.. aku rasa ada yang tidak beres dengan pandang matamu," ucapnya yang diakhiri kekehan ringannya.

"Aku yakin kau juga mengingat dimana kita bertemu di supermarket, lalu di pesawat dengan kursi yang bersebelahan.. aku kira kita memang ditakdirkan untuk bertemu." Jeongwoo semakin menaikkan kurvanya yang membuat Asahi mengalihkan pandangannya.

Asahi bingung.. bagaimana bisa dirinya bertemu pria ini lagi, lalu ternyata.. kesalah pahaman ini tidak pernah ia dan Jaehyuk rundingkan. Asahi rasa keduanya memang kurang dalam berkomunikasi lagi dan lagi.

"Aku.. Asahi," serunya membuat Jeongwoo mengangguk.

"Aku ingin menceritakan banyak hal tentang kakakku padamu, namun sepertinya aku tak memiliki hak apapun ya? Aku tak bisa berlama-lama, aku harus kembali ke sekolah lagi," serunya sembari berjalan menjauh.

Asahi terus menatapnya, hingga pria itu memberhentikan langkahnya dan membalikkan badan seraya berkata, "Kau harus menunggu kakakku untuk membawamu kembali! Bersabarlah sebentar, kau harus percaya padanya kali ini saja!" serunya lantang, pria itu melambaikan tangan, lalu berlari pelan menjauhi Asahi hingga eksistensinya tidak tampak lagi di perempatan ujung jalan.

Haruskah Asahi menurutinya? Ia ingin jaehyuk kembali padanya, meski ia rasa semuanya hanyalah angannya, namun siapa yang tau jika takdir kali ini benar-benar merestuinya?


to be continue


kalian bosen gak sih bacanya... jangan dulu bosen ya, bentar lagi ending kok klo akunya mau wkwkwkwkwkwk, terimaaciw yang sudah bacaaaa, lop u sekebon.

BTW KALIAN GILA GAK SIH LIAT JAEHYUK BLONDE + GALING GITUUU? aku mah gausah ditanya ya guys, tengs.

Our FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang