"Bagaimana kabarmu setelah hampir tujuh tahun melarikan diri Re?!"
Uhuk, aku nyaris terbatuk hebat tersedak air liur sendiri. Ucapan si 'pewaris' Bastaraja sungguh sangat tepat dan menekan ulu hatiku. Tajam, menusuk hingga nyaris melenyapkan sisa kewarasan.
"...." memilih diam saat musuh tengah melempar granat di medan perang adalah keputusan paling fatal. Namun untuk saat ini melarikan diri pun tak ada gunanya, diam adalah satu satunya cara meredakan amarah musuh.
"Kamu terlihat baik-baik saja!" mata tajamnya memindaiku dari atas sampai bawah dengan tatapan dingin dan tajam, wajah datarnya membuatku ngeri karena berkobar amarah dan kekesalan, aku seolah ditelanjangi bulat-bulat. Ouhhh, si sialan iniii.
Aku dapat merasakan beberapa patahan hatiku yang berserakan, hancur tak berperi karena tertangkap dan tak bisa melarikan diri lagi.
Padahal rumah ini__yang saat ini kutempati bersama baby Lion adalah rumah kesekian setelah aku mencoba melarikan diri lagi.
Akhirnya tertangkap juga.
Sebenarnya bukan masalah besar, toh__suatu hari nanti entah kapan aku tetap tak bisa memisahkan hubungan ayah dan anak ini. Darah Kaivandra jelas mengalir dalam diri anakku begitu pula sebaliknya. Aku tak bisa menyembunyikan baby Lion lebih lama lagi, tapi juga tak secepat ini. Rasanya aku belum siap kehilangan apabila Kaivandra mengambilnya dariku.
"Jawab!!" bentak si 'pewaris' yang rupanya mulai emosi menghadapi kebisuanku.
Aku melirik pada asisten a.k.a teman Kaivandra yang paham dan memilih untuk keluar dari rumah. Pintu rumah memang sengaja dibuka agar tak ada yang curiga aku tiba-tiba kedatangan tamu--
"Kamu menjadi pendiam setelah tujuh tahun Renata," kekehnya dingin.
Aku merasa hawa mencengkeram di sekelilingku. Merasa terancam dengan posisi ini aku memilih untuk menuangkan air mineral dan memberikan pada Kaivandra__yang jelas-jelas melotot lebar saat kuhidangkan air putih.
"Aku datang bukan untuk mengemis air putih! Jawab pertanyaanku dan jangan alihkan pembicaraan!" katanya menyentak tanganku sangat kasar. Dia menarikku mendekatinya, dekat sekali sampai tubuhku menempel pada tubuhnya. Oh sialan si Brataraja__sikapnya bahkan masih seperti dulu yang kasar dan sangat pemarah.
"Van, kamu tau__"
"Dimana sopan santunmu, Re! Aku bahkan lebih tua lima tahun darimu!" katanya membentakku, cengkeraman ditanganku pun kian menguat. Menatap wajahnya aku bisa melihat dia seakan ingin meremukkan tubuhku saat ini juga.
"O-oke," aku tergagap, terbata karena sibuk meringis kesakitan. Si kasar ini jika tak ingat punya kuasa bisa menghancurkan masa depan putraku sudah kutendang pantatnya karena kurang ajar. Awas saja dia! "Jadi begini kak," aku berdehem pelan.
"Aku bukan kakakmu!"
Mau apa bajingan sialan ini!
Aku menatapnya tajam, balas menatap tak kalah berani manik coklat miliknya yang sama persis milik baby Lion. Oh sialaaaaaan, aku merasa menghadapi kerasnya baby Lion versi dewasa yang begitu menyusahkan. Kini aku tau dari mana sifat keras kepalanya singa manis milikku.
"Persetan dengan umur!" aku menyentak tangannya dan berdiri menjauh. Kalau tak ingat pintu rumah terbuka lebar sudah kutendang pisangnya di bawah sana__jangan bilang aku tak berani. Berani saja, namun itu menjadi opsi pilihan terakhir jika dia berani berbuat macam-macam.
"Kabarku baik seperti yang kamu lihat!" aku bersedekap dada tak ramah. Habis kesabaranku menghadapi tamu tak sopan ini--firasatku mengatakan bahwa dia telah mengincarku sejak lama, hanya saja hari ini kami tak sengaja bertemu--mau tak mau dia berurusan denganku. Yang kuyakini kini dia telah merencanakan sesuatu seperti__merebut baby lion dariku.
![](https://img.wattpad.com/cover/359988089-288-k832365.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
COMPLICATED (ON GOING)
ChickLit"Re, bagaimana jika kita tinggal bersama untuk membesarkan anak kita? Aku berani bersumpah akan mencintaimu dan anak kita!" Oh, aku seperti masuk ke dalam negeri dongeng dan bertemu pangeran super tampan, namun sialnya si 'pangeran tampan' ini kehad...